Day 25

28 6 2
                                    

Tema: Buat cerita di mana tokoh utama di hari ke-6 bertemu dengan tokoh utama di hari ke-17.

Sinting ya? //g

****

Judul: Ancestor

Genre: Drama (mungkin)

****

Kemarin, sepanjang hari, kami ada di perjalanan. Maka, hari ini, kami semua terkapar.

"Bangun, anak-anak pemalas!" Seruan Zele memecah pagi. "Eh, kamu udah enggak anak-anak lagi, ya?"

"Aku masih bocil!" seruku, tidak terima jadi dewasa.

"Kali ini gantian. Kami yang akan mengunjungi rumah dia." Zele menunjuk Tora. "Lagian, kalian kok bawa tambahan orang melulu tiap kemari?"

Ven hanya garuk-garuk kepala.

"Mereka mau jalan-jalan dulu sebelum menetap, entah di mana," terangku sambil menunjuk Ven dan Alba. "Eh, Alba? Kenapa mukamu sendu begitu?"

Alba memang tampak tidak baik-baik saja. Ia berkali-kali mengusap wajah meski tak ada apa-apa di sana. Gelisah.

"Dia seperti habis tahu rahasia dunia," sahut Ven. "Gara-gara medali yang masih ia sayang-sayang itu."

"Bunga Kenangan," ujar Alba. "Kamu waktu itu menyentuhkan benda ini dengannya, 'kan? Aku juga, kemarin. Dan aku malah bermimpi."

"Jadi, kamu udah tahu emas apa itu?" tanyaku.

"Ini emas terkutuk," keluh Alba.

"Bukan terkutuk," ralat Deha. "Dia emas yang spesial. Kamu istimewa karena terpilih menjaganya."

"Kenapa ... aku?" gumam Alba. "Dia yang menyebabkan kehancuran itu. Penyebab pemerintah otoriter dalam pembangunan utopia ... dunia damai yang benar-benar semu."

"Kamu ngomongin apa?" sahut Tora.

"Ah, enggak. Cuma meracau." Alba duduk, lalu meringkuk. Tampak tertekan.

"Alba, jaga medali itu, ya?" ujarku. "Kamu pemiliknya sekarang. Kamu enggak bakal menggunakannya buat hal-hal buruk, 'kan?"

"Aku hanya akan menyimpannya," bisik Alba. "Benda ini enggak boleh jatuh ke sembarang orang."

"Emang, kamu mimpi apa?" tanya Rehan.

"Aku mimpi ... ketemu orang yang menemukan emas ini, sebelum dibentuk menjadi medali."

****

"Namaku Aswad. Dan aku melakukan kesalahan."

"Kesalahan?"

"Albaroya. Kita masih sedarah. Dan memang harusnya aku hanya meneruskannya pada garis keturunanku. Bukan mengambil langkah tidak bijak yang berujung pada kehancuran dunia."

Alba ketar-ketir. Wajah orang di hadapannya tampak campuran Timur Tengah dan Asia Timur. Siapa dia? Nenek moyangnya?

"Sekarang, emas itu sudah kembali pada pemilik sahnya. Tolong jaga. Jangan sampai benda itu menyebabkan peperangan lagi."

"Peperangan ...?"

"Pihak penguasa lalim menyimpan emas itu, menjadikannya sumber energi proyek rahasia untuk menghancurkan umat manusia dan mengatur dunia sesuka mereka."

"Anda siapa?" Alba tak tahan. "Apa benar kata-kata Anda? Anda dari tahun berapa?"

Apa aku menjelajah waktu lagi tanpa sadar?

"Aku ... dari tahun 1300."

Tunggu ... ini seribu tahun sebelum aku menjelajah waktu pertama kalinya?

"Seribu tahun berlalu, tampaknya emas itu benar-benar sudah disalahgunakan. Andai aku bisa memutar waktu kembali, aku akan menyimpannya saja, tak memberikannya ke Kaisar meski mereka berjanji merahasiakannya."

"Kenapa rahasia?" Alba kembali bersuara.

"Aksara itu ... prasasti yang tertimbun bersamanya, mengamanatkan pada penemunya untuk merahasiakan keberadaan emas itu, juga mengikat janji untuk seluruh keturunannya. Jadi, Albaroya!"

Alba kaget karena tiba-tiba bahunya diguncang.

"Ini kesempatan sekali selamanya, untukku bertemu dengan garis keturunanku seribu tahun kemudian, setelah mengklaim emas itu kembali. Jaga medali itu! Jangan sampai jatuh ke orang yang salah! Rahasiakan keberadaannya, sampai anak cucumu nanti, sampai seribu tahun lagi ...!"

****

"Kamu bukan hanya mimpi," komentar Tora. "Itu memang moyangmu yang berusaha menyampaikan amanat padamu."

Alba mengangguk lemas. "Intinya, benda ini yang menyebabkan orang-orang terpaksa tinggal di kubah ketika seluruh dunia rata. Ada yang mau mengontrol seluruh manusia, mencuci otak mereka ...."

"Yah, ada untungnya jadi orang keras kepala waktu itu." Ven geleng-geleng kepala. "Karena itulah, Alba jadi satu-satunya kawanku. Semua orang kalah atau menyerah. Aku benci sekali menyerah."

"Sudah, sudah! Jangan benci melulu!" Ivy menoyor kepala Ven.

"Sebenarnya, aku belum mendapat gambaran besarnya." Aku bertopang dagu. "Tapi, makasih, Alba, Ven. Karena kalian, singgahku di Hayalan kali ini jadi berwarna."

Dua anak itu nyengir.

****
****

Day 25 - done!

Aku udah ada firasat, latar 2301 (day 6) bakal ketemu Dinasti Yuan (day 17). Untung si Alba jadi tokoh sentral kali ini! Dan Aswad, aku udah merencanakannya sebagai moyangnya Alba. Makanya di ujung, aku bawa-bawa kiamat dan Armageddon, pokoknya apocalypse lah.

Hehe admin, saya bisa nebak kalau begini.

Bisa jadi cerita Alba ini jadi konsep cerita post-apo perdanaku. Yes, emas yang ditemukan Aswad itu gara-garanya. Aku masih bingung gimana merangkainya, pokoknya, ya, gitu. Jangan bully aku, bully aja adminnya.

Oke, Tare mau lanjut menikmati sisa waktu di Hayalan, sekaligus nugas kuliah hiks. Semoga enggak molor lagi. Enggak drop juga. Jaga kesehatan, gais!

Jkt, 24/2/22
zzztare

Trapped in Hayalan (Again)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang