Day 3

28 6 0
                                    

Tema: Buat tulisan dengan tema "Cinta Pertama"

.... Wahai admin pemecut, ini kenapa temanya pas banget terus ya? Jadi takut.

Eh lupa masih hari ketiga lol, masih ada 25 hari lagi.

****

Judul: Lima Belas Tahun Lalu

Genre: SoL minor romansa?

****

Yang bisa dipastikan, kamu itu masih sama dengan dirimu lima belas tahun lalu, 'kan?

Dasar. Dasar.

R.I. membuatku lagi-lagi kepikiran. Padahal, aku sudah berusaha melupakan pesan itu.

Jangan curhat! Jangan curhat!

Aku sudah merasa kembali seutuhnya ke diriku sendiri. Sekarang, aku berlari melintasi hutan, secepat mungkin, meski R.I. pasti bisa mengekori. Aku sampai ke tepi sungai, lantas melompati bebatuan ... dan tercebur.

"Ngapain, sih?" Deha muncul tiba-tiba. "Bikin diri sendiri susah memang hobimu, ya."

"Ah!" Aku malah tergagap.

"Mukamu ... merah?" Deha keheranan. Ia menoleh ke R.I.. "Abis kamu apain dia?"

"Cuma sedikit memicunya," jawab R.I. tanpa ekspresi, seperti biasa.

"Ho ... memicu?" Deha malah tertarik. Ia mengulurkan tangannya dengan cuma-cuma padaku yang masih tertegun. "Ayo sini, bicara sama dirimu umur lima belas tahun."

"Apa, sih?" Aku sungguhan terpicu mendengar kata "lima belas".

"Hooo, tahun 2022 ... itu berarti, 2007 sudah lima belas tahun lalu, ya?"

Aku muntab, tetapi bergeming. Batinku memanggil-manggil salah satu alter. Ivy! Ivy! Tolong aku. Keluar kamu sekarang!

"Kamu mau aku menceritakan apa yang terjadi padamu?"

Suara asing itu membuatku menoleh. Sosok itu muncul tiba-tiba di sampingku. Ivy.

"Enggak!" seruku setelah beberapa detik mencerna. "Ceritakan tentang dirimu sendiri. Jangan aku!"

"Huh." Ivy bersedekap. "Hai, kalian. Deha, R.I., salam kenal. Aku Ivy, alter yang Tare ciptakan untuk kisah cintanya."

Deha sontak menoleh padaku dengan tatapan yang membuatku ingin meninju wajahnya, dan aku melakukannya.

"Lima belas tahun," ucap Ivy. "Dia menuangkannya padaku. Lima belas tahun yang tak berubah. Lima belas tahun ... masih memikirkan orang yang sama. Apakah akan berlanjut sampai seterusnya? Atau enggak? Siapa yang tahu."

Aku diam saja, ikut menyimak. Entah Ivy akan menceritakan kisah siapa sekarang. Lagian Tare enggak bakal nulis kisah 100% nyata di sini, tahu.

"Aku," lanjut Ivy, "tahu, bahwa rasa suka ke seseorang, suka dalam arti yang kalian pikirakan, dalam umur-umur labil, hanya akan dirasakan sementara. Sangat singkat. Lalu, kalau lebih dari itu? Apakah cinta? Atau obsesi? Atau hanya ... menolak melupakan masa lalu dan tak mau move on, membiarkan diri terjebak bersama kenangan?"

Apa-apaan ini, aku tertusuk.

"Aku selalu sekelas dengan laki-laki itu, sejak kelas 1 SD sampai kelas 6, kecuali saat kelas 3 karena dia pindah sekolah." Ivy menghela napas. "Uniknya, kami ... sama sekali enggak pernah bertegur sapa lisan. Sama sekali. Mungkin ini karena aku."

Kami menyimak dalam hening.

"Ya, karena aku. Kelas 2 SD, ketika teman-temanku heboh bertanya, siapa cowok yang kusuka? Aku menyebutkan namanya. Bukan asal comot. Saat itu, aku memang suka. Rasa suka yang berubah kehilangan tahun depannya. Bersemi lagi ketika kelas 4 dia kembali. Namun, satu kelas sudah tahu. Sorakan itu selalu terdengar. Aku tak berani melihatnya, pun ia tak pernah menyapa. Kelas 5, kelas 6, sampai kami lulus SD dan tak pernah satu sekolah lagi ...."

Tunggu, lama-lama ini jadi spoiler ceritanya sendiri. Ivy harus dihentikan. Namun, anak itu duduk menunduk sambil tersenyum tenang. Ia seolah paham kecemasanku.

"Tapi, kami akrab di dunia maya, tahu? Sejak kelas 6, ketika ia mengirim hal-hal aneh ke FB-ku. Ketika teman-teman SD-ku menjauh pas SMP, aku masih bisa berbalas pesan dengannya tanpa canggung. Sampai lulus SMP dan masuk SMA masing-masing, kami masih rajin bertukar kabar. Sampai lulus SMA dan sama-sama gap year. Sampai kuliah. Sampai ... kayak Tare, kemarin tiba-tiba ada yang mengirimnya pesan, popup-nya nongol, mengucap salam dan memanggil namanya–"

"Lo kok jadi aku?!" Aku mendelik. Ini ceritanya Ivy, kenapa akhirnya jadi Tare woi!

"Ya, aku juga sama. Hehe." Ivy malah terkekeh. Ia tampak bahagia. "Kelas 2 SD sudah 15 tahun lalu. Akhir kelas 6 sudah 10 tahun lalu. Kelas 12 sudah 4 tahun. Tapi, rasa bahagia ketika menerima pesannya masih sama. Seolah, tiap aku putus harapan, seperti ada tali yang menyambung lagi, membuatku memikirkannya lagi dan lagi tanpa alasan pasti. Kenapa?"

Aku terdiam.

Ivy melirikku, lalu nyengir. "Hei, Tare. Kalau kamu merasakan apa yang aku rasakan, apa yang kamu pikirkan? Ini akan berakhir indah, atau aku hanya dipermainkan takdir?"

Aku menarik napas dalam. "Takdir yang terjadi adalah yang terbaik. Dan semua yang terjadi di bumi ini enggak akan terjadi tanpa alasan."

"Hei, filosofis sekali," seru Deha.

"Aku serius," ujarku berang. "Ivy, jadi ... kamu juga terpicu kalau mendengar kata lima belas tahun?"

Ivy mengangkat bahu. "Yah, sedikit."

"Kamu ini menceritakan kisah cintamu, lo."

"Ahaha, benar. Ini kisah yang belum berujung. Bahkan apakah aku masih ingin bertemu dengannya besok atau tahun depan, aku enggak tahu. Aneh aja. Bisa-bisanya aku ... enggak bisa move on 15 tahun ...."

Hening.

Ivy, dialah alter, alias OC yang kuciptakan untuk urusan satu ini. Anak perempuan yang memendam perasaan sejak pertama kali ia paham apa itu cinta, sejak kelas 2 SD sampai saat ini. Ia seumuran denganku. Ia ... sangat menjaga perasaannya.

Perasaan yang ia sebut sebagai cinta pertamanya.

"Tare, aku mau ikut keliling denganmu, boleh?"

"Hah?"

"Aku bosan, aku mau ketemu altermu yang lain juga. Yah, paling aku bakal bosan lagi terus minta pulang." Ivy manyun. "Boleh, enggak?"

"Enggak masalah, dong!" Malah Deha yang semangat. "Coba, kamu sambil buka konsultasi masalah cinta ke Tare. Dia bebal banget, enggak mau jatuh hati, beuh padahal udah tua."

"Banyak omong!" Aku kembali menghajar Deha.

"Aku bukan ahli cinta, woi," sahut Ivy. "Tapi kalau mau curhat ... silakan! Aku pendengar yang baik."

Aku melirik ke R.I.. Ia mengangguk kecil. "Ivy mirip denganmu. Ketambahan satu orang lagi enggak masalah, aku masih bisa menangani kalian."

"Apaan, sih?" Aku dan Ivy kompak berseru.

"Ayo balik ke rumah. Udah sore." Deha memotong pembicaraan. "Nanti di rumah, minta Lia cerita tentang kisah cinta pertamanya juga. Wih, enggak abis-abis ini mah."

"Minta Tora juga." Aku nyengir iseng, membayangkan ekspresi patah hati anak laki-laki itu.

Hei, ini canon.

"Baiklah. Ayo istirahat. Kemungkinan, besok, kita akan jalan ... kecuali ada halangan."

Konyol rasanya. Sepanjang jalan, aku dan Ivy berkaitan tangan.

We do share the same fate, don't we?

*****

Day 3 - done!

Jadi galau lagi kan gara-gara tema. Nganu banget sih. Tare lagi enggak mau mikir romansa, jadi dilimpahkan ke Ivy saja. Otw jadi salah satu OC kesayangan nih satu :D

Jkt, 2/2/22
zzztare

Trapped in Hayalan (Again)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang