Buat karya dengan prompt: Kalian sebagai pencipta bertemu dengan karakter kalian.(Jangankan prompt hari ini, keseluruhan konsep DWC saya memang seperti itu)
Genre: Fantasi, dan aku kasih peringatan ini bakal absurd banget, berhubung enggak ada batasan tema. XD //dilempar
****
Aku dan Deha ikut Kakak ke rumahnya (naik Terra). Risa ingin ikut, tetapi ia tahu diri untuk menjaga kembarannya yang baru siuman itu.
"Risa enggak tahu soal keberadaan sumur dan lorong batu di taman pribadi Laila," ujar Kakak. "Aku lupa kalau itu rahasia kami berdua. Kalian, sih, aku jadi keceplosan!"
"Maaf." Aku dan Deha kompak menangkupkan kedua tangan dan bersikap memohon-mohon.
Kakak mendengkus. "Sudahlah. Kupikir, gara-gara kalian muncul tiba-tiba, suasana jadi aneh. Ada yang enggak normal di sini."
"Ralat, sejak Tare masuk ke sini," sahut Deha.
"Aku merasa ada yang enggak beres di rumahku." Kakak memimpin jalan menelusuri hutan.
Suasana masih terang benderang. Samar-samar, aku melihat pantulan air di kejauhan. Kami keluar hutan dan langsung disambut pemandangan danau. Rumah yang ditinggali Kakak, Rumah Danau, memang terletak di tengah hutan, di tepi danau. Danau Utara. Ada jembatan bagian yang menyempit menuju seberang, tempat padang bunga cahaya--Bunga Kenangan. Aku belum pernah ke sana, tapi bisa tahu. Kenapa? Karena aku yang membuat latarnya.
"Omong-omong, kami tadi ke lorong batu lewat sumur tua enggak jauh dari sini," ujar Deha.
"Kalian enggak menemukan rumah ini?" tanya Kakak.
"Bukan enggak nemu, enggak cari," ralatku. "Eh, kok sepi?"
"Sepi, ya?" Kakak melangkah ke beranda. Rumah Danau tampak temaram. Tak kusangkal, memang ada hawa aneh di sana.
Kakak membuka pintu perlahan. Sepi. Gelap. Tiba-tiba, kami semua merinding.
"Mi?" Suara Kakak gemetar saat mencoba memanggil ibunya. "Ummi tadi di rumah, 'kan? Kok sepi?"
Aku dan Deha saling sikut. Kami memilih diam, apalagi setelah melihat sesuatu. Mata itu. Mata Kakak menyorot tajam, bersinar merah. Karena dia tokoh utama. Dia anak yang terlahir dengan mata merah ....
"Siapa pun, nyalakan lampunya."
Kami berebut mencari sakelar. Ruangan seketika terang benderang. Aku dan Deha masih mematung dekat pintu ketika melihat sebuah pintu perlahan membuka.
"Kak?" Sesosok anak laki-laki muncul sambil mengucek matanya. "Ada apa, kok berisik? Dari mana? Baru pulang?"
"Dek ... baru bangun tidur?" Gerakan Kakak saat menghampiri adiknya sangat lambat. Aku tahu, ia masih syok. "Abi belum pulang? Ummi di mana?"
Dapat kulihat, anak laki-laki itu terperangah. Kaget dengan pertanyaan kakaknya. Ia membeku beberapa saat. Kakak mematung. Keduanya diam.
"Ini buruk," bisikku pada Deha.
"Siapa yang salah? Kedatanganmu, atau karena kita bertemu Clara di lorong batu tadi?" Deha tak kalah panik. "Kita mengacaukan linimasa mereka. Kakak-adik satu ini benar-benar penjelajah waktu."
"Kakak ngelindur, ya?" Anak laki-laki itu mendekat, lalu mengguncang kakaknya. "Kakak halu?! Jelas-jelas, kita pindah ke sini cuma berdua. Ummi sama Abi 'kan udah ... udah ...!"
Aku dan Deha lagi-lagi berjengit melihat Kakak menoleh ke arah kami. Pandangannya sukar diartikan. Matanya sungguhan menyala.
"Hah! I-itu 'kan ...?" Si Adik ternganga melihat kami, lalu berbalik sambil memukuli kepalanya. "Kok aneh? Apa yang kuingat? Aku di mana? Aku siapa?"
"Kalian, bisa jelaskan apa yang terjadi?" Kakak menatap kami tajam.
"Enggak bisa ...." Kami menyahut loyo, sama bingungnya.
"Jelas-jelas aku pamit ke Ummi, mau ke kebun tadi. Kok sekarang jadi begini?"
Aku tidak tahu. Aku sudah menemui Zahir--ibunya Risa dan Laila, setelah cerita yang ia buat usai. Mestinya, orang tua kakak-adik ini ada. Kenapa malah jadi kembali masuk ke alur cerita? Bukankah buku itu sudah dibakar?
Tunggu ....
"Ayo lakukan sesuatu." Aku menggamit Deha. "Kamu penguasa di sini, aku yang membuat semua cerita. Kayaknya, kita bisa memainkan waktu."
"Ya, tapi aku takut lihat Kakak tadi," bisik Deha.
Kami bergandengan, saling menyamakan pikiran. Sejurus kemudian, cahaya putih muncul dan menyilaukan pandangan. Aku tak tahu apa yang terjadi pada diriku sendiri sampai akhirnya aku membuka mata.
Yang pertama kali kulihat ... kilatan mata pedang.
"Kamu dihukum mati atas dasar mempermainkan kami!"
"A-haaah?" Aku melonjak ke belakang. Di hadapanku, sepasang mata menatap tajam, berapi-api.
"Akhirnya aku bertemu langsung denganmu. Misi balas dendam dimulai!"
Aku masih terpaku sampai akhirnya menyadari sekitar. Deha nun di sana, sedang mengobrol santai dengan Kakak dan ibunya. Tinggallah aku sendiri dengan si adik laki-laki yang dari awal memang niat balas dendam padaku.
"Rehaaaaaann!" Aku excited. Tanpa sadar, kutendang pedang yang masih mengarah padaku. Aku loncat dan langsung mengguncang bahu anak di depanku. "Ayo ikut! Kita cari Tora sama-sama! Lalu Torehan akhirnya full-squad!"
"Aku mau ketemu kamu bukan buat kerja sama, tahu!" Rehan menyentak tanganku. "Aku mau membalasmu. Mem-ba-las! Kakakku mungkin banyak lupanya soal waktu itu, tapi aku ingat!" Ia benar-benar dongkol.
"Apa yang kamu ingat?" Aku coba mengetes sekaligus meledeknya.
"Aku hampir kena fitnah bunuh orang." Pedang yang tadi kutendang sudah kembali ke tangan Rehan. "Enggak akan kumaafkan!"
"Tunggu, kamu enggak rindu sama makhluk itu?" Selama mempermainkan waktu tadi, aku terpikir banyak hal, termasuk mengumpulkan semua karakter di universe ini.
"Makhluk apa?"
"Maaaas-teeer!"
Kakak--Hanifa--dan adiknya, Rehan. Kasihan mereka, menjalani hidup dua kali setelah sepuluh tahun pertama dalam kesia-siaan. Meski mereka melupakan apa yang terjadi waktu itu, masih ada setitik ingatan di bawah sadar mereka. Eh, Rehan tampaknya masih ingat banyak. Mungkin ia memakan Bunga Kenangan. Karena itu, tidak salah, 'kan, kalau aku mendatangkan salah satu makhluk entah apa yang paling berjasa untuk mereka?
Rehan berjengit ketika tiba-tiba sesuatu menyerbunya. Bukan hanya ia yang kaget. Seruan tadi menginterupsi semuanya.
"Di-dia?" Sang Ibu, Zele, memelotot melihat siapa yang tiba-tiba muncul.
"Aku enggak kenal kamu, tapi kok rasanya tahu?!" Kakak turut bersiaga.
"Tare, kamu ada-ada aja." Deha menggeleng prihatin.
"Halo Master Rehan, Kakak, Zele!" Sosok itu membungkuk. "Aku, Si Bayangan Hitam, kembali!"
Bayangan Hitam?
(Bersambung)
****
Sebenarnya, kalo saya ketemu karakter-karakter dalam cerita saya, yang ada ancur semua. Karena saya hobi ngerusuh.
Ya ... sebenarnya, konsep ini sudah ada sejak dulu kala, berhubung saya bikin cerita awal mulanya karena kesepian akibat ditinggal teman. Jadilah teman imajinatif. //menangos//
Oke, sekian.
JKT, 11/2/21
AL. TARE
KAMU SEDANG MEMBACA
Trapped in Hayalan (Again)
Random[Dalam rangka Daily Writing Challenge NPC] *Mungkin mengandung spoiler dari semua cerita Tare* Untuk memenuhi tuntutan tema, Tare bermain ke Hayalan, dunia imajiner buatannya. Niat hanya bertandang sebentar, ternyata ia harus melalui misi untuk bisa...