Tema: Buat cerita di mana tokoh utama day 1 bertemu dengan tokoh dari day 17
Day 1: Zahir
Day 17: Lia (dan semuanya)Genre: SoL gado-gado crossover antarcerita. Peringatan: ini aneh banget
Omg, temanya pas lagi. Makasih enpisi.
****
Aku kembali bersama laki-laki jangkung paruh baya itu, menuju Rumah Danau yang kali ini tampak terang benderang dan ramai.
"Ayah!"
Lia langsung menghambur begitu melihat ayahnya. "Kok lama amat di luar? Udah rame banget, nih!"
"Tora mana?" sahut Ray.
"Main sama Rehan ... dan Deha." Lia cengengesan melihatku. Aku heran, biasanya dia jutek padaku.
"Radit?" tanyaku.
"Di dalam, sama Paman," jawab Lia. "Keluarga Istana datang juga, sama satu lagi keluarga ... ah, banyak keluarga, dah, pokoknya!"
Banyak keluarga. Aku nyengir membayangkan berapa banyak orang tua dan anak-anak berseliweran, ditambah berapa banyak orang tua yang masih bersifat kekanakan.
"Ray!" Eugeo langsung meloncat begitu sohibnya muncul. "Rehan tadi nitip beberapa hal, aku mau keluar buat jajan, oke?"
"Mana Rehan? Aku mau ngomong sama dia," sahut Ray. "Sana pergi kalau mau."
"Ikut!" seru Lia tiba-tiba.
"Ikut!" Deha muncul tiba-tiba. "Tare, kamu di sini aja, kan?"
Aku mengangguk. Melihat kesibukan semua orang yang ada di sini membuatku bahagia. Seperti Zele yang sejak tadi menempel pada Zahir dan bercerita macam-macam.
Ya, kalian tidak salah. Zahir, sang Ratu Catalyn, yang muncul di bab pertama; sang penulis Buku Terkutuk yang masih dibawa-bawa sampai entah sampai bab berapa.
Kali ini, aku melihat pemandangan yang lucu sekaligus mengharukan. Lia menghampiri duo Z tadi yang sedang bercengkerama dengan Liz. Lia membungkuk hormat di depan ketiganya.
"Permisi, tiga orang ibu. Aku mau pamit sebentar, ya, ikut Paman belanja ke kota."
Tiga orang itu terperangah.
"Aku suka melihat interaksi dan sosok ibu. Aku ... aku kangen ... Bunda ...."
Lia kelepasan. Air matanya mulai berlinang. Liz sigap menghampiri dan memeluknya.
"Huaaa! Lia kenapa?" Kakak berseru dari dapur. Ia tampak riweh bersama seorang laki-laki.
"Sosok ibu?" gumam Zele.
"Lia ... piatu," bisik Zahir. "Apa kamu membutuhkan sosok ibu ...?"
Lia menggeleng. Ia balas memeluk Liz. "Cukup ketemu sosok ibu dari temanku, aku merasa ... senang ...."
"Lia, sudahlah!" Liz menepuk punggung Lia. "Kamu punya aku. Kamu punya Kak Agnes. Di sini, ada ibunya Hanifa dan Baginda Ratu. Semuanya ... sosok ibu buatmu!"
"Iya, Kak ...." Lia masih terisak. "Aku, aku cuma mau pamit sama Ibu .... Aku, aku enggak pernah melakukannya lagi, sejak ... lebih dari sepuluh tahun lalu ...."
Setelah beberapa lama, Lia akhirnya bisa tenang. Tora muncul bersama Rehan dan langsung dramatis melihat kakaknya.
"Aku cuma kumat melankolisnya. Ayo, Ra, kita pergi sama Paman." Lia menarik Tora. Mereka berlalu bersama Deha.
Liz kembali ke tempat duduknya bersama dua orang tadi. "Bukankah kalian pikir, perempuan yang tumbuh besar tanpa seorang ibu itu luar biasa?"
"Ya." Zele dan Zahir kompak menjawab. Keduanya saling berpandangan. Aku tahu, ada perasaan bersalah dalam hati mereka. Zahir, karena buku yang ia tulis menyebabkan penderitaan orang lain. Zele, karena ... ialah yang menyebabkan apa yang Zahir tulis menjadi nyata. Keduanya berimbas pada anak-anak mereka: Risa, Laila, dan juga Kakak sempat menjalani hidup di dimensi antah berantah ... tanpa sosok ibu.
Penjelasan yang memusingkan.
"Lia lagi pergi, ya?" Kakak muncul dengan ceria, seperti biasa. "Tora juga. Huuh. Rehan, bantu kami sini! Kamu juga kalau mau, Tare. Kita punya koki."
"Halo, namaku Edi," sapa seorang anak laki-laki yang sejak tadi di dapur.
"Tare!" seru Risa. Ia muncul dari pintu belakang yang mengarah ke kebun. "Wah, kita masih bisa ketemu, ya? Senang melihatmu lagi. Laila juga. Iya, 'kan?"
"Iya," sahut Laila sambil tersenyum. "Aku tahu, kamu tinggal dua hari lagi di sini, 'kan?"
"Siapa yang memberi tahu?" tanyaku.
"Deha tadi. Dia banyak ngomong." Laila berlalu ke dapur. Berjengit sedikit ketika melihat Rehan, tetapi ekspresinya langsung datar. "Kak, tomatnya cukup, 'kan?"
"Sini, aku yang urus." Rehan menyambar keranjang yang dibawa Laila.
Ah, melihat interaksi antara lima anak itu membuatku merasa hangat. Kakak, Rehan, Risa, Laila, juga Edi yang baru muncul sekarang.
"Orang tuaku menyusul, kalau bisa. Mereka sibuk. Lebih sibuk daripada Raja dan Ratu," ujar Edi saat kutanya.
"Jangan nyindir!" seru Risa. Zahir yang mendengar hanya tertawa.
"Rehan, tadi 'kan kupanggil." Ray muncul tiba-tiba dan menyeret Rehan yang berseru protes.
"Tenang, Om, Reh, tomatnya aku yang urus!" Edi si tukang masak dengan senang hati mengambil alih keranjang berisi tomat. "Risa? Jangan bengong. Bantuin sini."
"Om Ray sama Rehan mirip banget!" Risa menunjuk kedua orang itu. "Meski versi immature dan versi paruh baya, sih ...."
"Hei!" Dua laki-laki yang disebut langsung protes.
"Perlu bantuan, Dokter?" Radit muncul di samping Edi.
"Eh, Psikolog. Untung kamu ada," sahut Edi. Kemudian, mereka mencuci tomat sambil membicarakan beberapa hal yang mungkin bisa nyambung antara seseorang yang menekuni kedokteran dengan psikologi sosial.
"Tare!" Kakak memanggilku setelah mencuci tangannya. "Apa yang akan kamu lakukan dua hari ke depan? Bengong mengamati kami?"
Aku tersenyum tipis. "Kak, kalian semua sudah janji ...."
"Ya?"
"Meski aku menamatkan cerita kalian, kalian enggak akan pergi dari pikiranku ...."
Terdengar aneh, memang, tetapi ingat mereka hampir berpamitan padaku membuatku gamang.
"Enggak, kok. Deha juga ngasih tahu tadi."
"Apa?"
"Kami enggak akan pergi sebelum kucing batu itu menghancurkan Hayalan."
Aku melirik Terra yang hanya diam di sudut, benar-benar menjadi batu. "Lalu?"
"Itu berarti, terserah kamu, karena kamu pengendalinya." Kakak tersenyum. "Kami tidak akan meninggalkanmu. Kami temanmu dari dulu sampai sekarang, sampai nanti ke depannya. Karena itulah Hayalan ada."
"Kak ... kenapa kamu bisa bicara begitu?" Aku terperangah.
Kakak tersenyum makin lebar. "Karena ... aku orang pertama di duniamu ini, 'kan?"
(Bersambung)
****
No words, okay?
'Cause I just want to enjoy the last time ....
Jkt, 25/2/21
AL. TARE
KAMU SEDANG MEMBACA
Trapped in Hayalan (Again)
Random[Dalam rangka Daily Writing Challenge NPC] *Mungkin mengandung spoiler dari semua cerita Tare* Untuk memenuhi tuntutan tema, Tare bermain ke Hayalan, dunia imajiner buatannya. Niat hanya bertandang sebentar, ternyata ia harus melalui misi untuk bisa...