Day 24

13 5 0
                                    


Tema:
[ Buat tulisan yang mengandung tiga kata ini: Mawar Biru, Penculikan, Guru ]

****

Ga usah pake judul, karena saya bingung

Ini Canon btw

****

Seharian, aku hanya menatap layar ponsel.

Sinyal aman. Semuanya lancar. Hanya pikiranku yang buntu.

"Kamu sakit?" Deha tiba-tiba muncul. "Aku tahu, harusnya kamu jadi hiperaktif kalau lagi sakit. Kecuali sakit hati, kayaknya kamu bakal diam."

"Kamu yang harus diam," sahutku.

Sudah tinggal sedikit waktuku di sini—meski aku bisa bebas mengunjungi Hayalan kapan saja. Kami kembali ke basecamp, melalui aneka pemandangan menakjubkan.

"Mawar biru," ucap Deha tiba-tiba, "adalah perlambang kemustahilan."

"Apa tiba-tiba?" tanyaku.

"Di sini adalah tempat yang mustahil. Lihat."

Deha menunjuk ke kejauhan. Hamparan berwarna biru tampak meluas, tetapi ini bukan laut. Warna biru itu ... tanaman. Tampak magis.

"Benar," sahut Ven. "Saking mustahilnya, mawar biru adalah satu-satunya bunga yang bisa tumbuh di sana."

"Kamu pernah melihatnya?" selidikku.

"Pernah. Tapi enggak langsung. Hanya di berita."

Perjalanan belum usai. Masih siang bolong. Tidak kami jumpai tirai-tirai keanehan lainnya. Lama-lama aku ingin menemukannya. Aku bosan.

"Kalau bosan, bikin keributan saja," usul Rehan. Ia tampak bersiap-siap baku hantam dengan Tora.

"Oh, Rehan enggak bisa apa-apa kalau enggak ada aku," sahut BZ.

Rehan mendelik. "Enggak usah ngaku-ngaku!"

"Ayolah, aku 'kan guru. Meski kamu Master—"

"Diam!" Rehan mengguncang-guncang BZ yang kini bisa leluasa ia pegang.

"Guru apaan kayak begini?" sahut Tora.

"Guru baku hantamnya dia." BZ menjentikkan jari begitu bisa bebas dari Rehan. "Enggak cuma itu, aku juga yang mengajarinya beres-beres rumah biar enggak dimarahi Kakak—"

"Kubilang, diam!"

Yah, keributan ini membuatku tersenyum. Apa aku terlalu lama merasa hampa saking enggak ada temannya?

"Ayo kita sambung cerita," ujar Tora tiba-tiba. "Aku mulai. Jadi, ceritanya, ada anak kelas SMP yang lagi liburan, tapi dia enggak sengaja papasan sama orang jahat--"

"Kenapa kamu bikin cerita langsung jadi kriminal?" Rehan bergidik.

"Kamu tampangnya kriminal," sahut Tora. Mereka tampak siap baku hantam lagi.

"Orang jahatnya ngapain?" Aku memancing, malas melanjutkan ceritanya.

"Orang jahatnya itu ternyata pelaku penculikan anak, dan dia mau culik si anak SMP tadi--"

"Buat dijual organ dalamnya?" potong Rehan.

"Hih!" Tora melayangkan pandangan tak suka.

"Apa penjualan organ ilegal itu sungguhan ada?" Alba tiba-tiba menyahut. "Dari dulu, sampai ... masa depan?"

"Pertanyaanmu aneh sekali," komentar Tora. "Rehan, tanggung jawab. Ini gara-gara kamu."

"Lo kok aku?!"

"Ssst, guys." Ivy melambaikan tangannya. "Lihat ke sana."

Dari ketinggian 120 m, kami bisa leluasa memandang kejauhan. Ini lebih tinggi dari gedung-gedung bertingkat di Jakarta, pun daripada pepohonan raksasa di hutan rimba. Pandangan kami bebas tak terbatas.

Di sana, kami melihat ... danau.

"Udah mau nyampe!" Rehan berseru kegirangan.

"Wah, keributan kalian bikin perjalanan ini enggak terasa, ya." Aku nyengir. "Deha? Kenapa?"

"Enggak papa. Cuma ... ingat tanggal ini aja." Deha mengangkat wajahnya yang menunduk.

"Tanggal ini?"

"Tanggal 24 Februari ... hari patah hati."

Aku tersedak.

****

Day 24 - done

Tare lagi enggak mood sebenarnya. Hari ini hawanya berat sekali.

Anyway, tinggal 4 hari lagi!

Jkt, 24/2/22
zzztare

Trapped in Hayalan (Again)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang