-Epilog-

263 42 12
                                    

"Bunda hiks.... aku kangen bunda."

Gue mengedarkan pandangan mencari asal muasal suara itu. Di ujung jalan di kejauhan sana gue melihat seorang gadis kecil yang tengah menangis sembari menyeka air matanya. Penampilannya begitu cantik. Dia mengenakan dress putih selutut dengan rambut dikepang dua oleh pita yang berwarna senada.

Ditatap sama gue dia nyadar, menurunkan kedua tangannya lalu tersenyum.

"Bunda aku di sini."

Menampakkan deretan gigi putihnya dia melambaikan tangannya bikin gue refleks noleh ke belakang —memeriksa keberadaan orang lain selain gue. Tapi di belakang gue gak ada siapa-siapa.

Jadi anak itu emang manggil gue?

"Bunda sini!"

Panggilnya lagi nyuruh gue buat jalan menghampirinya. Meskipun bingung tapi gue nurut aja datang nyamperin dia.

Kedua sudut bibirnya semakin melengkung senyum tatkala gue mencondongkan badan di hadapannya.

"Kamu siapa? Orang tua kamu dimana?" Tanya gue lembut. Gue penasaran kenapa anak ini cuma sendirian.

Bukannya jawab pertanyaan gue eh dia malah meluk gue gitu aja. Erat banget! Gue udah kayak orang yang paling dia rindukan.

"Kayla kangen bunda. Bunda jangan jauh-jauh ya." Tuturnya kemudian menangis sesenggukan. Dia terus pelukin gue seolah-olah gak mau kalau gue pergi dari hadapannya.

Ka-Kayla?

Nih anak sebenarnya siapa? Kenapa terus melukin gue dan panggil gue bunda? Emangnya gue ini ibunya apa.

Dia mendongakkan wajah masih menatap gue dengan raut bahagianya.

"Bunda, bunda ikut Kayla ya. Papa udah nunggu bunda di rumah." Dia bilang gitu masih memegang gue erat.

"Papa?" Alis gue makin bertaut bingung sama apa yang dia bilang.

Papa siapa maksudnya?

"Iya papa. Dia pasti seneng karena bunda pulang."

Gak peduli sama kebingungan gue, anak ini terus mengeratkan genggamannya menarik gue untuk mengikutinya. Walaupun isi kepala bertanya-tanya gak ngerti tapi akhirnya gue pun ikutin langkah kecilnya itu untuk kemudian pergi ke suatu tempat yang dia maksud. Tempat yang dirasa begitu jauh buat sampai ke sana.

🍁🍁🍁

"B-bunda,"

Perlahan gue buka mata sambil manggilin bunda dengan lirih. Sekarang ini rasanya tubuh gue lelah banget. Selelah-lelahnya. Ah, apa jangan-jangan ini efek dari mimpi membingungkan itu? Mimpi yang gak gue ngerti sama sekali. Perjalanan di alam mimpi yang cukup panjang dan bikin gue lelah kayak gini.

Anak itu, gak tau kenapa mengingat wajahnya bikin bibir gue melengkung senyum seketika. Dia bener-bener imut. Mana cantik banget lagi. Dan gue, perasaan gue rasanya jadi menghangat ketika inget sama dia. Kenapa bisa gue rasanya sesayang ini ke dia padahal kan semuanya cuma sekedar mimpi dan gue gak tau anak itu siapa.

Merasakan keberadaan seseorang gue pun melirik ke samping. Sebuah kepala dengan rambut hitamnya jadi atensi gue saat ini. Orang itu lagi tidur pulas di sisi ranjang dekat badan gue. Sebelah tangannya menggenggam tangan gue cukup erat. Perlahan gue pun menarik tangan darinya lalu menyentuh lembut surai hitamnya.

"Pak! Pak Devan!" Panggil gue pelan dengan suara yang sedikit serak. Entahlah tenggorokan gue rasanya kering kerontang. Haus banget pengen minum. Rasanya gatel juga bikin gue susah ngomong. Meski terbatuk-batuk kecil gue gak hentinya bangunin dia. Dan sebagai respon, dia cuma bergumam aja.

Gue Ketemu Doi [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang