09. -Sebuah perhatian-

174 56 14
                                    

Tiga menit lebih gue mandangin formulir yang tergeletak di meja. Nama udah gue tulis. Sebagai pelengkap gue tinggal minta tanda tangan aja ke bunda. Tapi rasanya gue malah ragu-ragu. Mau nyamperin bunda malah maju mundur. Belum apa-apa gue udah takut disembur duluan sama dia. Huft! Gue harus cari cara buat luluhin hatinya bunda supaya dia izinin gue ikut kemping.

Dengan mengucap bismillah gue pun pergi ke kamarnya bunda. Gue dorong pelan pintu kamarnya yang emang gak dikunci. Setibanya di dalam gue dibuat terheran-heran sama bunda karena di jam segini dia udah tiduran aja. Padahal baru jam 8 loh ini. Gak biasanya bunda tidur di jam segini.

"Charissa, itu kamu?" Gumamnya dengan suara yang serak.

"I-iya bun, ini aku." Jawab gue lirih.

"Ada apa nak?" Tanyanya penasaran dengan kedatangan gue ini.

Meski diselimuti keraguan gue tetap meneruskan langkah mendekati bunda. Alih-alih bicara to the point soal formulir ini, gue malah mematung di tempat —mengernyit heran liatin bunda yang keliatan menggigil kedinginan.

Bunda sakit?

"Bun?" Gue sentuh keningnya pelan. Mata gue pun membulat tatkala merasakan suhu tubuhnya yang lumayan panas.

"Bun! Bunda! Bunda pasti demam nih." Gue dibuat panik. Sementara itu bunda cuma bergumam.

"Bun, kita ke dokter sekarang! Takutnya nanti makin parah." Ajak gue kalang kabut. Gue beneran panik dihadapkan sama kondisi bunda yang kayak gini.

"Gak Char, bunda gapapa. Cuma panas biasa kok." 

Dia gak peduliin kata-kata gue. Bunda malah nerusin lagi tidurnya sambil tarik selimutnya hingga ke telinga. Ck! Bunda beneran gak gubris ajakan gue.

"Bun kita ke rumah sakit!" Ajak gue lagi.

"Nggak usah Char. Bunda tinggal tidur aja. Nanti juga pas bangun pasti sembuh."

"Gak bun. Pokoknya kita harus ke dokter. Aku manggil Bang Chan dulu ya." Gue beranjak bangun siap-siap mau nyari Bang Chan.

"Abang kamu kan lagi pergi ke luar kota, Char."

Langkah gue terhenti di ambang pintu. Ah iya gue baru inget kalo tadi sore Bang Chan pamitan pergi ke luar kota. Katanya ada urusan kerjaan di sana. Duhhh jadinya gimana ya ini gue jadi bingung sendiri. Kalo bunda dibiarin aja yang ada ntar kondisinya malah makin parah. Tapi kalo dibawa ke dokter perginya pake apa coba?

Karena panik gue pun milih nelfon Bang Chan sebentar siapa tau aja dia punya solusi.

"...iya dek ada apa?"

"Bang, bunda sakit!"

"Sakit? Yang bener Char? Perasaan tadi sore dia baik baik aja tuh."

"Beneran bang. Badannya panas banget. Gue jadi khawatir deh. Mau bawa ke dokter tapi gue bingung gimana perginya. Lo kan gak ada di sini." Jelas gue dengan bibir mengerucut.

"Ya gimana ya Char." Bang Chan diam beberapa saat.

"Atau gini deh, lo pesan taksi aja. Bawa bunda ke sana pake taksi."

Mendengar kata 'pesan taksi' bulu kuduk gue dibuat meremang seketika. Gini ya, semenjak gue denger cerita temen gue yang katanya hampir diculik sama supir taksi, gue jadi takut alias gak berani naik kendaraan itu. Gue jadi parno sendiri. Takut terjadi apa-apa kalau bepergian pake taksi. Apalagi malam-malam kayak gini. Waktu di mana kejahatan begitu rawan terjadi.

"Gak ah! Takut bang." Cicit gue sambil gigit ujung kuku.

"Takut apa sih hah? Ini kan darurat Char."

Gue Ketemu Doi [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang