🔞
.
.
.
"Kita berdua pamit dulu ya." Tutur Pak Devan pamitan ke mereka.
"Beneran nih kalian gak mau nginep di sini?" Tante Vega angkat sebelah alisnya kayak gak percaya kalo kita mau balik.
"Nggak tan. Lagi pula Charissa sebentar lagi masuk kuliah. Masih banyak keperluan yang harus disiapin dari sekarang. Dan saya juga harus bantuin dia." Jelasnya direspon anggukan paham oleh Tante Vega.
"Van, awas! Kamu jangan ngebut bawa mobilnya." Mama Anggun memperingatkan.
"Siap ma!"
"Hati-hati ya Van." Tutur Om Hedi (Suaminya Tante Vega) seraya menepuk bahu Pak Devan.
"Iya om." Balas Pak Devan sembari senyum tipis.
Kita berdua pun melangkah menuju mobil. Tiba saat gue membuka pintu, eh Kak Satya malah manggil. Gue pun balik badan mandangin dia.
"CHARISSA!"
"Lo inget kan yang tadi gue omongin? Kado Ris, kado." Ucapnya tersenyum jail sambil menaik-turunkan alisnya.
Kado?
Hahaha
Gue cuma tersenyum hambar ngerespon ucapannya. Mama Anggun dan yang lainnya dibuat bingung dengan apa yang Kak Satya omongin. Ya gimana mereka gak bingung. Orang Kak Satyanya main kode-kodean kayak gitu.
"Ari kamu ngomong naon sih Satya?" Tanya om Hedi menepuk bahu sang menantu.
"Eh, nggak kok pah hehe." Yang ditepuk cuma nyengir aja habis itu balik mandangin gue.
"Bang Satya barusan ngomong apa?" Tanya Pak Devan setibanya gue di dalam.
"Eh nggak kok pak. Bukan apa-apa." Gue menggeleng acuh, pura-pura sibuk pasangin seatbelt.
Gak banyak bicara lagi Pak Devan pun menancap gas mengendarai mobilnya menjauh dari halaman rumah. Dari pantulan spion gue bisa liat Mama Anggun yang sejenak melambaikan tangannya. Gue cuma senyum aja liatin dia.
"Ris, mau kamu dulu apa saya dulu ke airnya?" Tanya Pak Devan setibanya kita di rumah.
"Pak Devan duluan aja. Saya mau istirahat dulu di sini." Jawab gue singkat sambil naruh barang belanjaan di meja.
Sepeninggalnya gue mendudukkan diri di sofa sambil pelukin bantal kecil. Mata gue perlahan terpejam, menuruti rasa kantuk yang tiba-tiba melanda.
Mata boleh aja merem—tenang tapi pikiran gue berisik banget. Gue sibuk mikirin apa yang Kak Satya omongin. Gue jadi kepikiran soal Pak Devan yang 'katanya' mau kado ulang tahun yang bentukannya kayak Zaidan?
Jadi maksudnya dia mau punya bayi, gitu?
Gue menggeleng ribut, mencoba mengenyahkan penuturannya Kak Satya dari kepala. Gue yakin banget kalo Pak Devan gak mungkin ngomong kayak gitu ke dia. Kak Satyanya aja tuh yang asal celetuk.
Mengenyahkan penuturannya Kak Satya, kini tiba giliran penuturannya Pak Devan yang hinggap di kepala gue. Seketika ucapannya terngiang mengingat dia yang katanya gak mau jadi cowok yang 'egois' karena sebentar lagi gue masuk kuliah.
Awalnya gue emang gak paham sama apa yang dia tuturkan. Tapi lama kelamaan, setelah dipikir-pikir lagi selama perjalanan pulang tadi, gue jadi ngeuh alias ngerti arah pembicaraan dia kemana.
Pak Devan lagi nyinggung soal dia yang gak mungkin melakukan 'sesuatu' ke gue karena dia ngerti kalo sebentar lagi gue bakalan masuk kuliah. Dia gak mau jadi cowok yang 'egois' yang hanya mementingkan kemauannya sendiri. Kayaknya Pak Devan selama ini susah payah banget nahan gejolak keinginan yang ada di lubuk hatinya itu hanya karena gak mau ngebuat gue berada dalam kesulitan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gue Ketemu Doi [COMPLETED]
Teen FictionIni tentang gue, Charissa Hardi yang masih duduk di bangku SMA. Singkatnya gue ketemu sama 'Doi' yang berhasil masuk ke kehidupan gue. Doi yang tak lain adalah guru di kelas gue. Namanya Pak Devan Danuarta. Tapi gue manggil dia dengan sebutan pak h...