"Terima kasih dok. Kalo begitu saya sama Charissa permisi."
Pak Devan bangkit berdiri bersiap pergi dari ruangan ini. Beda halnya sama dia, gue justru masih setia duduk manis di hadapan Dokter Intan bikin dia jadi keheranan.
"Ris, ayo." Ajaknya nyentuh bahu gue.
"Eum, Pak Devan duluan aja ke mobil, nanti saya nyusul. Soalnya ada yang mau saya tanyakan dulu ke Dokter Intan." Jelas gue sambil senyum.
"Ouh, ya sudah kalo gitu saya tunggu di sini."
"Nggak usah, Pak Devan duluan aja."
Sontak dia dibuat bingung dengan larangan gue ini. Bukannya apa ya gue cuma mau bertanya dengan lebih leluasa aja gitu ke Dokter Intan tanpa harus merasa canggung karena adanya Pak Devan. Soalnya apa yang mau gue tanyakan ini menyangkut rasa penasaran gue mengenai kehamilan.
"Loh, kenapa?" Dia mengerutkan keningnya.
"Ya gapapa sih. Saya cuma mau ngobrol berdua aja sama Dokter Intan." Jawab gue lagi.
"Gapapa kan pak nungguin di mobil? Sebentar aja kok." Masih dengan senyuman manis gue mencoba meyakinkan dia biar menuruti permintaan gue. Dia yang pengertian pun ngangguk kecil —menyetujui untuk pergi lebih dulu.
Dokter Intan udah pasang raut penuh tanyanya. Penasaran sama apa yang mau gue obrolkan.
"Dok, boleh kan saya minta waktunya sebentar?" Tanya gue senyum tipis berharap kalo dia gak keberatan meluangkan waktunya lagi.
"Boleh, jadi apa yang ingin kamu tanyakan Char?"
"Jadi gini dok, akhir-akhir ini saya sering kepikiran soal resiko kehamilan pada perempuan yang menderita jantung. Memangnya sebahaya apa sih dok bagi mereka kalo hamil? Dan apa masih ada harapan buat mereka supaya bisa mengandung dengan selamat?"
Gue langsung to the point membeberkan apa yang menjadi rasa penasaran gue belakangan ini. Udah search di mesin pencari pun rasanya gue belum paham dan belum merasa puas kalo gak nanyain langsung ke ahlinya. Maka dari itu hari ini gue menanyakannya ke Dokter Intan. Pastinya dia paham betul mengenai hal ini.
"Kamu sekarang udah ada tanda-tanda kehamilan, Char?" Bukannya langsung jawab eh dia malah melontarkan pertanyaan ini sambil angkat alisnya penasaran.
"Nggak dok, bukan, saya gak hamil. Lagi pula juga suami saya gak per—" Sadar apa yang gue ucapkan terlalu frontal, gue langsung tutup mulut gak lanjutin ucapan barusan. Terlanjur sudah didengar, dengan penasaran Dokter Intan pun meminta gue buat lanjutin lagi omongan.
"Gak per-nah apa maksudnya?" Tanyanya dengan alis terangkat.
"Ng, nggak dok." Gue masih menggeleng lalu senyum canggung berharap kalo dia gak kepo lagi. Dia yang peka kalo gue ini gak mau lanjutin cerita, akhirnya memilih mengabaikannya dan bersiap menjawab pertanyaan yang gue ajukan di awal.
"Char, seorang wanita yang punya riwayat jantung ketika hamil resikonya memang cukup tinggi. Karena perubahan pada tubuh saat hamil bisa mempengaruhi kinerja jantung dan juga pembuluh darah mereka. Akibat dari perubahan tersebut beberapa wanita itu beresiko mengalami komplikasi pada kehamilannya."
"Meskipun begitu, wanita dengan penyakit jantung masih bisa hamil dengan selamat atau mengalami sedikit komplikasi selama mereka terus berkonsultasi dengan dokternya, mematuhi saran dan merawat kesehatan jantungnya dengan baik."
Dokter Intan terus menjelaskan panjang lebar membuat gue manggut-manggut paham selama mendengarkan. Sesekali gue nimbrung bertanya ke dia ketika ada istilah medis yang gak gue ngerti. Sesi konsultasi ini rupa-rupanya menyita waktu lumayan lama. Dirasa sudah cukup mengerti tentang semuanya gue pun berpamitan dan pastinya gak lupa berterima kasih ke dia. Sekarang perasaan gue jauh lebih lega dan otak gue jadi lebih paham setelah berbicara mengenai hal tersebut dengan dia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gue Ketemu Doi [COMPLETED]
Ficção AdolescenteIni tentang gue, Charissa Hardi yang masih duduk di bangku SMA. Singkatnya gue ketemu sama 'Doi' yang berhasil masuk ke kehidupan gue. Doi yang tak lain adalah guru di kelas gue. Namanya Pak Devan Danuarta. Tapi gue manggil dia dengan sebutan pak h...