Aku baru tiba di rumah ketika jam sudah menunjukkan pukul dua belas malam. Biasanya aku tak pernah main kucing-kucingan dengan ayah kalau pulang selarut apapun.
Namun kali ini berbeda, aku pulang dalam keadaan babak belur. Aku takut kalau beliau marah, secara sebentar lagi pemilihan akan dilaksanakan. Bisa-bisa perkelahianku tadi akan berimbas pada hasil pemilihan nanti.
Saat ini aku masih berdiri di garasi. Sebelum aku memutuskan masuk ke dalam rumah, aku harus memastikan sesuatu terlebih dahulu. Kuperhatikan dari sini, lampu rumah sudah padam semua. Sepertinya ayah sudah pergi tidur atau mungkin beliau belum pulang? Aku tak peduli dengan itu, yang jelas ini adalah kesempatanku untuk segera masuk dengan aman tanpa harus ketahuan.
Baru saja aku kegirangan karena bisa masuk rumah tanpa kepergok ayah. Namun sayangnya ketika aku hendak membuka pintu kamar, lampu rumah langsung dihidupkan semua.
Game over!
"Gimana panggung pertamanya tadi?"
Aku seketika itu langsung terdiam mematung. Saat ini aku takut sekali membalikkan badan. Sepertinya ayah sedang berdiri tepat di belakangku. Jadi kalau aku berbalik sekarang, maka yang ada malah aku langsung katahuan olehnya.
"Eh.. itu.. anu.. itu..," jawabku gelagapan. Sejenak aku meruntuki ucapanku yang mungkin saja semakin membuatnya curiga.
"Kenapa, Jev? Ayah 'kan gak melarang kamu ngeband," balas Ayah yang terdengar begitu santai. Namun, hal tersebut berhasil membuatku berkeringat dingin.
"Ehmm.. lancar kok, Yah."
Aku langsung menghela napas pelan, setelah akhirnya bisa memberikan sebuah jawaban dengan lancar. Namun sayang sekali, rasa legaku hanya bersifat sementara karena setelah itu kalimat balasan dari beliau kembali membuatku mulas seketika.
"Kalau lancar kok gak mau balik badan gitu? Takut diejek ayah karena mukamu jadi jelek, ya?"
"Hah?"
Aku lantas berbalik menghadapnya. Setelah melihat ayah tertawa puas, aku baru menyadari kebodohanku ini. Langsung saja kubalikan badanku menghadap pintu kembali.
"Gak usah malu gitu. Anak ayah masih ganteng, kok!"
"Maaf, Yah. Jevan buat ulah lagi," balasku sambil menundukkan kepala.
Langkah kaki ayah terdengar mendekat padaku. Sekarang aku semakin takut kalau sampai disidang habis-habisan olehnya. Namun bayangan seram itu seakan sirna begitu saja, setelah beliau menarik bahuku supaya menghadap lagi padanya. Ayah lantas mengusap rambutku dengan lembut seraya tersenyum teduh padaku.
"Anak ayah udah besar ya sekarang. Udah pinter belain mana yang benar, mana yang salah."
"Ayah.."
"Ayah udah tahu dari Kevin kalau kamu dikeroyok orang, gara-gara belain cewek 'kan?"
Aku masih tak percaya dengan respon yang beliau berikan.
"Ayah nggak marah?"
Sontak saja suara tawanya pecah begitu saja hingga berhasil memecah keheningan di tengah malam. Alisku terangkat sebelah, menandakan kalau diriku belum sempat mencerna kalimatnya.
Setelah ia puas tertawa, beliau kembali melanjutkan ucapannya, "Marah buat apa, Nak? Kamu hebat kayak gini kok dimarahin. Udah sana masuk, apa perlu ayah obatin luka di wajahmu itu?"
Aku lantas menolak tawarannya sembari mengibas-ngibaskan kedua tanganku di depan wajah.
"Gak usah, Yah! Jevan bisa sendiri kok."
Beliau sekali lagi tersenyum padaku.
"Oke, kalau gitu. Jangan tidur terlalu malam, ya. Walaupun besok hari libur."
KAMU SEDANG MEMBACA
Look At Me | Eaj
Fanfiction[WattpadRomanceID's Reading List - September 2022 - Cerita Bangku Kampus] Jevan Aldebaran Sujono adalah seorang laki-laki yang dikenal selalu memiliki kisah cinta berakhir pahit. Hal inilah yang mendorong ia untuk menyerah dan lebih memilih menikmat...