Bab 35 | Sebuah Keputusan yang Terbaik

68 17 0
                                    

Pada hari-hari selanjutnya, Rara benar-benar serius melakukan apa yang ia katakan sebelumnya. Dia hampir tak pernah absen menemui Jevan. Gadis itu selalu datang dengan membawa makanan.

Walaupun Jevan masih saja bersikeras tak mau bertemu dengannya. Setidaknya Rara yakin kalau lelaki itu tak mungkin membiarkan pemberiannya akan berakhir sia-sia di tempat sampah. Hanya begitu saja Rara sudah merasa cukup. Dia percaya kalau suatu hari nanti Jevan akan menyerah dan datang lagi padanya.

Sama seperti sekarang, Rara melangkahkan kaki dengan santai menuju unit apartemen milik Jevan barada. Kini ia sudah hafal letaknya, bahkan di luar kepala sekalipun. Tangan kanannya tengah menenteng paper bag berisikan rendang kesukaan Jevan. Sama seperti saat dia membawa makanan itu ketika pertama kali datang ke tempat ini.

Setelah gadis itu berhenti di depan pintu. Rara lantas menekan bel seperti biasanya. Segera ia gantungkan paper bag tersebut pada gagang pintu.

"Kak Jevan! Ini Rara. Kakak udah bangun 'kan? Rara bawain rendang kesukaan kakak, dimakan ya?"

Hening, tak ada jawaban apapun dari dalam sana. Selalu saja seperti ini. Rara menghela napas lelah. Entah mengapa dirinya tiba-tiba merasa putus asa.

"Kak Jevan, kapan balik lagi kayak dulu? Kakak tahu nggak kalo Rara kangen banget sama Kakak," ucapnya tertahan.

Dalam sekejap air matanya telah membasahi pipi. Segera ia hapus dan mencoba tersenyum kembali. Seakan dirinya tengah menguatkan diri dan masih berpura-pura terlihat baik-baik saja.

"Ah, tidak! Jangan khawatirin Rara, ya! Pokoknya Kak Jevan harus tetap semangat! Aku tunggu."

Rara perlahan berbalik meninggalkan tempat itu. Meskipun sampai akhir Jevan tak mau menyahutinya, tetapi dia masih yakin kalau laki-laki itu bisa mendengarkan semua ucapannya.

Di sisi lain, Jevan kini tengah berdiri di balik pintu. Seperti yang Rara yakini, dia bisa mendengar semuanya termasuk curahan hati dari gadis itu. Sayang seribu sayang, Jevan masih tetap menjadi seorang pengecut. Dia selalu saja sembunyi, hingga pada akhirnya ia malah menyesal kembali.

Setelah beberapa menit berlalu, Jevan rasa kalau gadis itu telah pergi. Perlahan ia membuka pintu dan mengambil paper bag yang senantiasa ia terima darinya. Dengan cepat laki-laki tersebut segera menutup pintu.

Saat ini Jevan tengah duduk termenung di atas kursi pantry. Matanya menatap lekat pada paper bag yang terletak di atas meja. Dalam sekejap perasaan bersalah itu kembali muncul lagi. Sebenarnya ia tak ingin bermain kucing-kucingan seperti ini. Namun, dia juga masih sulit menjadi Jevan yang seperti dulu.

Tangannya dengan perlahan mengeluarkan kotak makan satu per satu dari dalam sana. Saat ia mengetahui ada banyak sekali macam makanan yang dibawa oleh gadis itu, Jevan hanya bisa menghela napas panjang. Dia akhirnya mengerti bahwa dirinya tak mungkin terus berada dalam situasi seperti ini. Setidaknya dia harus melakukan sesuatu.

Bertahan atau meninggalkannya..

Laki-laki itu dengan cepat beranjak dari tempat duduk. Ia lalu berjalan munuju meja kerja, tepatnya di dalam kamar. Di sana dia tengah mengotak-atik sebuah komputer. Saat ini jemarinya bergerak cepat di atas keyboard. Rupanya dia tengah mengetik sesuatu dalam sebuah kolom surat elektronik.

Dalam sekali tekan, surat tersebut berhasil terkirim. Jevan lantas menyandarkan sejenak punggungnya pada kursi putar. Kepalanya menengadah ke atas, menatap langit-langit kamar.

Pikirannya kembali menerawang jauh, membawanya pada pilihan sulit ini. Jevan yakin kali ini keputusannya sudah tepat. Ia tak mungkin mengundur-undurnya lagi. Ia harap gadis itu dapat mengerti keadaannya.

Look At Me | EajTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang