Bab 21 | Pulang

58 18 0
                                    

Keesokan harinya Jevan pulang ke rumah. Iya rumah, akhirnya dia bisa pulang kampung setelah tiga bulan lamanya hidup di perantauan. Tak ada yang mengetahui kepulangannya kali ini, termasuk ayahnya sendiri. Maka tak heran kalau sang ayah kaget melihat anak semata wayangnya itu tiba-tiba sudah memarkirkan mobilnya di depan garasi.

"Loh, Jevan?" kata ayah saat melihat putranya baru saja turun dari mobil. Kebetulan beliau sedang berada di teras.

"Assalamualaikum, Yah. Jevan pulang, hehe..," balas Jevan disertai cengiran lebar khasnya. Tak lupa juga lelaki itu meraih tangan sang ayah untuk ia cium.

"Kamu pulang kenapa gak bilang-bilang, Le?"

"Sengaja biar surprise dong!"

Ayah berdecak sebal lantaran anaknya sama sekali tak memberi kabar apapun padanya. Bahkan dia sedikit kecewa karena tak bisa stay di rumah selama anaknya pulang.

"Ayah mau ke mana?" tanya Jevan saat mengetahui supir pribadi ayahnya sedang memasukkan sebuah koper ke dalam bagasi.

"Kamu sih pulang gak bilang-bilang. Kalau kayak gini, Ayah mana bisa batalin."

"Oh, Ayah mau keluar kota?" tanya Jevan saat sudah bisa membaca situasi.

"Nggak, Ayah cuman mau ngecek kebun teh yang ada di Lawang aja. Udah lama Ayah gak ke sana. Tadinya mau sekalian pulang besok," jelas ayah panjang lebar.

Memang sebelum ayahnya berkecimpung di dunia politik. Beliau sempat mengelola empat hektar kebun teh hasil warisan dari sang kakek. Namun, sekarang kebun itu sudah dipercayakan pada adiknya atau bisa dibilang ayahnya Kevin. Jadi, sekarang ayah tinggal sesekali datang untuk memantau perkembangan kebun teh itu.

"Oh, gak papa dong, Yah. Jevan baliknya juga masih minggu depan."

Sang ayah seketika itu langsung memicingkan matanya, seakan dia sedang menaruh curiga pada sang anak.

"Kamu di PHK, ya?" tebak ayah asal-asalan. Jevan hampir saja tersedak air liurnya sendiri saat mendengar lontaran kalimat tersebut.

"Ya ampun! Gaklah, Yah. Malah Jevan dapet bonus cuti dari atasan langsung," elak Jevan tak terima dituduh di-PHK oleh ayahnya sendiri.

"Ya kali aja, Jev! Kamu 'kan kadang anaknya males-malesan. Suka dateng telat kalo disuruh kuliah pagi," cibir sang ayah.

Jevan lantas merotasikan kedua bola matanya. Dia sudah terbiasa dikatai "malas" oleh ayahnya sendiri. Jangankan dalam urusan pekerjaan, urusan mandi saja ia sering dikomentari. Katanya Jevan sudah seperti kucing, soalnya tiap hari libur dia takut air alias jarang mandi.

"Iya deh, terserah Ayah aja. Udah tuh, ditunggu Pak Sarto!" balas Jevan sembari menuntun pelan punggung ayahnya supaya cepat-cepat memasuki mobil.

Ayah langsung menurut, lalu masuk ke dalam mobil. Namun, sebelum itu beliau berpesan pada putranya, "Jev, besok Ayah janji bakal pulang cepat. Nanti kita mancing bareng, ya?"

"Iya, Yah. Tenang aja! Pokoknya Ayah gak usah khawatir. Satu minggu ini, Jevan ada untuk Ayah."

Ayah tertawa renyah saat mendengar penuturan anaknya. Setelah itu beliau pamit. Sesaat kemudian Jevan juga masuk ke dalam rumah yang sudah lama ia rindukan.

***


🎶 Yeppeosseo
Nal barabwa judeon geu nunbit
Nal bulleojudeon geu moksori
Da~ da~
Geu modeun ge naegen🎶

🎶Yeppeosseo
Deo baralge eopneundeuthan neukkim
Ojik neomani judeon sungandeul
Da~ da~
Jinatjiman
Neon neomu yeppeosseo🎶

Look At Me | EajTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang