Menjelang petang, aku memutuskan pulang ke rumah. Bunda sempat menawarkan agar aku menginap saja, karena mau pulang pun percuma, sebab aku tetap sendirian di rumah. Namun, aku menolak tawaran itu dengan dalih bahwa diriku tak mau mengganggu Dion yang mustinya fokus menyelesaikan tugas akhirnya.
Padahal kenyataannya tak demikian, aku tak jadi menginap karena atas dasar saran dari anaknya itu. Dion mengusulkan agar aku bertanya lebih dulu pada Wisnu mengenai perasaannya terhadap Rara, sebelum diriku memutuskan mundur dari pertunangan ini.
Kalau saja Wisnu memang menaruh ketertarikan lebih pada gadis itu, maka saat itu aku boleh menyerah. Begitu saran yang kudengar dari bocah yang minim pengalaman cinta itu. Jadi, dengan kata lain jika aku benar-benar menginginkan hal yang terbaik untuk Rara, maka aku harus memastikan dia bahagia terlebih dahulu dengan orang yang tepat setelah diriku pergi nanti.
Ketika memarkirkan mobilku di depan rumah, aku dikejutkan dengan seseorang yang tengah berdiri di bawah temaramnya lampu jalan. Hampir saja bulu kudukku merinding karena mengira ia adalah makhluk halus yang biasa muncul saat maghrib begini. Akhirnya kubuka kaca mobil saat ia berjalan menghampiriku.
"Lo ngapain berdiri di situ maghrib-maghrib gini? Hampir gue kira wewe gombel tadi!" cerocosku saat ia sudah berdiri di samping pintu mobil.
"Ck! Orang gantengnya selangit gini lo kira setan, gimana sih?! Cepet mana kuncinya! Gue udah digigitin nyamuk dari tadi nih!" keluhnya sembari menengadahkan tangan.
Aku pun mendengus kesal, lalu merogoh door pocket yang biasa kujadikan tempat untuk menyimpan kunci rumah ketika berpergian. Setelah itu baru kuserahkan benda tersebut padanya. Sedetik kemudian, ia langsung berlari cepat menuju gerbang.
Setelah lelaki itu berhasil membuka gerbang lebar-lebar, aku langsung memasukan mobil ke dalam garasi, begitu juga dengannya. Wisnu ikut memasukan sepeda motornya, lalu menutup gerbang itu kembali.
Ya, benar! Orang yang kubicarakan sedari tadi adalah Wisnu. Laki-laki yang sempat kupergoki tadi pagi sedang berboncengan dengan tunanganku.
"Bang, kata Dion lo sendirian 'kan di rumah?" katanya ketika aku baru saja masuk ke dalam rumah. Saat ini ia tengah duduk manis di atas sofa tepatnya di depan televisi. Mendengar nama Dion disebut, aku jadi teringat alasanku memutuskan untuk pulang. Kupikir anak itu tak benar-benar serius merencanakan hal ini.
Aku bergumam sekilas demi mengiyakan pertanyaannya. Selanjutnya aku ikut duduk di sampingnya. Punggungku telah bersandar malas pada sofa. Serta kedua kaki kuluruskan ke depan, hingga hampir memblokir jalan.
"Terus lo dari mana? Kok kayaknya lesu gitu," tanya Wisnu sekali lagi.
"Cuman main ke Bunda."
"Oh, ke rumah Dion dong berarti?"
Kulirik ia sekilas tanpa berkata apapun, karena pertanyaannya tak perlu kujawab lagi. Semua juga tahu kalau tidak ada wanita lain yang kupanggil bunda selain bundanya Dion dan bunda kandungku sendiri.
Wisnu akhirnya mengerti kalau aku sudah kehilangan minat untuk menjawab pertanyaannya kembali. Ia memutuskan beranjak dari tempat duduk.
"Bang, gue pinjem baju lo dong! Sekalian boxer-nya ya!"
"Ck! Lo niat nginep apa enggak, sih?! Segala macam barang gak dibawa," sinisku.
Namun dia tidak menggubris ucapanku, melainkan langsung masuk ke dalam kamar mandi. Akhirnya kuputuskan mengambil baju ganti yang ia minta sekaligus membersihkan diri di kamar mandi dekat kamarku.
***
Ketika aku selesai mandi dan berganti pakaian, kudapati Wisnu telah duduk bersila di atas sofa. Kali ini suasana rumah tak lagi sepi seperti yang sebelumnya karena diisi oleh suara siaran televisi yang menampilkan sebuah acara yang kuketahui bertemakan opera jawa, tapi tak pernah sekalipun berjalan dengan serius hingga akhir.
KAMU SEDANG MEMBACA
Look At Me | Eaj
Fanfiction[WattpadRomanceID's Reading List - September 2022 - Cerita Bangku Kampus] Jevan Aldebaran Sujono adalah seorang laki-laki yang dikenal selalu memiliki kisah cinta berakhir pahit. Hal inilah yang mendorong ia untuk menyerah dan lebih memilih menikmat...