Rara keluar dari laboratorium bengkel kerja, tempat dilaksanakan sidang skripsinya. Perasaan deg-degan kini berganti menjadi lega. Di luar ruangan, kehadirannya sudah ditunggu-tunggu oleh sang sahabat yang setia menemaninya selama empat tahun ini.
Ona lantas mengucapkan selamat pada gadis itu. Mereka bahkan sampai berpelukan di depan pintu dengan perasaan haru. Hingga orang-orang yang berlalu-lalang di sekitar lorong lantai satu hanya bisa menggelengkan kepala.
Sayangnya euforia kebahagiaan Rara terasa kurang lengkap. Raut wajahnya kembali murung lagi. Entah mengapa ia merasakan ada sesuatu yang kosong saat ini.
Ternyata Jevan bukan menjadi orang pertama yang menyambutnya ketika membuka pintu. Sejenak gadis itu menghela napas panjang. Sedangkan Ona hanya bisa menghiburnya seraya mengusap punggung kecilnya.
"Dia gak datang, Na," ucap Rara dengan lesu. Wajahnya nampak sedih, bahkan kini matanya pun terlihat berkaca-kaca.
"Nggak papa, Ra. Paling Bang Jevan masih dalam perjalanan ke sini," balas Ona menyemangati.
Sebenarnya Rara tak mau berharap banyak tadi. Namun ketika tiga puluh menit sebelum sidangnya dimulai, ia tiba-tiba mendapatkan kabar dari orang tuanya. Sang mama mengatakan kalau Jevan baru saja berkunjung ke rumah, kemungkinan lelaki itu akan menemuinya nanti.
Kata "nanti" yang dimaksudkan oleh sang mama itu ia artikan sebagai saat dirinya keluar dari ruang sidang. Namun, sayang sekali kata "nanti" ternyata menyimpan arti tak menentu. Entah nanti sore atau nanti malam. Ataupun bisa juga esok hari.
"Ra, udah dong! Semangat dikit, gimana kalo kita foto dulu?" ajak Ona berusaha mengalihkan perhatian sahabatnya agar tidak terus-menerus kepikiran tentang lelaki itu. Rara pun mengangguk setuju. Mereka akhirnya berjalan beriringan keluar dari gedung fakultas.
***
Pada sore hari, Rara telah sampai di kosan. Sekujur tubuhnya terasa remuk semua. Padahal dia tidak sedang dipaksa kerja rodi, tapi entah mengapa ia ingin segera bergelung di atas kasur yang empuk. Mungkin suasana hatinya menjadi faktor utama dari kelelahannya.Setelah ia dan Ona selesai merayakan kebahagiaan usai sidang tadi. Tanpa disangka, Dion berserta Wisnu juga hadir untuk memberikan selamat padanya. Suasana memang bertambah ramai. Namun Rara tetap tak bisa menyembunyikan kemurungannya. Sebab ia masih mengharapkan kehadiran lelaki itu sampai detik ini.
"Padahal udah jam empat sore, tapi kok gak sampai-sampai, sih! Emang Surabaya-Malang sejauh itu apa? Ck!" gerutu Rara saat mengecek jam yang tertera di layar handphone-nya.
Akhirnya ia lempar kembali benda pipih tersebut, lalu memilih memejamkan matanya. Maksud hati ingin pergi tidur dan berharap dapat melupakan semuanya. Namun, ia tak bisa melakukan itu.
Air matanya tiba-tiba lolos tanpa permisi. Untuk kedua kalinya, ia dibuat kecewa oleh seorang laki-laki bernama Jevan.
***
Matahari telah kembali ke peraduan. Sinarnya kini tergantikan oleh gelapnya malam. Tampak indah dengan ditaburi bintang-bintang serta sang rembulan. Saat itulah Rara membuka matanya. Ia masih merasa mengantuk sekali, tetapi pintu kosannya terus diketuk oleh seseorang. Hingga membuatnya mau tak mau harus beranjak dari tempat tidur.Dengan nyawa yang masih setengah terkumpul, gadis itu membuka lebar pintu tersebut. Sepersekian detik kemudian, bola matanya membulat sempurna. Seakan dirinya tak percaya dengan pemandangan yang ada di depannya saat ini.
Laki-laki itu datang. Dia berdiri dengan senyuman manis menghiasi bibirnya. Jevan tak pernah berbohong. Lelaki itu bersungguh-sungguh menepati janjinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Look At Me | Eaj
Fanfiction[WattpadRomanceID's Reading List - September 2022 - Cerita Bangku Kampus] Jevan Aldebaran Sujono adalah seorang laki-laki yang dikenal selalu memiliki kisah cinta berakhir pahit. Hal inilah yang mendorong ia untuk menyerah dan lebih memilih menikmat...