Bab 03 | Sekotak Susu Stroberi

138 30 11
                                    

Aku tak pernah menyangka pada akhirnya aku bisa jatuh hati kembali pada seorang perempuan. Ah, bukan! Maksudku, aku masih normal. Hanya saja aku tak ingin berurusan lagi dengan yang namanya cinta dan kaum hawa itu.

Sayangnya kali ini aku harus mengaku kalah. Tanpa kusadari, aku telah menaruh hati pada pelayan kafe itu. Terhitung semenjak pertama kali kita bertemu. Ini terasa sedikit menggelikan, tapi tak bisa kupungkiri kalau hal tersebut benar-benar terjadi. Setiap malam minggu ketika jadwalku manggung tiba, aku selalu menyempatkan diri untuk memperhatikannya dari jauh.

Tak jarang aku tersipu sendiri saat sepasang mata nan indah itu tak sengaja bersibobok denganku. Terkadang seulas senyum tergambar jelas di wajah, ketika dirinya mengikuti alunan musik yang kulantunkan disela-sela jam kerjanya. Sebuah respon sederhana, tetapi berhasil membuatku salah tingkah.

Sayangnya, hingga sekarang aku hampir tak ada kesempatan untuk menyapanya. Apalagi mengajaknya berbicara empat mata. Entahlah! Mungkin ini efek karena diriku sudah lama menyendiri. Hingga rasanya aku sampai lupa cara untuk mendekati sang lawan jenis.

Berbeda dengan malam-malam yang sebelumnya. Malam ini aku sudah bertekat untuk memberanikan diri, minimal bisa menyapanya terlebih dulu.

Tekatku sudah bulat, aku tidak boleh menunda-nundanya lagi. Aku juga tak peduli kalau nanti diriku kembali dipermainkan oleh yang namanya cinta. Namun yang pasti aku hanya ingin berusaha terlebih dahulu, bukan malah berakhir dengan kata menyerah tanpa memulai apapun.

Sayangnya harapanku harus pupus di awal. Sejak diriku tampil hingga selesai, aku tak mendapati dirinya di kafe ini. Hatiku mulai gelisah, mungkinkah takdir kembali tak menyetujuiku untuk berbahagia?

Akhirnya aku memberanikan diri untuk bertanya pada Kevin. Namun, apa yang kudapat, perasaaanku langsung down ketika mendengar penjelasannya. Dia telah pergi dan aku tak memiliki kesempatan lagi.

Gadis itu memutuskan untuk resign dari pekerjaannya. Alasannya sedikit membingungkan. Sejak awal dia selalu menutupi identitasnya.

Tidak! Dia bukanlah gadis yang mencurigakan untuk dimasukkan ke dalam daftar tuduhan tersangka teroris. Hanya saja, sejak awal dia memutuskan untuk bekerja tanpa sepengetahuan kedua orang tuanya.

Sekarang harapanku untuk mengakhiri status single ini harus kukubur dalam-dalam. Aku sudah dinyatakan gagal sebelum memperjuangkan apapun.

Sial!

Kini aku harus kembali bergalau ria.

***


Beberapa bulan kemudian, aku mulai melupakan gadis itu. Sekarang aku sudah kembali ceria lagi. Namun, kalau ada orang yang bertanya perihal niatanku untuk mencari yang lain lagi, maka jawabannya, tidak! Aku masih ingin menikmati kesendirianku.

Hari ini aku disibukan dengan penyusunan proposal skripsi. Aku tak tahu kalau merangkai kata demi kata menjadi sebuah latar belakang yang sempurna ternyata sesulit ini. Berkali-kali jariku mengetikan sesuatu di atas keyboard, tapi beberapa detik kemudian malah kuhapus kembali.

Untung saja aku tak sampai meluapkan emosi dengan umpatan-umpatan kotor saat ini juga. Sebab aku masih tahu etika tempat dan waktu di mana aku berada sekarang. Jadi, sedari tadi aku telah menghabiskan di salah satu rumah makan pujasera yang letaknya dekat dengan kampusku.

Suasana di sini tampak tenang, meskipun ada sebagian mahasiswa atau staff kampus yang masih ingin menikmati jam makan siangnya. Sedari tadi fokusku hanya tertuju pada layar laptop yang ada di hadapanku, sehingga aku tak terlalu mempedulikan segala hal kecil yang terjadi di sekitarku.

Ketika sedang asyik-asyiknya mengetik, tiba-tiba saja aku dikagetkan dengan suara gadis yang berteriak kencang di seberang sana. Awalnya aku hanya menoleh sekilas, lalu tak mempedulikannya lagi.

Look At Me | EajTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang