Bab 22 | XOXO

64 18 1
                                    

Saat ini hanya tersisa aku dan Brian di ruang tamu. Dion sudah kabur lebih dulu sebelum kami menghujaminya dengan umpatan-umpatan dalam berbagai macam bentuk. Anak itu ternyata memang sengaja merencanakan ini semua.

Dia telah membodohi kami dengan alibi memeras kantong demi seloyang pizza. Padahal itu semua hanya akal-akalannya saja. Tak disangka ia malah berani menghubungi Rara berserta Ona dengan menggunakan handphone kami masing-masing.

Brian masih tampak shock. Dia tak menyangka kalau pesan singkat itu, bisa dengan mudah dibalas oleh mantan kekasihnya yang tak pernah bisa ia lupakan hingga saat ini. Sedangkan diriku juga tak beda jauh.

Meskipun dari luar aku tampak santai-santai saja, tapi dalam hati rasanya sudah tak karuan lagi. Aku sudah memperingati Rara supaya tak datang kemari dangan alasan kalau Fivetune sedang berada di rumah. Namun ketika mendengar hal itu, Rara lantas menanyakan keberadaan Wisnu.

Entah mengapa diriku dengan bodohnya menjawab kalau lelaki yang sedang ia cari juga berada di sini. Kini gadis itu semakin ngotot datang ke mari setelah mengetahui Wisnu sedang bersamaku.

Jauh di dalam lubuk hatiku, aku merasa sakit. Ternyata gadis itu memang tak sepenuhnya merindukanku. Dia hanya merasa kesepian, karena aku sudah tak pernah lagi merecoki hidupnya. Ditambah juga dengan lelaki yang ia cintai selalu disibukan dengan urusan pekerjaannya.

Sekarang isi kepalaku rasanya seperti mau meledak saja. Aku sudah tak peduli lagi kalau ia datang dan Brian masih berada di sini.

"Kak Jevan! Pulang-pulang kok gak bilang ke aku, sih? Rara 'kan ka.. ngen.."

Atensi kami lantas tertuju pada gadis yang berdiri di ambang pintu. Rara tiba-tiba datang sembari mengoceh panjang lebar. Hingga nada bicaranya perlahan memelan saat mengetahui kalau bukan hanya aku saja yang berada di dalam rumah ini.

Wajahnya lantas tertunduk malu dengan kedua pipinya yang tengah memerah merona. Dia datang di saat hujan deras kembali mengguyur kota ini. Beberapa tetes air jatuh membasahi lantai rumah. Mataku membelalak saat meneliti penampilannya yang hanya mengenakan kemeja putih tipis.

Oh, sial!

Pantas saja Brian tak mau memalingkan wajahnya. Pasti sekarang matanya hanya tertuju pada satu titik yang sama denganku. Aku harus melakukan sesuatu, agar gadis itu tak semakin malu.

Aku kembali ke depan setelah tadi sempat mengambil sehelai handuk di kamar mandi. Setelah menyelimuti tubuhnya, aku lantas menyuruh Rara untuk segera ke kamar mandi yang letaknya berada di samping dapur.

"Kak Jevan..?" lirihnya saat ia mendongak kepala dan menatapku yang sudah berdiri tepat di depannya.

"Ssst! Sana bersihin badanmu, biar aku yang urus Brian," balasku sembari menunjukkan letak kamar mandi.

Rara tak menjawab lagi, dia langsung berlari kecil melaksanakan perintahku. Kini aku beralih pada sosok lain yang masih terdiam di tempatnya. Hingga beberapa saat kemudian tawa kecilnya mulai terdengar. Lantas saja kedua alisku mengerut bingung.

Brian bangkit dari tempat duduknya dan berjalan menghampiriku. Namun, sebelum itu ia meraih kunci mobilnya yang tergeletak di atas meja tamu. Saat ia sampai di hadapanku, aku segera menjelaskan situasi yang terjadi saat ini.

Sayang sekali, lelaki itu lebih dulu mencegahku. Ia lantas menepuk pelan pundakku, lalu membisikkan sesuatu padaku, "Besok aja, Bang! Lo udah kebelet lovey dovey 'kan? Have fun ya!"

Alisku kembali mengerut. Namun, dia lebih dulu pergi. Segera kubalikkan badan, lalu memanggilnya sekali lagi supaya ia mau kembali dan mendengarkan semua penjelasanku.

Look At Me | EajTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang