Bab 09 | Untuk yang Terakhir Kali

67 19 1
                                    

Keluar dari toilet, aku memutuskan balik lagi ke backstage. Namun belum sampai masuk tenda, aku kembali dibuat sakit hati. Di depan sana, aku bisa melihat Wisnu dan Rara sedang tertawa bersama.

Meskipun tak hanya mereka berdua saja. Melainkan ada Dion yang juga duduk bersama mereka. Hanya saja, entah mengapa aku merasa iri saat melihat keakraban Wisnu dan gadis itu.

Aku melanjutkan langkahku menghampiri mereka. Saat aku sampai, aku lantas berakting layaknya tak terjadi apapun. Sebelumnya aku sudah memantapkan diri untuk mengubur perasaan sukaku pada gadis itu.

"Bang, dari mana aja?" tanya Wisnu. Rasanya aku masih enggan untuk menjawab pertanyaan tersebut, tetapi semua ini murni bukan kesalahannya. Jadi, mana mungkin aku sampai memusuhinya.

"Dari toilet," jawabku singkat. Sejenak kulirik gadis itu yang juga sedang memperhatikanku.

Aku pikir selama ini tatapannya menyiratkan ketertarikannya padaku. Namun, ternyata aku salah. Dia hanya menganggapku sebagai teman biasa, sama seperti dengan temannya yang lain.

"Bang, kok melamun, sih? Sini duduk bareng kita!" tegur Dion sambil menepuk sisi kosong di sampingnya. Kulirik Rara lagi, lalu mengalihkan pandangan pada Dion.

"Gak deh, Sigit mana?" tanyaku mengalihkan topik.

"Bang Sigit lagi nyamperin pacarnya," balas Wisnu. Loh, sejak kapan si curut satu itu punya pacar? Wah, nggak setia kawan! Ternyata aku ditinggal lagi.

"Lah, dia udah punya pacar?" tanyaku penasaran.

"Udahlah! Emang lo jomblo terus!" ejek Wisnu padaku.

Kampret! Mentang-mentang aku selalu sial kalau berurusan dengan percintaan, seenaknya dia mengejekku. Tak tahu apa kalau gadis incaranku itu adalah orang yang sama dengan orang yang sedang ia dekati saat ini.

"Sialan lo, Nu. Terus Brian mana?"

"Ada lagi di dalam sama pacarnya," balas Wisnu sekali lagi.

By the way, sedari tadi Rara sama sekali tak menimpali omonganku. Lebih baik aku mengganggu orang yang lagi pacaran saja. Daripada berlama-lama tinggal di sini. Itung-itung sebagai hiburan gratis.

"Asyik! Coba gue gangguin, ah!"

Aku berjalan pelan memasuki tenda. Namun belum sempat aku melangkah, Dion sudah lebih dulu mencegahku.

"Awas, Bang. Nanti rubahnya ngamuk lagi."

"Gak takut! Emangnya lo yang sampek pipis di celana cuman gara-gara diamuk sama dia," ejekku yang sengaja ditujukan pada Dion seorang.

"Ck! Masih aja lo ungkit-ungkit!"

Aku tak memperdulikannya. Kini aku sudah membuat ancang-ancang hendak menggrebek pasangan muda-mudi yang sedang asoy geboy melehoy di dalam.

"WOI! ASTAGHFIRULAH, BAPAK! TAHU TEMPAT NAPA KALAU MAU NGEBUCIN! LO GAK KASIHAN SAMA YANG TUA PLUS JOMBLO BEGINI?!" sentakku. Seketika mereka berdua langsung terlonjak kaget.

"Apaan sih?! Ganggu aja lo, Mblo!" balas Brian yang masih tetap menyandar di bahu pacarnya. Perasaan iri, dengki, ingin mencaci maki dalam hatiku seketika itu muncul juga.

"Heh, Ona. Jangan mau sama Brian! Dia simpanannya banyak," godaku mencoba mengompori. Namun sepertinya aksiku tak semudah itu. Nyatanya gadis itu tampak tak gampang terpengaruh sama omonganku. Lihat saja sekarang, bukannya terpancing emosi, dia malah terkekeh geli.

"Iyalah simpanan gue banyak, tapi bukan cewek. Noh, simpanan gue di bank," balas Brian yang terlihat sama santainya seperti pacarnya.

Baru saja aku ingin membalasnya, tetapi ucapanku harus terpotong oleh orang lain.

Look At Me | EajTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang