Bab 20 | Another Girl

64 15 0
                                    

Hari-hariku selama di Gresik terasa sangat monoton. Pagi hari aku berangkat ke kantor, siang harinya aku sudah berada di lokasi proyek, hingga malam hari aku harus lembur. Kegiatan ini selalu saja terulang terus-menerus.

Bahkan Brian yang sama-sama menetap di kota ini hampir tak pernah menghabiskan waktu weekend bersama denganku. Lelaki itu kini telah diterima bekerja di pabrik pupuk terkenal di kota ini. Maka dari itu, ia memutuskan ikut pindah dan menetap dalam satu gedung apartemen yang sama denganku.

Jangankan sekedar bertegur sapa sebagai tetangga. Intensitas pertemuan kami saja bisa dihitung dengan jari. Sungguh miris rasanya bagi para pekerja yang super sibuk seperti kami-kami ini.

Namun, itu lebih baik jika dibandingkan dengan yang lain. Setelah kami berempat, kecuali Dion, lulus secara bersamaan. Kami sudah disibukkan dengan urusan pekerjaannya masing-masing.

Kini Sigit telah diterima bekerja di perusahaan pembangunan jalan tol. Sedangkan Wisnu mulai sibuk menjadi staff IT di perusahaaan yang berkantor di Malang. Tampaknya lelaki itu telah jatuh cinta dengan Paris van east Java. Hingga dia tak ingin kembali ke kota asalnya dan memilih tetap singgah di sana.

Di lain sisi, kini tersisa Dion yang masih harus berjuang dengan tugas akhirnya, sama seperti Rara dan Ona. Memang pada dasarnya mereka adalah teman satu angkatan. Bahkan mereka mulai dekat dan kompak satu sama lain setelah dipertemukan saat KKN kemarin.

Hal inilah yang menjadi alasanku untuk menitipkan gadis itu pada Dion. Bukan, aku tak khawatir kalau Rara akan lebih sering menghabiskan waktunya dengan Wisnu. Dia bebas bertemu dengan siapapun termasuk lelaki itu.

Hanya saja selama aku berada di sini kurang lebih tiga bulan lamanya, diriku tak pernah bisa meluangkan waktu untuk menyambanginya. Aku malah terjebak dan tak bisa pulang ke rumah. Bahkan berkali-kali aku mencoba mencuri waktu, tetap saja aku tak bisa dan berakhir kembali dengan urusan draf-draf yang memuakan itu.

Awalnya Dion tak ambil pusing dengan tugas yang kuberikan. Namun, lama kelamaan dia malah berbalik menceramahiku. Nyatanya lelaki itu lelah karena aku selalu bertanya padanya tentang kabar Rara. Bahkan sampai sehari tiga kali. Haha.. seperti minum obat saja!

Namun, mau bagaimana lagi? Aku masih merasa bersalah karena tak bisa mengabulkan keinginannya untuk cepat-cepat pulang. Jika sudah seperti ini, Dion pasti memberikan wejangan supaya diriku cepat menyelesaikan segala urusanku di sini. Bahkan bila perlu membawa pulang serta pekerjaanku yang sempat tertuda dan mengerjakannya di rumah.

Dion sering kali bercerita kalau Rara selalu menunggu teleponku. Pernah sampai gadis itu tak berselera makan hanya karena menunggu kabar dariku.

Aku? Jelas antara percaya atau tidak. Bisa saja lelaki itu hanya melebih-lebihkan cerita agar aku terpancing dan segera meninggalkan Kota Semen ini.

***


Sore hari aku baru kembali dari lokasi proyek. Seluruh badanku terasa lengket dan berkeringat. Namun tak mengapa, karena hari ini adalah hari terakhir sebelum libur weekend tiba. Itu artinya aku tak perlu lembur lagi karena semua urusanku telah selesai lebih cepat.

"Jevan," panggil Pak Hendri, atasanku.

Dengan cepat kuhentikan sejenak kegiatan berberesku dan memilih meladeninya.

"Iya, Pak."

"Saya bangga sama kamu, Jev. Kerja bagus! Jarang-jarang ada pegawai saya yang rajinnya kayak kamu," pujinya sambil menepuk pelan pundakku.

Aku jadi merasa tak enak karena suasana kantor yang awalnya tampak ramai, kini menjadi senyap. Ditambah seluruh pasang mata dalam ruangan ini langsung tertuju padaku. Jangan tanyakan arti dari tatapan itu. Jelas mengisyaratkan akan ketidaksukaan mereka padaku.

Look At Me | EajTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang