Story by Eli Krisnawati
Semula Dijawab: Adakah contoh nyata dari pepatah "ucapan adalah doa"?
Ada. Saya bagian dari yang mendapat ucapan adalah doa
Nyesel? Lumayan sih. Sampe sekarang😂
Jadi, sejak maba 2018, saya udah suka banget sama si kating. Sebut saja mas Andri. Lama makin kenal, makin merasa "kok aku cocok ya sama dia? Kok sama ya visi misi hidupnya?" intinya, banyak banget kesamaan.
Dari situ, saya meniatkan diri untuk menikah muda di semester 5. Selain karena saya sudah siap secara mental, saya juga sedang menyiapkan keuangan karena sudah bekerja juga by remote. Dan saya melihatnya pun begitu. Dia udah kerja sebagai remote programmer di salah satu perusahaan telekomunikasi sejak semester 3.
Secara mental, dia udah siap untuk menikah. Begitu pula dengan finansial. Dan komunikasi kami makin intens sampai membahas tentang pernikahan, pola asuh anak, sharing buku, dll.
Saya juga tahu, bahwa dia adalah laki-laki yang bertanggungjawab. Laki-laki yang juga membuat saya meleleh ketika saya sakit hanya untuk membelikan minyak kayu putih jam 11 malam karena saat itu ada kegiatan di komunitas dan juga menuruti kemauan saya yang merengek makan jam itu juga. Laki-laki yang manja ke saya karena saat itu di acara komunitas kami sama-sama terbangun jam 3 pagi. Saat dia mengerjakan pekerjaannya, dia juga meminta saya untuk mengambilkan snack dengan suaranya yang manja seperti anak kecil.
Saya? Dengan senang hati melakukannya.
Laki-laki yang saya banget pokoknya. Udah siap mental, finansial, tutur katanya lembut, caring, gak pelit ilmu, peduli keluarga. Banyaklah, hal-hal baik yang ga bisa semuanya disebutkan.
Dan saya yakin seyakin-yakinnya, bahwa ia gak akan ada niatan untuk selingkuhin atau mengkhianati saya nantinya.
Ahaha, saya sudah berpikir sejauh itu. Tapi, memang benar kok dia begitu.
Hingga suatu titik, sepupunya bilang ke saya.
"El, kamu udah siap nikah belum? Aku jomblangin sama mas Andri, ya. Mas Andri pasti mau banget sama kamu. Aku juga mendukung kamu buat jadi kakak sepupuku. Aku ngliat kamu udah siap buat nikah"
Dalam benak saya, saya aslinya mau banget. Tapi, karena saya waktu itu masih semester 3, jadi hanya merespon candaan saja.
"Nanti, nunggu selesai semester 5 aja 😂"
Makin lama, si sepupunya cerita banyak banget soal mas Andri, yang membuatku makin yakin bahwa saya gak salah jika menjadikannya sebagai pasangan hidup.
"El, aku sebenarnya sedih kalau mas Andri nikah. Aku takut, nanti mas Andri jadi lupa sama aku. Soalnya, mas Andri tuh pengganti mas nya aku yang udah nikah. Aku takut kalau mas Andri nikah, dia ga boleh main ke aku oleh istrinya. Kalau sama kamu sih, aku yakin pasti masih bisa silaturahmi"
Dan apa responku?
"Kalau kamu takut, kamu nikah aja sama mas Andri. Kalian kan sepupu jauh, dalam Islam masih boleh kok untuk menikah"
"Gak, El. Aku nganggep mas Andri kaya kakakku aja. Gak lebih"
"Tapi, kalau jodoh.. Mana ada yang tahu?"
Lima bulan setelah kejadian itu, aku merasa komunikasiku dengan mas Andri udah gak intents. Merasa ada yang berbeda dan rasanya mau ngungkapin perasaan yang selama ini dipendam. Karena saya masih cukup malu, saya tanyakan saja pada sepupunya itu. Sudah ada calon atau belum.
Dan sedikit kagetnya, mas Andri sudah dijodohkan oleh orangtuanya. Tetapi, feelingku berkata bahwa mas Andri dijodohkan dengan sepupunya itu. Meskipun, si sepupunya belum mengakui.
Orangtuanya menjodohkan karena merasa anaknya sudah siap semuanya. Apalagi udah kerja sejak dari semester 3.
Mas Andri yang awalnya menolak, orangtuanya selalu membujuk karena ingin anaknya cepat menikah. Akhirnya, mas Andri menerima keputusannya itu.
Desember 2019, saya dikabarkan bahwa mas Andri akan menikah tahun depan. Dan ternyata benar, bahwa ia akan menikah dengan sepupunya.
Kaget? Engga begitu.
Tapi, saya menetawakan ucapan saya yang menjadi doa, bahwa:
Kalau kamu takut, kamu nikah aja sama mas Andri. Kalian kan sepupu jauh, dalam Islam masih boleh kok untuk menikah.
Dan mereka beneran menikah sebelum wisuda. Kalau tidak salah, bulan Mei 2020.
Tapi jujur, setelah saya mengungkapkan perasaan yang sedikit malu, saya justru ikut berbahagia. Iya, berbahagia karena sepupunya gak kehilangan sosok seperti kakaknya yang sekarang menjadi suaminya.
Bahkan, saya sangat bahagia ketika diundang ke acara pernikahannya.
Di titik ini, saya sadar bahwa ucapan adalah doa. Besok-besok, kalau saya sudah merasa cocok dengan lelaki dan ada yang menjomblangkan dengannya, saya akan memberanikan diri. Karena, saya gak mau kejadian ini terjadi lagi😂
Saya selalu merasa bahwa apa yang saya pilih takkan pernah salah. Tetapi, kalau belum jodohnya.. Saya bisa apa?
Sejak kejadian itu, saya tak lagi memikirkan tentang jodoh. Saya hanya memikirkan bahwa saya ingin lulus tepat waktu. Lucunya, saat ini saya baru selesai semester 5😂
KAMU SEDANG MEMBACA
CURHAT Pasutri
Non-FictionMembaca Ini Akan Membuka Cakarawala Pengetahuan Tentang Kehidupan Dari Segala sisi Cinta,Pernikahan,Anak,Rumah Tangga Jangan Lupa Vote :)