Mengatasi Keretakan Hubungan Suami dan Istri

109 15 0
                                    

Mengatasi Keretakan Hubungan Suami dan Istri

By

 Ustadz Ammi Nur Baits

 -

Pertanyaan:

Assalamu’alaikum Ustadz.

Satu tahun yang lalu, saya banyak mengurangi kegiatan keagamaan dan kemasyarakatan. Saya hanya mendatangi kegiatan pengajian ibu-ibu di perumahan saja yang diselenggarakan satu bulan 2 kali. Semua itu dikarenakan permintaan suami dan saya sepakat untuk meninggalkan semuanya dengan niat menjaga ketentraman dan nama baik suami dengan mengharap ridho Allah.

Ustadz, saya pun meminta suami untuk meninggalkan kegiatan reuni-reuni, pertemuan teman-teman lama yang menyita perhatian dan waktu untuk keluarga. Kegiatan tersebut menurut saya tidak menambah kebaikan suami saya, dan membuat suami saya tidak peduli dengan anak dan istri lagi, karena pertemuannya tidak pernah mengajak istri. Oleh karena itu saya minta suami saya untuk meningglkan kegiatan di atas.

Alhamdlillah dalam tahun 2012 – Febuari 2013  keluarga tentram, suami saya banyak meningkatkan ibadah, mudah menghafal doa-doa dan dia amalkan kesehariannya, dan selalu berjamaah dengan saya, karena anak-anak banyak sibuk di luar kegiatan sekolahnya, sehingga kami jarang berjamaah.

Ustadz yang dimuliakan, saya sudah pergoki 3x suami saya mulai bermain faceebook lagi, dan dia lakukan dengan slintutan/curi-curi waktu; ketika saya ijin terapi karena saya sakit,  saya rapat dengan ibu-ibu pengurus pengajian di masjid, sepulangnya saya, komputer cepat-cepat dimatikan dengan gugup, dan di kantor  selalu mencari perhatian. Sering obrolan dengan teman perempuan via sms, kebetulan saya mergoki di samping temannya. Cuma saya tidak tanya apa yang diobrolkan.

Dan ketika sampai di rumah saya masih tenang, agar saya bisa mencoba cari tahu di hp-nya obrolan via sms tadi, namun semua sms setiap pulang kerja sudah dihapus semua. Kebiasaan di rumah hp semua nada sms, telp disilent, dan hp tidak lepas dari genggamannya, tidur pun dipasang ditelinganya.

Saat sekarang saya diam tidak bicara jika tidak penting, dan sudah 3 hari, padahal batas marah tidak boleh lebih 3 hari, tapi hati saya masih berat karena kecewa.

Ustadz yang dimuliakan, yang saya tanyakan, saya harus bagaimana? Dan apabila saya ambil sikap akan kembali untuk beraktifitas kegiatan lagi bagaimana? Perasaan saya mengatakan bahwa akhirnya apa saja yang saya lakukan untuk suami saya (perhatian, mendampingi suka maupun duka, istikomah berjamaah, dll.) rasanya tidak ada artinya, toh tidak merubah perilaku dan kebiasaan yang tidak baik yang dimilikinya, hati saya  sakit, kecewa, sedih, bingung, padahal saya punya penyakit tumor jinak di rahim/mioma yang mengharuskan saya tidak boleh stress.

Mohon pencerahan Ustadz agar hati saya lebih kuat untuk kepasrahan hidup saya kepada sang Kholik, Maha Pencipta segala-segalanya.

Wassalamu’alaikum. Makasih.

Dari: Endang

Jawaban:

Wa’alaikumussalam

Pada intinya, permasalahan semacam ini sangat memungkinkan untuk diselesaikan dengan komunikasi. Masing-masing saling terbuka dan tidak menyimpan rahasia. Kami sangat yakin, saling menyimpan rahasia antara suami istri akan sangat membuat mereka berdua tertekan. Anda tertekan, dan Anda tidak perlu heran, sejatinya suami Anda-pun tertekan. Curi-curi waktu, merahasiakan aktivitas di hp, bicara pelan-pelan, semua itu pasti dilakukan dengan perasaan takut, was-was, dst. Jelas itu satu tekanan bagi suami Anda.

Demikian pula Anda, merasa cemas, risih dengan suami yang mulai merahasiakan sesuatu yang selayaknya tidak dirahasiakan, cemas, pusing, bertumpuk perasaan cemburu dan marah dengan tindakan suami. Di sisi lain, anda tidak bisa minta suami untuk terus terang dengan sikapnya. Jelas ini menjadi tekanan psikis tersendiri bagi anda.

Istri marah terhadap suami atau suami marah kepada istri, adalah yang wajar. Karena itu tabiat manusia. Tapi jika kondisi semacam ini dibiarkan, kemudian masing-masing enggan untuk terbuka, selamanya akan menjadi bara panas bagi keluarga dan rumah tangga.

Harus Ada yang Memulai

Ya, harus ada yang memulai. Memulai membuka diri dan menyampaikan perasaan, memulai meminta maaf atas kesalahan, memulai memahami perasaan pasangannya, memulai dan mengawali mengajak untuk menyelesaikan masalah.

Kita sepakat, rumah tangga paling sempurna di dunia ini adalah rumah tangga manusia terbaik, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, meskipun tanpa dihiasi dengan harta. Itu artinya, kebahagiaannya bersifat hakiki, bukan karena motivasi dunia.

Salah satu cuplikan sejarah rumah tangga beliau, yang bisa kita tiru, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam selalu memulai melakukan ishlah (membangun kerukunan) setiap ada masalah.

Anas Mengisahkan,

كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عِنْدَ إِحْدَى أُمَّهَاتِ الْمُؤْمِنِينَ، فَأَرْسَلَتْ أُخْرَى بِقَصْعَةٍ فِيهَا طَعَامٌ، فَضَرَبَتْ يَدَ الرَّسُولِ، فَسَقَطَتِ الْقَصْعَةُ، فَانْكَسَرَتْ، فَأَخَذَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْكِسْرَتَيْنِ فَضَمَّ إِحْدَاهُمَا إِلَى الْأُخْرَى، فَجَعَلَ يَجْمَعُ فِيهَا الطَّعَامَ، وَيَقُولُ: غَارَتْ أُمُّكُمْ

“Suatu ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berada di rumah salah satu istrinya. Ternyata ada istri beliau yang lain, mengirim makanan kepada beliau. Spontan sang istri yang sedang mendapatkan jatah gilir ini, langsung memukul tangan Rasulullah, jatuhlah piring berisi makanan itu, dan pecah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun mengambil serpihan pecahan-pecahan itu, dan beliau kumpulkan. Beliau juga mengumpulkan makanan yang berserakan. Sambil bersabda: “Ibumu sedang cemburu.” (HR. Bukhari, Nasai, dan yang lainnya).

Untuk bisa seperti ini, Anda butuh modal kejelian dalam memahami perasaan orang lain. Sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau tipe suami yang sangat peka dan mahir dalam membaca segala hal, termasuk suasana hati istrinya.

Aisyah menceritakan,

قَالَ لِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ: إِنِّي لَأَعْلَمُ إِذَا كُنْتِ عَنِّي رَاضِيَةً، وَإِذَا كُنْتِ عَلَيَّ غَضْبَى . قَالَتْ: فَقُلْتُ مِنْ أَيْنَ تَعْرِفُ ذَلِكَ، فَقَالَ: أَمَّا إِذَا كُنْتِ عَنِّي رَاضِيَةً فَإِنَّكِ تَقُولِيْنَ لاَ وَرَبِّ مُحَمَّدٍ، وَإِذَا كُنْتِ غَضْبَى قُلْتِ لاَ وَرَبِّ إِبْرَاهِيمَ. قَالَتْ: قُلْتُ أَجَلْ وَاللَّهِ يَا رَسُولَ اللَّهِ، مَا أَهْجُرُ إِلاَّ اسْمَكَ

“Pada suatu hari, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepadaku, ‘Sungguh, aku mengetahui bila engkau ridha kepadaku, demikian pula bila engkau sedang marah kepadaku.’ Spontan, Aisyah bertanya, ‘Dari mana Anda dapat mengetahui hal itu?’ Rasulullah menjawab, ‘Bila engkau sedang ridha kepadaku, maka ketika engkau bersumpah, engkau berkata, ‘Tidak, demi Tuhan Muhammad. Namun bila engkau sedang dirundung amarah, maka ketika engkau bersumpah, engkau berkata, ‘Tidak, demi Tuhan Ibrahim.’’ Mendengar penjelasan ini, Aisyah menimpalinya dan berkata, ‘Benar, sungguh demi Allah, wahai Rasulullah, ketika aku marah, tiada yang aku tinggalkan, kecuali namamu saja.’” (HR. Bukhari dan Muslim)

Sekali lagi, komunikasi adalah ruh bagi keluarga. karena dengan ini, Anda bisa menghilangkan perasaan buruk sangka dan dugaan-dugaan lainnya terhadap pasangan Anda. Jika Anda masih sangat malu harus menyampaikan langsung, Anda bisa manfaatkan sarana di sekitar Anda. Bisa sms, email, atau inbox facebook. Sarana ini akan sangat membantu Anda mengungkapkan perasaan, di saat Anda malu untuk menyampaikanya langsung.

Semoga bermanfaat, Allahu a’lam.

Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina KonsultasiSyariah.com)

CURHAT PasutriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang