"Promised"

370 12 0
                                    

Aily baru saja membeli sebuah permen warna-warni di sebuah toko yang tidak sengaja ia temukan di pinggir jalan. Bersama dengan sang kekasih di hari Minggu ini, Aily hanya ingin menikmati liburannya bersama kekasihnya. Memutuskan untuk menemani sang kekasih yang dari tadi masih sibuk menikmati permennya, sembari duduk di sebuah kursi pinggir taman.


Kemudian, gadis itu memperhatikan sang kekasih yang tersenyum menatapnya. Lidahnya terjulur berkali-kali menjilati permen yang di genggamnya. Tak tahan dengan keimutannya, pun Aily mulai mengelus surai kekasihnya.

"Senang ya, Shin belikan permen? Nanti Shin belikan lagi untuk Seokjin yang banyak-banyak, mau tidak?"

Kekasihnya hanya tersenyum dan mengangguk berkali-kali. Tentu saja tidak dengan sahutan, sebab hanya bahasa tubuh saja yang bisa Shin terima dari kekasihnya.

"Oh, iya. Kata bunda, mulai besok Seokjin harus terapi lagi ke rumah sakit. Harus mau, ya?"

Dengan cepat kekasihnya menggeleng dengan wajah yang ditekuk, cemberut lebih tepatnya.

Aily menggenggam lembut tangan kekasihnya, "Kenapa tidak mau? Kan, nanti Shin akan temani Seokjin. Kalau Seokjin tidak mau terapi, Seokjin tidak akan sembuh. Terus, Shin jadi sedih. Seokjin mau lihat Shin sedih begini?"

Kekasihnya lagi-lagi menggeleng pelan, kali ini dengan lengkungan di bibirnya. Permen yang dari tadi dinikmati, dibiarkan begitu saja dan masih di genggamnya.

"Kalau tidak mau buat Shin sedih terus, Seokjin harus ikut terapi, ya? Janji kok, Shin akan temani Seokjin sampai selesai. Bila perlu sampai Seokjin sembuh. Nanti Shin akan bahagia. Seokjin mau lihat Shin bahagia kan?"

Pria itu mengangguk pelan. Kemudian, Aily meraih kedua pergelangan tangan kekasihnya. "Seokjin harus sembuh. Pokoknya harus menurut apa yang Shin bilang. Ini semua demi kebaikan Seokjin juga kan? Kalau Seokjin sembuh, artinya Seokjin juga membuat Shin bahagia. Itu janji Seokjin pada Shin kan? Ayo, tepati janji Seokjin."

Kekasihnya tersenyum, kemudian mengangguk.

"Tenang saja, nanti Shin akan di samping Seokjin sampai terapinya selesai. Jangan takut lagi, ya? Masa kekasihnya Shin jadi penakut begini? Ah, tidak jantan, ah! Pokoknya kekasih Shin harus jadi pemberani."

Seokjin tersenyum lagi. Mengarahkan permen yang digenggamnya pada Aily, gadisnya kemudian terkekeh. "Masa Seokjin mau memberi Shin permen bekas, sih? Tidak mau. Manisnya sudah hilang karena dia pindah ke sini." Aily meraup wajah kekasihnya dengan gemas.

Pun, Seokjin ikut terkekeh dan kembali menikmati permennya. Namun, tiba-tiba saja air mukanya serius. Seokjin mengusap surai gadisnya. Aily terkejut, pandangannya menoleh pada kekasihnya.

"Seokjin mau bicara?" Pria itu mengangguk.

".. Mau bicara apa?" Mata Shin kemudian menatap Seokjin yang sama seriusnya.

Tangan Seokjin bergerak, mengisyaratkan sesuatu yang ingin disampaikan kepada Shin. Dengan hati-hati, Shin mencoba memahami gerakan tubuh Seokjin.

".. Seokjin tidak akan takut lagi kalau ada Shin. Asal Shin mau temani Seokjin sampai selesai terapi, Seokjin akan menurut. Seokjin tidak mau buat Shin sedih lagi. Apapun itu yang Shin katakan, Seokjin akan melakukannya. Terimakasih ya, Shin. Seokjin sangat sayang Shin.."

Berakhir pria itu menyudahi menggerakkan jari dan tangannya. Kemudian, Seokjin tersenyum pada Shin.

Pun, gadis itu mengusak rambut kekasihnya. Tatapan mereka sudah saling mengunci. Aily tersenyum dengan pria itu, "Ah.. Shin mengerti. Shin juga sangat sayang Seokjin."

BTS (ONE-SHOOT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang