"Pokoknya, Kakak tidak mau tahu. Lia harus menjauhi pria itu. Dia bukan pria yang baik-baik, Lia."
Semenjak kekasihku datang ke rumah, Kak Namjoon jadi seperti ini. Baru beberapa detik pacarku pulang, dia sudah marah-marah tidak jelas. Malah menyalahkan pacarku, bilangnya selalu menganggap bukan pria yang baik-baik lah, aku harus menjauhi lah. Pokoknya, asal aku sedang dekat dengan laki-laki, Kak Namjoon selalu menyebalkan seperti ini.
"Bilang saja Kakak iri denganku 'kan, karena tidak ada perempuan yang mau sama Kakak? Dasar tidak laku! Menyebalkan! Selalu saja menganggu kesenanganku. Kak Namjoon nyebelin! Aku benci Kakak!"
Pintu kamar langsung kubanting dengan kasar, aku merebahkan tubuh di ranjang dan menangis. "Kenapa sih, aku dilahirkan harus memiliki kakak laki-laki? Lebih baik aku tidak usah punya kakak laki-laki saja sekalian, kalau menyebalkan seperti Kak Namjoon. Dia tidak pernah membahagiakanku."
Sedangkan di luar kamar, Kak Namjoon mengetuk pintu berkali-kali. "Lia, Kakak mau bicara sebentar. Buka pintunya! Kau belum makan sejak siang tadi, kan? Kakak buatkan pie susu dan sosis bakar kesukaan Lia. Ayo, kita makan sama-sama."
"Tidak mau! Kak Namjoon tidak sayang Lia. Aku benci Kakak! Makan sana sendiri! Lia ingin mogok makan saja."
"Lia..."
"Kakak pergi! Jangan ganggu aku lagi, Kak."
"Kakak tidak akan pergi sebelum Lia buka pintunya."
"Pergi kubilang, Kak!" ujarku masih sesegukan. Sedangkan, suara Kak Namjoon tidak lagi kudengar.
Aku benar-benar membiarkan untuk tidak membukakan pintunya dan hanya berbaring di ranjang selama tiga jam. Sebenarnya, perutku lapar sekali. Beberapa kali bunyi dan terasa perih. Aku haus dan ingin makan, tetapi aku juga masih marah dengan Kak Namjoon.
Ini sudah pukul satu malam, kupikir Kak Namjoon sudah masuk ke kamarnya dan tidur. Tapi, ah! Persetan dengan ego-ku, rasa laparku tidak lagi bisa ditahan. Aku benar-benar butuh tenaga, mengingat selama tiga jam aku hanya terus menagis dan memukul-mukul bantal. Menangis itu ternyata juga mengeluarkan banyak tenaga.
Kubuka pintu, ternyata Kak Namjoon masih di depan kamarku. Dia tertidur dengan posisi duduk dan punggungnya menyender ke dinding. Tidak kusangka, Kak Namjoon menungguku selama ini hanya untuk memastikan aku membuka pintunya dan baik-baik saja.
Tapi, tetap saja aku masih benci Kak Namjoon!
"Ah, masih ada rasa lapar ternyata? Untung Kakak masih di sini. Kalau tidak, Lia tidak bisa makan. Di dapur cuma ada ramen, Kakak tidak akan membiarkan Lia makan makanan tidak sehat terus-terusan." Kak Namjoon menguap, matanya juga terlihat masih menahan kantuk.
Aku tidak mempedulikannya, "Biarin Lia makan ramen saja!"
"Tidak," sela Kak Namjoon. "Lia boleh makan apa saja, bebas. Asal tidak ramen lagi. Kemarin-kemarin baru buat, kan? Lia mau makan apa? Biar Kakak yang buatkan."
Tidak kutanggapi celotehnya.
"Pie susu? Kimchi? Bacon? Steak atau apa?" tawarnya lagi. Kemudian, aku berpikir ingin Bacon, sebab sudah lama sekali aku tidak memakan itu. Tapi, aku keingat makanan yang sebelumnya Kak Namjoon buatkan.
"Aku makan Pie yang tadi Kakak buat saja." Ujarku dan kemudian menarik nampan berisikan pie susu dan sosis bakar.
Kak Namjoon dengan cepat menarik nampannya kembali, "Ini sudah lama. Takut rasanya aneh dan Kakak khawatir juga sudah basi. Biar Kakak buatkan yang baru saja, ya? Lia tunggu di ruang depan sebentar."
KAMU SEDANG MEMBACA
BTS (ONE-SHOOT)
FanfictionBeberapa rangkaian cerita yang sekali habis. Banyak ide, tapi cuma mampu bikin yang sekali end aja. But, happy Reading. Aku menyediakan beberapa variasi cerita disini. Semoga suka. (p.s : untuk cast, bisa diketahui dari cover yang sudah disediakan d...