"Tomorrow with You (2)"

17 1 0
                                    

*:..。o○ ○o。..:*


"Aku pusing karena ingin dijodohkan." Ujar Seokjin yang tiba-tiba bercerita.


Detik selanjutnya, Saachi menoleh padanya. "Nde?"

"Aku bekerja karena kabur dari rumah. Ternyata, jauh dari Ayah dan Ibu itu tidak enak. Aku anak terakhir, apa-apa terbiasa dilayani asisten. Tapi, semua ini harus kulakukan karena ingin menghindari perjodohan yang sama sekali tidak kuinginkan itu."

Wajah Saachi seolah merasa kasihan. "Loh, bukannya kalau ingin menikah itu harusnya senang, ya? Jangan sedih seperti ini, dong. Ayo, Seokjinie harus senyum karena sebentar lagi masa lajangmu akan segera berakhir." Saachi terkekeh alih-alih menggoda pria itu.

"Tapi, bukan gadis itu yang kuinginkan, Saachi. Aku tidak pernah mengenalnya, apalagi mencintainya."

Saachi lantas tersenyum, "Kalau kau bertemu dengannya nanti, aku yakin kau akan mencintainya. Tak kenal, maka tak sayang. Begitu kata pepatah, kan? Jadi, kau harus belajar mengenalnya lebih dulu."

"Kau yakin aku bisa mencintanya?"

"Seokjinie anak yang baik, aku yakin semuanya akan berjalan sesuai apa yang kau harapkan dan kau akan bahagia." Ujar Saachi, berusaha menenangkan pria itu.

Tapi, detik selanjutnya Seokjin hanya tertawa pelan. "Tahu dari mana kalau aku anak yang baik? Kita baru saling mengenal, loh."

"Memangnya, kau bukan anak baik?" tanya Saachi dengan nada yang sedikit mengejek.

"Iya, dong. Aku anak yang baik. Kalau aku tidak baik, kita tidak bisa jadi teman. Hahaha." Seokjin tertawa sembari menggeleng berkali-kali dan bertepuk tangan.

"Ya sudah, kalau begitu jangan sedih lagi." Saachi berujar bersama dengan seulas senyum yang tak bisa diartikan pria itu.

Seokjin meraih tangan Saachi untuk digenggamnya. "Kok, aku merasa nyaman ya, sama kamu? Rasanya tenang sekali setelah berbicara denganmu."

"Hahaha, bisa aja kamu. Yuk, ah. Jalannya cepetan! Nanti kalau aku terlambat sampai rumah, Ayah dan Ibu menghukumku lagi."

Sampai di depan rumahnya, Saachi langsung mendapat tatapan dingin dan tajam oleh Kakak tirinya yang sudah berdiri di depan pintu. Sambil menekuk tangannya di dada, Kakaknya memperhatikan Saachi sekaligus pria yang ada di sebelahnya dari atas hingga bawah.

Seokjin tersenyum, "Selamat malam, Kak. Maaf, tadi Saachi saya ajak makan dulu sebelum pulang. Ah, maksudnya saya yang meminta Saachi untuk temani saya. Jangan marah padanya, ya. Ini semua salah saya."

Enggan menanggapi, Kakak tirinya hanya diam dan tatapannya berpindah pada Saachi. "Kau tidak pernah bilang kalau pacaran dengan pria lusuh ini sebelumnya."

"Kak!"

Barulah Seokjin mengerti mengapa Saachi sangat ragu saat dirinya hanya mencoba untuk mengajak gadis itu makan malam. Tetapi, Seokjin tak ingin banyak bicara dan memperpanjang masalah.

Dirinya hanya diam saat mengetahui sikap gadis yang diketahui Kakak tiri Saachi ini. Kakak beradik yang memiliki attitude sangat bertolak belakang, batinnya.

"Kak, Seokjin ini hanya mengantar Saachi pulang. Kita bukan sepasang kekasih."

Kakaknya menyunggingkan senyum, "Baguslah kalau begitu. Ayah dan Ibu tidak harus repot-repot menutupi aibmu jika berpacaran dengan pria kucel ini."

BTS (ONE-SHOOT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang