"Friendshit!"

29 2 0
                                    

Gadis bernama Jeon Cheonsa itu masih berlari kecil mengejar bis yang melewati sekolahnya. Nampaknya, ia sudah tidak kuat lagi. Langkahnya perlahan melemah dan tubuhnya lunglai, sebab jika lari pun tidak sebanding dengan bis-nya yang melaju begitu cepat.

Cheonsa mengais napas. Bingung, lelah, takut, semuanya bercampur menjadi satu menghantui pikirannya. Seharusnya lima belas menit lagi bel sekolah dibunyikan dan kelas akan memulai pelajaran. Namun, Cheonsa masih di sini. Di halte dekat rumahnya. Apa yang harus ia lakukan?

Naik taksi online? Sedangkan, ponselnya sudah seminggu yang lalu disita oleh sang Ayah, sebab ia tidak pandai mengatur waktu belajarnya.

Sudah tahu bis yang melewati sekolahnya jarang sekali lewat. Sekali lewat, harus menunggu bis lain sekitar tiga puluh menit lebih, mungkin. Mau bagaimana lagi? Terpaksa dia harus menunggu sekitar segitu. Entahlah, mau jadi apa jika sudah sampai di sekolahnya.

Mau dihukum Pak Jung membersihkan toilet sekolah, ya sudahlah. Mau dihukum Pak Kim membuat referensi tugas seratus lembar pun tidak masalah. Toh, Cheonsa itu sudah kebal sekali dengan hukuman-hukuman menyeramkan begitu.

Cheonsa menyesal, kalau saja dia membawa sepeda seperti yang dibilang Ibunya, mungkin tidak akan terlambat begini, alasannya karena malas. Memang ya, malas itu efek sampingnya banyak sekali. Cheonsa jadi kesal dan marah-marah sendiri di tengah jalan.

"Ugh! Ayolah, ini baru seminggu masuk sekolah. Cheonsa, dirimu tidak mungkin berbuat ulah, kan? Sungguh awal tahun yang menyebalkan."

Mau tidak mau, gadis itu berakhir memanggil taksi yang tidak sengaja lewat di depannya. Walaupun uang jajannya akan habis hanya untuk ongkos, biarlah daripada dia terlambat ke sekolah?

Setelah dua puluh menit, akhirnya sampai juga di gerbang sekolahnya. Gerbang sudah digoyangkan beberapa kali, namun Cheonsa belum juga menemukan penjaga sekolah.

"Tidak ada cara lain."

Hanya bermodal tekad, akhirnya gadis itu memilih untuk naik ke atas pagar. Berniat memanjat sampai bisa masuk, tetapi belum sampai atas, penjaga sekolahnya berteriak menyuruh turun.

"Hei, turun! Anak gadis tidak baik manjat-manjat. Ngapain, sih?"

"Habisnya Bapak tidak ada. Saya dari tadi sampai gedor-gedor gerbang, Bapak tidak dengar juga." Jawabnya santai.

"Lagian, kenapa jam segini baru datang? Ini terlambat setengah jam, tau! Semua murid sudah masuk kelas."

Cheonsa menghela napas, "Maaf, Pak. Tadi saya ketinggalan bis. Jadinya harus tunggu bis lain lagi, lewatnya lama. Ini saja saya naik taksi karena takut terlambat."

"Ini sudah terlambat!"

Cheonsa menundukkan kepalanya, "Ya maaf, Pak." Kemudian, gadis itu terkekeh. "Gerbangnya bisa dibuka?"

"Sesuai peraturan, terlambat lima menit saja tidak ada ampun."

"Sial, peraturan siapa? Pak Yoon, ya?" ujar Cheonsa tidak terima.

Pria paruh baya itu mengangguk. Sedangkan Cheonsa menghentakkan kakinya, "Ugh! Memang sialan guru itu. Bejat sekali sih, sampai terlambat lima menit saja muridnya tidak boleh masuk! Kusumpahi jomblo seumur hidup baru tau rasa!"

"Ahjussi, bisa tolong buka gerbangnya?"

Tiba-tiba saja seseorang lagi menghampiri drama mereka. Laki-laki mengenakan hoodie hitam dan membawa ransel sambil bersiul ria. Jalannya santai dan arrogant dengan sebuah kaca mata hitamnya.

Sudah bisa dipastikan, pikir Cheonsa pria ini murid baru sekolahnya.

"Oh, Tuan Seokjin? Katanya anda datang dari Barcelona besok pagi? Kenapa hari ini ke sekolah?"

BTS (ONE-SHOOT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang