Aku masih menikmati hujan di balik jendela ruang kelas. Sembari menggoreskan tinta pada buku tulis serta memainkan kata demi kata, suasana bising tak membuatku terganggu sama sekali. Jelas saja, jika sedang menulis, memang biasanya aku menutup telingaku dengan headset dan memutar beberapa lagu.
Maklum, salah satu inspirasi yang bisa kudapat yaitu dari musik. Meskipun kadang-kadang juga dari gambar, tetapi musik adalah ide terbaik yang sangat membantuku untuk membuat sebuah tulisan yang menghasilkan karya. Aku suka menulis, sangat suka malahan. Mungkin, alasannya karena aku menginginkan suatu hal atau kejadian yang kuciptakan dalam imajinasiku bisa dirasakan orang-orang juga.
Aku ingin siapapun yang membaca tulisanku, seakan mereka masuk dan terjun ke dalam alur dunia yang kubuat sendiri. Kupikir itu menyenangkan, mengingat betapa mulianya membuat orang-orang bisa senang, meskipun hanya dari cerita yang kutulis. Pekerjaan mulia, bukan? Ah, tidak. Maksudnya, ini satu-satunya hal yang membuatku bahagia. Menulis itu cukup menghibur, menurutku.
Sedang tersenyum sendiri, aku dikejutkan oleh bunyi ponselku yang tiba-tiba menerima pesan masuk. Yang lebih membuatku kesal lagi, pasalnya nama seseorang yang jaraknya tak jauh dari tempat dudukku.
Kami hanya berbeda barisan, namun sejajar.
Aku menoleh ke arahnya dan menatapnya tajam, sedangkan dia juga menatapku bersama senyumannya sembari menompang dagu. Setelah melihat dia seperti ini, bagaimana bisa kesal? Akhirnya, aku ikut terkekeh.
Kubaca pesan darinya;
"Lia pasti sedang memikirkan dia lagi."
Hanya itu.
Dan tentu saja membuatku langsung berpikir kembali. Apa benar, aku tengah memikirkannya? Memikirkan laki-laki yang belum tentu memikirkanku juga? Apa justru karena memikirkannya, aku jadi mendapat inspirasi? Memikirkan laki-laki yang padahal sudah disukai oleh wanita lain.
Aku tahu, ini salah. Tetapi yang namanya perasaan, tidaklah mudah berpindah seperti membalikkan telapak tangan. Lagi pula, aku yang menyukainya lebih dulu, kok. Walaupun dia belum tentu menyukaiku, setidaknya aku selalu berusaha memberikan sesuatu padanya. Ya, meskipun dia selalu menolak dan lebih memilih untuk menerima pemberian gadis itu.
Lamunanku dibuat terhenti, sebab lelaki itu kembali mengirimi aku pesan; "Tebakanku benar, kan? Mukamu itu jelas sekali kalau sedang bucinin dia."
Aku menatap tajam lagi ke arahnya.
Ih, Jin-nie menyebalkan!
🦋🦋
"Ya sudah, begini saja. Pulang sekolah nanti mau ikut aku jalan-jalan dulu, tidak?"
Setelah membaca pesannya lagi, amarahku mereda seketika. Senyumku perlahan merekah. Biar menyebalkan seperti itu, tapi sahabatku satu ini adalah satu-satunya orang yang paling bisa membuatku senang lagi.
Dia selalu tahu bagaimana caranya membuat aku bahagia.
"Aku traktir es krim, deh."
Ditambah lagi kalau sudah dijanjikan membeli makanan kesukaanku, dijamin sembilan puluh sembilan persen aku menolak.
"Ini janji, loh."
Kulihat dia tersenyum dan mengangguk-angguk ke arahku.
Seperti biasa, Jin-nie selalu berhasil membuatku berhenti membucin laki-laki itu lagi dan hanya bisa memikirkannya.
"Sudah ah, jangan sedih-sedih lagi. Lia ini tidak pantas kalau bersedih terus memikirkan dia. Lebih baik mikirin aku. Apa Lia tidak mau memikirkan seseorang worldwide handsome ini?"
KAMU SEDANG MEMBACA
BTS (ONE-SHOOT)
FanfictionBeberapa rangkaian cerita yang sekali habis. Banyak ide, tapi cuma mampu bikin yang sekali end aja. But, happy Reading. Aku menyediakan beberapa variasi cerita disini. Semoga suka. (p.s : untuk cast, bisa diketahui dari cover yang sudah disediakan d...