"Tomorrow with You (1)"

21 1 0
                                    

Malam ini, Saachi menangis lagi. Bukan menjadi alasan mengapa dirinya terlahir dan dibesarkan oleh keluarga yang sama sekali tidak menginginkan dirinya ada di rumah ini. Namun, kematian Ibu kandungnya membuat Ayah Saachi menikah lagi, dan Saachi sendiri harus memiliki Ibu dan satu Kakak tiri. Benar kata pepatah, jika kehidupan ini tidaklah sepenuhnya dapat terjadi apa yang kita harapkan.

Sudah dirawat dan tinggal bersama Ibu serta Kakak tirinya, sang Ayah jatuh sakit dan mengakibatkan meninggal dunia. Di saat itu, kehidupan Saachi seolah tenggelam dalam kesunyian. Kisah sedih selalu terjadi di dalam hidupnya. Saachi seperti terlahir dan hidup kembali di dunia yang berbeda. Saat itu, usia Saachi baru beranjak sepuluh tahun. Namun, Ibu dan Ayahnya begitu cepat meninggalkan kehidupannya.

Ibu tirinya memilih untuk menikah lagi. Dan kini, Saachi hidup diantara Ayah, Ibu, juga Kakak tiri.

Tetapi, waktu akan terus berlalu hingga gadis itu tumbuh semakin dewasa.

"Saachi, segera siapkan sarapan kami!"

"Saachi, pergi ke pasar dan masak untuk makan siang!"

"Saachi, cepat cuci baju!"

"Saachi, sikat kamar mandi!"

"Saachi, bersihkan rumah!"

"Saachi!"

"Saachi!"

"Saachi!"

Sudah menjadi makanan sehari-harinya setiap penghuni rumah meneriaki gadis itu untuk melayani keluarganya. Mulai dari tugas rumah, tugas kampus, Saachi dituntut harus siap dua puluh empat jam mengorbankan segala tenaganya sejak Ayah dan Ibu kandungnya meninggal.

Terkadang, ingin istirahat sebentar saja, Ibu ataupun Kakak tirinya dengan tega menyuruhnya melakukan apapun. Segala hal, Saachi bisa lakukan. Menjadi montir? Saachi bisa. Memperbaiki barang-barang yang rusak? Saachi bisa. Menjadi kuli bangunan? Saachi juga bisa. Mengurus bayi dan anak kecil? Bahkan, itu sudah menjadi pekerjaan sampingannya.

Beruntungnya, gadis itu tumbuh menjadi pribadi yang mandiri dan dewasa.

Seperti saat ini.

Pulang bekerja, pemandangannya selalu sama. Tidak rumah, tidak kamarnya ... semua berantakan bak kapal pecah. Membuang tas selempangnya di sofa, Saachi langsung disuguhi oleh pekerjaan lagi.

"Sudah pulang?" sang Ayah tiba-tiba datang dari arah dapur dengan muka bantal.

"Baru saja." Jawab Saachi. "Ke mana Ibu dan Kak Aily, Yah?"

"Sudah tidur duluan. Kau kalau mau makan, pesan online saja, ya. Makanan yang kau masak tadi pagi sudah habis."

Saachi menoleh pada Ayahnya,"Secepat itu? Ayah, padahal aku sengaja masak banyak untuk jatahku sekalian. Kenapa aku tidak pernah disisakan, sih? Uang gajiku sudah habis untuk bayar kuliah, Ayah."

Sang Ayah dengan wajah tak peduli hanya berlalu ke kamar dan melanjutkan tidurnya lagi. Meninggalkan Saachi dengan keadaan lelah dan lapar.

"Tidak usah bersisik dan banyak komplain. Ayah mau tidur lagi. Hush!"

Mau bagaimana lagi? Setelah selesai merapikan rumah dan kamarnya, Saachi bergegas ke dapur untuk melihat sisa makanan yang ada di kulkas. Inginnya, Saachi menemukan setidaknya kue atau sisa lauk bekas dua atau tiga hari sebelumnya.

Dia hanya menemukan beberapa potong tahu. Beruntungnya, gadis itu bisa memasak lauk sisaan. Kalau tidak, Saachi pasti tertidur dengan keadaan lapar lagi.

BTS (ONE-SHOOT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang