41- Apocalypse

955 98 50
                                    

Catatan: Aku tidak tahu apakah penulisanku akan cukup kuat untuk mempengaruhi kalian, tapi kalau sekiranya kalian sedang capek sekali mungkin sebaiknya jangan baca chapter ini dulu. Bisa dibaca lagi kalau nanti sudah merasa lebih baik ^^

Enjoy the ride!

•••

Lari.

Lari.

Lari.

Jihyo terus berlari tanpa memedulikan kakinya yang sudah hampir mati rasa. Debu beterbangan yang membuat matanya perih dan napasnya tercekat, tidak mampu memperlambat laju lari gadis itu. Ia mengepalkan tangannya erat, mengayunkan lengannya kuat-kuat, dan memaksa kedua kakinya untuk terus bergerak.

Suara-suara menyeramkan di belakangnya terasa semakin dekat . Sialan. Makhluk-makhluk yang sudah tidak memiliki jiwa itu tidak punya rasa lelah rupanya.

Napas Jihyo mulai tersengal. Pergerakan kakinya mulai melambat, dan pandangannya mulai mengabur.

Di tengah itu semua, mata sang gadis menyapu keadaan sekitarnya. Mencari kemungkinan adanya tempat bersembunyi, atau sesuatu yang bisa ia gunakan untuk bertahan. Nihil. Semua sudah rata dengan tanah.

Gadis itu merutuk pelan. Kalau menuruti egonya, Jihyo lebih memilih menyerahkan dirinya pada segerombolan mayat hidup yang mengejarnya itu. Karena toh, untuk apa dia hidup di tengah dunia yang sudah runtuh dan tidak ada harapan lagi ini?

Namun, ketika mengingat bagaimana Ayah dan Ibunya mengorbankan diri mereka agar Jihyo tetap hidup, rasanya ia akan menjadi anak durhaka. Apalagi ibunya berpesan—sebelum beliau mengorbankan diri menjadi umpan agar Jihyo bisa kabur— bahwa ia harus menemukan adiknya. Menemukan adik kembarnya. Hyoji.

Air mata menggenang di pelupuk gadis itu. Mendadak ia merindukan adik kembarnya, merindukan kedua orang tuanya, merindukan segalanya saat semua masih baik-baik saja.

Dalam hati, Jihyo berharap bahwa semua ini hanya mimpi buruk, dan sebentar lagi ia akan terbangun.

BRUKK!

Jihyo jatuh tersandung karena ia tidak memperhatikan jalan di depannya. Ia meringis kesakitan. Sambil mencoba beringsut, gadis itu membalikkan badannya. Tiga zombie yang sedari tadi mengejarnya, kini hanya tinggal beberapa meter saja.

Jihyo ingin sekali bangkit dan melanjutkan larinya. Tapi badannya medadak kaku karena rasa takut yang amat sangat. Keringat dingin nan deras mulai mengucur di dahinya. Ia mencoba berteriak, tapi tak ada suara yang keluar.

Jarak antara Jihyo dan makhluk tak berjiwa itu tinggal dua meter. Sambil menangis memohon maaf pada kedua orang tuanya, pada adiknya, Jihyo memejamkan matanya.

Satu detik.

Dua detik.

Tiga detik.

Saat Jihyo sudah benar-benar pasrah pada takdir, tanpa ia duga seseorang menyelamatkannya.

DORRR!

DORRR!

DORRR!

Tiga tembakan lalu hening seketika. Suara-suara zombie yang mengerikan itu kini hilang. Perlahan Jihyo membuka matanya, dan menyaksikan ketiga mayat hidup itu terkapar tidak bergerak.

Belum selesai Jihyo memproses apa yang baru saja terjadi, seseorang meyambar lengannya. Memaksa gadis itu untuk segera berdiri. Jihyo menoleh dan mendapati seorang perempuan yang mungkin seumuran dirinya, sedang menatapnya dengan serius.

A Cup of Tea || Yoongi x JihyoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang