49- Loops

663 78 39
                                    

Y.
Aku di depan rumahmu.

Mataku yang tadinya sudah terasa berat, kini terbuka lebar menatap sebaris pesan singkat di layar ponselku. Berkali-kali aku mengerjapkan mata tidak percaya. Buru-buru menyingkap selimut hangat yang kupakai —nyaris terjatuh dari tempat tidur karena rasa gugup yang mendadak menguasai tubuhku.

Kakiku bergerak cepat menuju jendela kamar yang menghadap jalanan di depan rumah. Benar. Kau di sana. Berdiri di samping sedan klasikmu, dengan sebatang nikotin terselip di antara bibir.

Untuk sesaat aku masih betah memandangimu dalam diam. Dan seperti digerakkan oleh ikatan tak terlihat, kau mendongakkan kepala ke arah kamarku di lantai dua. Kau menarik senyum tipis. Tahu kalau aku sedang berdiri di balik jendela.

Aku membalas dengan sebaris senyum lebar. Dengan segera membalikkan badan dan mengganti pakaian dengan cepat. Menatap cermin untuk merapikan rambut dan memulas warna merah pada bibir. Detik berikutnya, aku menyambar tas serta jaket, dan sepelan mungkin mengendap-ngendap keluar rumah.

Derap langkahku tak bisa kutahan lagi begitu kakiku menginjak rumput halaman.

"Aku kira kau sudah tidur." Katamu dengan senyum saat aku tiba di hadapanmu.

Aku menggelengkan kepala sebagai jawaban. Mataku masih lekat menatap wajahnya. Perasaan senang yang membuncah tak bisa aku sembunyikan dari wajahku.

"Masuklah."

Dan aku menurut. Segera membuka pintu mobil dan mendudukkan diri di kursi sebelah pengemudi. Mataku menyapu mobilmu, tak banyak yang berubah. Kemudian tawa kecil keluar di bibirku saat aku melihat sesuatu tergantung di spion tengah.

"Kau masih menyimpan ini?"

Kau yang baru mendudukkan diri menoleh. "Huh?"

Aku menunjuk ke arah anyaman bunga yang sudah mengering tergantung di spion tengah. Paham dengan maksudku, kau mengedikkan bahu sambil menyalakan mesin mobil.

"Kau bilang itu bisa menghalau kesialan, jadi aku menyimpannya." Katamu dengan wajah datar.

Tawaku meledak. Tidak menyangka kalau kau sekonyol itu. "Ayolah, jelas sekali kalau aku hanya bercanda. Aku buang saja ya?"

Tanganku sudah terulur untuk mengambil bunga itu, namun tanganmu menghentikanku. Aku menoleh sembari melayangkan tatap tanya.

"Biarkan saja."Katamu.

Seringai jahil muncul di bibirku. "Kenapa?"

"Tidak apa-apa. Biarkan saja begitu." Ucapmu dengan raut wajah datar.

Aku tergelak, dan seakan tidak memedulikan tawaku, kau mulai melajukan mobilmu. Diam mengisi udara seperti biasa saat kita berdua. Kau memang tidak banyak bicara, tapi aku tidak pernah keberatan.

Sambil menikmati semilir angin malam dari celah jendela yang terbuka, aku memejamkan mata dan menyenandungkan lagu yang terputar lembut dari radio. Aku nyaris saja terlelap, kalau bukan karena dingin yang mendadak melingkupi tanganku. Ku buka mataku dan aku tersenyum kecil saat tahu bahwa dingin itu berasal dari tanganmu.

Dari samping, aku menatap wajah tampanmu yang masih terfokus pada jalanan di depan. Lamat-lamat aku perhatikan semua detail wajahmu yang amat kurindukan satu tahun terakhir.

"Kenapa memperhatikanku seperti itu?" Kau menoleh sekilas, sebaris senyum tipis nampak di sana.

"Tidak apa-apa. Kau memanjangkan rambutmu ya?" Tanyaku.

"Oh ini? Memang kupanjangkan sedikit, karena dia menyukainya."

Aku mengernyitkan dahi sebentar, sebelum kemudian aku ingat. "Oh, maksudmu gadis manis berambut pendek itu?"

A Cup of Tea || Yoongi x JihyoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang