note: this chapter is the sequel of 'We Don't Talk Together' from chapter 4
Happy Reading!
🔸🔹🔸
Yoongi memandangi trotoar yang ada di seberang kafe tempatnya duduk saat ini. Cahaya matahari sore yang menelisik masuk ke dalam kafe membuat suasana makin hangat dan menyenangkan. Laki-laki itu mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan dengan nuansa cokelat itu.
Di sudut sana ada keluarga kecil yang tengah bercengkerama hangat. Sepasang suami-istri dengan anak kecil berusia sekitar tiga tahun. Anak kecil itu duduk dengan nyaman di pangkuan ayahnya, sementara sang ibu menyuapinya muffin cokelat. Senyum pun tidak lepas dari bibir kedua orang tuanya melihat polah lucu buah hati mereka. Sebuah pemandangan yang dapat menghangatkan hati siapapun.
Di sudut lainnya, sekelompok mahasiswa sedang mengerjakan tugas --terlihat dari laptop yang terbuka serta beragam buku serta kertas yang terhampar di meja, mereka pun terlihat bahagia karena sesekali ada saja yang melemparkan candaan. Membuat suasana lebih menyenangkan.
Di meja seberang Yoongi, sepasang remaja yang sepertinya baru jadian terlihat malu-malu untuk saling menatap satu sama lain. Terlihat jelas telinga sang anak laki-laki memerah dan tangan si anak perempuan yang sedari tadi tidak henti-hentinya menyampirkan helai rambutnya ke belakang telinga. Bibir Yoongi membentuk senyum tipis melihatnya.
Laki-laki yang masih mengenakan setelan kerja lengkapnya itu menghela napas.
Sepertinya semua orang di sini terlihat bahagia.
Yoongi mengalihkan atensinya kepada segelas Iced Caramel Machiato yang sudah ia diamkan satu jam terakhir. Ia tidak suka. Terlalu manis bagi lidahnya yang terbiasa minum Americano. Tapi Jihyo suka sekali dengan minuman manis itu.
Tiba-tiba saja tanpa permisi, sebuah percakapan di masa dulu menginvasi benak Yoongi.
Kenapa kau sangat suka Americano? Itu kan pahit sekali.
Bibir Yoongi terangkat, ia ingat betul bagaimana ekspresi Jihyo saat itu. Raut heran dan penasaran menghiasi wajah cantiknya.
Yah, suka saja. Bisa membuatku terjaga seharian dan juga tidak butuh waktu lama untuk membuatnya. Tidak seperti minuman anehmu itu.
Jihyo memutar bola matanya, dan dengan nada mencibir ia membalas.
Ini namanya Caramel Machiato Yoongi, bukan minuman aneh.
Yoongi ingat, ia hanya nyengir saja menanggapi ucapan Jihyo saat itu. Menurutnya, kopi yang dicampur dengan beragam bahan lain itu aneh. Seperti menghilangkan esensi dari kopi itu sendiri.
Hmm, pasti itu alasan kenapa wajahmu terlihat suram nyaris tiap hari. Itu akibat darimu mengkonsumsi kafein berlebih.
Yoongi bahkan masih ingat intonasi suara Jihyo saat mengatakan itu Bahkan ia ingat lucunya tawa kecil Jihyo saat ia melotot mendengar candaanya itu. Ah, bahkan jika Yoongi ditanya pakaian apa yang Jihyo kenakan saat itu, ia masih ingat.
Yoongi menghela nafas untuk kesekian kalinya. Melihat arloji yang melingkar di pergelangan tangannya, mengambil ponsel yang ia letakkan di meja dan bersiap keluar dari kafe ini. Ia harus segera pulang.
Sejak sore itu. Sore saat ia melihat Jihyo diantar oleh laki-laki asing sampai ke rumahnya. Sore saat Jihyo dengan tatapan tegasnya mengatakan bahwa sebaiknya mereka tidak bertemu lagi. Sejak itu, Yoongi datang ke kafe ini setiap hari. Membeli segelas minuman kesukaan mantan kekasihnya --tanpa meminumnya sedikitpun, dan duduk termenung selama kurang lebih satu jam.
Yoongi berjalan menuju pintu keluar. Saat ia hendak mendorong pintu untuk keluar, rupanya sudah ada orang lain yang membuka pintu terlebih dahulu untuk masuk ke kafe tersebut.
Yoongi membeku.
Aroma manis dan menyegarkan yang tidak asing baginya menghampiri indera penciuman laki-laki itu. Kepalanya terangkat, dan manik Yoongi nyaris melompat saat ia mendapati Jihyo berdiri di depannya.
Jihyonya.
Gadis itu pun tidak kalah terkejut. Maniknya yang bulat, makin membulat. Waktu seakan berhenti bagi mereka berdua. Keduanya berdiri berhadap-hadapan tanpa bisa berkata apa-apa.
"Y- Yoongi?"
Ah sialan. Betapa Yoongi merindukan namanya diucapkan oleh gadis itu. Sialan. Sialan.
"H- Hai." Sebisa mungkin Yoongi mengontrol ekspresi wajahnya.
Astaga rasanya sekarang Yoongi akan meledak karena perasaan senang yang membuncah di dadanya.
Boleh tidak Yoongi memeluk erat gadis itu dan menghujani wajahnya dengan ratusan -ah bukan, ribuan kecup rindu?
Boleh?
Tidak boleh.
Karena sepertinya, semesta ingin menghukum Yoongi atas apa yang laki-laki itu perbuat dulu. Yoongi bangun dari euforianya, dan baru sadar akan satu hal. Jihyo tidak sendiri.
Tangan gadis itu terkunci pada lengan seorang laki-laki. Yoongi meneguk ludahnya. Ck, lucky bastard.
Apakah hanya dirinya yang masih belum bisa melupakan kenangan masa lalu itu? Apakah hanya dirinya yang sekarang merasa hatinya ingin meledak?
Jihyo yang merasa tidak perlu berlama-lama berurusan dengan Yoongi, hanya tersenyum tipis sambil berlalu dari hadapan mantan kekasihnya itu. Ah, senyum itu, betapa Yoongi sangat merindunya.
Jihyo berlalu begitu saja, menyisakan Yoongi yang masih mabuk oleh euforia pertemuan singkat mereka. Meninggalkan Yoongi dengan sejuta perasaan dan pernyataan tidak terjawab. Membiarkan laki-laki itu mematung di depan pintu sambil merutuki nasib sialnya, merutuki sifat dan sikapnya yang dulu-dulu.
Manik Yoongi menatap nanar Jihyo yang kini terlihat riang. Manik gadis itu menatap laki-laki di sampingnya dengan senyum yang tidak lepas dari bibirnya. Tangan keduanya masih bergandengan erat.
Yoongi mengumpat dalam hati. Dulu senyum itu hanya ditujukan untuk dirinya. Dulu mata berbinar itu hanya melihat dirinya. Dulu tangan itu hanya menggenggam erat kedua tanagnnya. Tapi Yoongi memang terlampau bodoh. Menyia-nyiakan segala keberuntungan itu.
Laki-laki itu menghembuskan napas kasar. Ia mengacak-acak surai hitamnya. Sebaiknya ia benar-benar pulang sekarang. Dan mungkin, besok-besok ia tidak akan menginjakkan kakinya ke tempat ini lagi.
Semua sudah selesai.
FIN
Author's note!
So, bagaimana? 😁
Semuanya, stay safe dan jaga kesehatan kalian ya! Kalau tidak penting banget, jangan keluar rumah dulu.
See you on next story~
KAMU SEDANG MEMBACA
A Cup of Tea || Yoongi x Jihyo
Fanfictionone-shot collection of BTS' Yoongi and Twice's Jihyo. -written in Bahasa Indonesia