Jay menatap kosong ke arah langit-langit kamar, membiarkan pikirannya berkutat pada kejadian siang tadi. Dengan sedikit kerutan di alisnya, ia merasa kesal pada dirinya sendiri atas tindakan konyol yang baru saja ia lakukan. Mengintip orang lain? Itu jelas bukan gaya Jay yang biasanya.
Namun, rasa penasaran terhadap Haneul telah begitu kuat menguasai dirinya. Berbekal tekad nekat, ia mengikuti gadis itu hingga ke gedung belakang sekolah. Sayangnya, semua itu berakhir sia-sia.
Jay tidak berhasil menangkap percakapan antara Haneul dan seorang pria misterius tadi. Jarak mereka terlalu jauh untuk telinganya bisa mencuri dengar apa pun.
Pada akhirnya, ia pulang dengan rasa penasaran yang tidak terjawab, pikirannya terusik oleh tingkah kedua orang tersebut. Jay merasa ada yang janggal. Tempat pertemuan mereka yang kebetulan berada di lokasi ditemukannya mayat Jeno menambah kecurigaannya. Ia yakin pasti ada rahasia yang mereka sembunyikan.
Tapi di tengah renungannya, ia menghela napas berat. Sebuah pertanyaan muncul di benaknya: kenapa ia begitu memikirkan masalah gadis itu? Sebenarnya, apa peduli dia?
Jay bangkit dari kasur king size di kamar mewahnya, sembari menggeser rambut blondenya ke belakang dengan satu gerakan tangan. Ia mendengus pelan.
"Aku benar-benar buang-buang waktu," gumamnya sambil meraih ponsel terbaru dari saku celana jeansnya. Satu notifikasi pesan dari Taehyun muncul di layar sebelum ponsel itu bergetar karena panggilan masuk. Tanpa ragu, Jay menjawab panggilan tersebut, yang ternyata berasal dari Jake.
"Kalian di mana?" tanyanya singkat.
"Ai-yo Jay! Masuklah, bro. Taehyun sudah mengirim lokasi ke ponselmu, kan?" suara Jake terdengar penuh tawa.
Jay menggerutu pelan, sebelum akhirnya tersenyum sinis. "Tunggu aku, dasar manusia laknat!" katanya sambil memutuskan panggilan.
Ia meraih jaket kulit hitamnya dan mengambil kunci mobil dari atas meja kecil. Setelah mengecek lokasi kedua temannya melalui ponsel, Jay menyeringai puas. Mereka ada di sebuah klub malam—tempat yang cocok untuk melepaskan segala kekesalan dan melupakan sejenak misteri yang menghantuinya.
"Damn it! sepertinya kami memang di takdirkan."
Jay merasa kehidupannya semakin penuh warna sejak berteman dengan Jake dan Taehyun. Mereka adalah teman yang bisa diajak bersenang-senang tanpa ribet—sama-sama memegang julukan 'Bad Boy'. Selain itu, status mereka sebagai idola di kalangan anak muda menjadikan mereka lebih dari sekadar populer; Jake dan Taehyun dikenal tampan, kaya, dan termasuk jajaran anak laki-laki paling diidolakan para gadis. Jay merasa seakan takdir memang menyatukan mereka.
Namun suasana hatinya seketika berubah saat Jay baru saja menjejakkan kaki di depan pintu. Langkahnya langsung terhenti akibat teriakan seseorang yang terdengar dari dalam rumah.
"Kau mau kemana?! Ini sudah malam!" Suara berat yang penuh tekanan dari pria tua itu membuat Jay berdecak kesal. Tanpa ragu, dia berbalik untuk melihat wajah orang yang paling dibencinya di dunia: ayahnya sendiri. Wajahnya langsung berubah datar begitu menemukan sang ayah yang sedang bermesraan dengan seorang wanita muda yang hanya mengenakan pakaian minimalis.
"Hai, Jay!" wanita itu menyapa dengan ramah, terlihat mencoba mencari perhatian. Tapi Jay acuh tak acuh. Dia bahkan enggan memberikan tatapan hangat pada wanita yang menurutnya tak lebih dari seorang oportunis, seseorang yang mengandalkan pesona untuk mendekati pria berumur seperti ayahnya.
"Kembali ke kamarmu!" perintah ayahnya dengan nada tegas.
"Cih!" Jay merespons dengan gerakan tak acuh serta raut wajah penuh kebencian. Baginya, tidak ada satu orang pun yang berhak memerintah dirinya kecuali almarhum ibunya dan nenek tercinta. Bahkan ayahnya sendiri tak akan mampu mengatur hidupnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝕷𝖊𝖙 𝖒𝖊 𝖎𝖓 |END✓
Vampire"ʟᴏᴠᴇ ᴏʀ ʙʟᴏᴏᴅ? ɪ'ʟʟ ɢɪᴠᴇ ᴀɴʏᴛʜɪɴɢ ʏᴏᴜ ɴᴇᴇᴅ ʙᴜᴛ,ʏᴏᴜ ꜱʜᴏᴜʟᴅ ʙᴇ ᴍɪɴᴇ ᴘʟᴇᴀꜱᴇ ʟᴇᴛ ᴍᴇ ɪɴ ʏᴏᴜʀ ᴡᴏʀʟᴅ" (Dalam masa revisi)
