Abidzar pulang ke apartemen Yasmine dengan wajah babak belur sambil memegangi perutnya yang terasa begitu nyeri, sangat tidak memungkinkan jika ia pulang ke rumahnya untuk diobati. Apalagi jika ia pergi ke klinik terdekat, ia sedang tak membawa uang karena tadi pagi begitu terburu-buru pergi ke kampus. Abidzar berharap kalau di apartemen ada kotak obat dan tidak ada istrinya, kalau sampai Yasmine ada wanita itu pasti akan menanyakan macam-macam padanya. Abidzar tidak mau berkata jujur dan ia juga tak mau berbohong siapa yang telah melakukan semua ini padanya, lebih baik memang menghindari. Mungkin setelah diobati luka itu tak terlalu terlihat nantinya setelah Yasmine pulang.
"Assalamualaikum, Pak." Seperti biasanya, Abidzar akan menyapa salah seorang satpam yang tengah berjaga di depan gerbang gedung apartemen ini.
"Waalaikumsalam, eh Nak Abidzar. Itu mukanya kenapa? Habis berantem sama teman?" tanya Pak Sapto–nama satpam itu.
"Biasa, Pak. Anak cowok." Abidzar menyengir dengan perkataannya sendiri, bahkan ia sama sekali tak membalas kelakukan orang yang telah membuatnya luka. Itu karena ia tidak memiliki bakat bela diri sama sekali, padahal abinya adalah mantan guru silat. Abidzar memang dari dulu tidak menyukai silat, laki-laki itu lebih menyukai membaca buku tebal daripada harus beradu otot dengan orang lain.
"Ya sudah kalau begitu, saya masuk dulu ya, Pak? Mari ...." Abidzar menunduk sopan sebelum memasuki gedung apartemen.
"Loh Abidzar?" Tubuh Abidzar membeku begitu mendengar suara wanita yang sangat ia kenali, bahkan ia tak berani untuk membalikkan tubuhnya.
"Tumben lo baru pulang," sapa Yasmine sambil menghampiri Abidzar yang masih memunggunginya.
Yasmine hari ini pulang lebih awal karena jadwal pemotretan sudah ia selesaikan, daripada berlama-lama di sana dan ujungnya bertemu dengan Putra lebih baik ia segera pulang. Toh bertemu dengan Abidzar lebih baik daripada harus bertemu dengan Putra, tetapi ada yang membuatnya heran. Biasanya 'kan jika ia menyapa Abidzar, maka laki-laki itu pasti akan membalas sapaannya dengan senyuman lebar. Tidak seperti sekarang ini, ia terlihat cuek masih dengan memunggunginya. Apa laki-laki itu tidak mendengar ia menyapanya kah?
"Bengong aja lo, enggak dengar gue manggil lo?" Yasmine menepuk pundak Abidzar hingga membuat laki-laki itu terkejut, tetapi sama sekali tidak membalikkan tubuhnya dan hal itu membuat Yasmine heran.
"Lo kenapa sih? Astaga! Apa yang terjadi sama lo!?" Yasmine menutup mulutnya dengan kedua tangan, ia begitu syok ketika melihat wajah Abidzar yang dipenuhi dengan luka lebam. Persis seperti dulu ketika ia menyelamatkan Abidzar dari kejaran preman hingga mereka terkena insiden menikah secara mendadak itu.
"Lo habis dikejar preman lagi?" tanya Yasmine yang dibalas anggukan kepala oleh Abidzar, lebih baik ia berbohong karena ia yakin laki-laki yang tadi memukulinya itu pasti akan mengganggu Yasmine jika sampai ia memberitahu Yasmine. Lagipula ia bukan seorang laki-laki yang suka mengadu, ia harus bersikap dewasa dan harus menyelesaikan urusannya sendiri.
"Ya udah yuk kita balik ke apartemen, gue obatin luka lo. Bisa-bisanya lo ini ya dikejar preman, heran gue. Sebenarnya lo punya masalah hidup apa sama mereka? Udah dua kali lo dikejar preman." Yasmine menarik tangan Abidzar dan mengajaknya memasuki lift sambil terus mengomel, bukannya merasa kesal karena diomeli Abidzar justru tersenyum. Ia bahagia diomeli karena itu berarti istrinya peduli padanya.
Sesampainya di apartemen, Yasmine menyuruh Abidzar duduk di salah satu sofa sedangkan dirinya pergi mengambil kompresan air hangat serta kotak obat kemudian kembali menemui Abidzar yang tengah meringis memegangi perutnya. Terkadang Yasmine berpikir, apakah laki-laki berbadan besar seperti Abidzar ini tidak bisa bela diri? Masa selalu saja kalah dengan preman yang menghadang. Abidzar itu tinggi, bahkan tinggi Yasmine hanya sebatas leher Abidzar. Jika saja Abidzar itu tidak memiliki wajah imut, kemungkinan besar ia adalah tokoh dewasa di dalam novel yang seringkali Yasmine baca dan kemungkinan besar menjadi idola. Sepertinya Tuhan maha adil karena sudah memberikan tubuh tegap dan tinggi, kini memberikan Abidzar wajah yang imut.
"Kenapa lo megangin perut lo? Sakit juga?" tanya Yasmine sambil duduk tepat di samping Abidzar.
"Buka baju lo!" titah Yasmine membuat Abidzar melotot.
"U-untuk apa?" tanya Abidzar takut, bahkan ekspresinya kini seperti seorang gadis perawan yang akan diperkosa. Hal itu membuat Yasmine berdecak kesal, dipikir Yasmine akan tertarik begitu melihat tubuh Abidzar? Pasti kecil, Yasmine langsung menggeleng-gelengkan kepalanya ketika otaknya sudah mulai kotor.
"Ya buat lihat luka lo lah, emangnya mau ngapain lagi? Jangan bilang kalau otak lo mikirin hal yang kotor? Enyahkan itu pikirkan kotor lo, enggak cocok sama tampang lo yang polos itu." Karena Abidzar hanya diam saja, akhirnya Yasmine sendiri yang berinisiatif membuka kancing kemeja Abidzar. Untuk apa dia mesti gugup? Kegugupan itu tidak pernah ia rasakan karena ia sudah dilatih percaya diri sejak dulu, lagipula dia tidak ingin melakukan hal yang aneh. Ia hanya ingin mengobati anak polos yang terluka karena dihajar preman, itu saja.
"Eh?" Abidzar terkejut ketika merasakan jari lentik Yasmine mulai melepaskan kancing kemejanya.
"Udah diam, lo enggak usah takut kalau gue mau ngapa-ngapain lo. Lo pikir gue cewek apaan?" ujar Yasmine yang seakan mengerti pikiran Abidzar ke mana.
"Mau di apa-apain juga enggak apa-apa, aku 'kan suami kamu." Inginnya sih Abidzar mengatakan itu langsung, tetapi ia malu. Maka dari itu kata-kata itu hanya terjebak di dalam hatinya, ia hanya diam dengan pipi yang merona. Mungkinkah ia sudah jatuh cinta pada istrinya sendiri? Wanita yang telah ia nikahi karena kesalahpahaman dan wanita yang usianya beberapa tahun di atasnya?
"Bener, ada luka di perut lo. Sampai biru begini," ucap Yasmine sambil menyentuh luka lebam di perut Abidzar, laki-laki itu meringis hingga Yasmine menjauhkan tangannya.
"Tahan dikit ya? Gue mau ngompres luka lo, abis itu gue kasih antiseptik sama betadine." Abidzar hanya mengangguk, ia membiarkan Yasmine menyentuh sesukanya. Maksudnya, dalam artian mengobati seluruh luka di tubuhnya.
"Makanya lo jadi cowok tuh jangan lemah banget, lo harus bisa bela diri. Gimana lo bisa jagain gue kalau lo sendiri enggak bisa jagain diri sendiri?" ucap Yasmine yang tanpa sadar menyebut dirinya sendiri.
"Abi sebenarnya bisa bela diri, cuma dari dulu aku emang enggak suka bela diri." Akhirnya Abidzar bersuara juga, tak hanya bungkam dan mesam-mesem saja.
"Nah mulai sekarang minta ajarin sana sama bokap lo, jangan jadi cowok lemah. Oh ya, kayaknya mulai besok lo bareng gue aja deh. Enggak tega gue liat lo dikejar-kejar preman lagi, sampai babak belur gini. Sebenarnya lo punya dosa apa sama mereka? Sampai segininya, udah dua kali loh." Yasmine tak tahu saja kalau yang memukul Abidzar bukanlah preman, melainkan mantan kekasihnya yang masih gagal move on.
***
Kalian baca gratis di sini, setidaknya berilah vote atau komen di cerita ini untuk membalas jasa author yang udah capek-capek ngetik hanya buat kalian🥺
KAMU SEDANG MEMBACA
Zasmine (Abidzar-Yasmine)
SpiritualAbidzar dan Yasmine, dua orang manusia yang terjebak dalam hubungan pernikahan karena kesalahpahaman yang terjadi atas apa yang masyarakat lihat. Mereka dinikahkan secara paksa di rumah Pak RT karena dianggap akan mencemarkan desa mereka bila dua or...