Bab 23 | Sandaran

9.5K 898 14
                                    

Sudah hampir dua jam Yasmine pergi dari rumah, wanita itu belum juga kembali ke rumah kedua orangtua Abidzar. Hal itu membuat Abidzar merasa khawatir, takut terjadi sesuatu yang tidak diinginkan pada istrinya. Karena pertengkaran tadi, Abidzar sama sekali belum makan. Laki-laki itu bertengkar hebat dengan abinya, menurutnya abinya sudah sangat keterlaluan. Abidzar tahu kalau menutup aurat adalah kewajiban bagi setiap umat muslim perempuan, termasuk istrinya. Tetapi apakah pantas abinya membentak istrinya begitu? Abidzar tak habis pikir mengapa abinya setidaksuka itu pada Yasmine. Abidzar yakin, perlahan-lahan Yasmine mau diberi pengertian tentang kewajiban itu, Abidzar juga yakin istrinya itu pasti perlahan-lahan bisa menerima.

Abidzar tak tahan lagi mengurung diri di kamarnya, ia harus mencari keberadaan istrinya. Yasmine merupakan orang baru di sini yang sama sekali tidak hafal jalan, meskipun usia istrinya sudah cukup dewasa. Namun, Yasmine sama sekali tak membawa ponsel atau pun uang, istrinya pasti saat ini tak tahu arah. Abidzar keluar dari kamarnya, ia berpapasan dengan uminya yang akan mengantarkan makanan ke kamarnya.

"Nak, kamu mau ke mana? Ini Umi bawakan makan siang untukmu, makan dulu." Abidzar menggeleng pelan.

"Dzar enggak mau makan, Umi. Dzar mau nyari istri Dzar, udah dua jam lebih tapi Yasmine belum pulang. Dzar khawatir, apalagi Yasmine sama sekali enggak tahu jalan. Kalau gitu Dzar pergi sekarang ya, Umi? Assalamu'alaikum ...." Abidzar menyalami tangan uminya, tanpa menunggu jawaban dari uminya, Abidzar pergi keluar rumah.

Beruntung ia tak berpapasan dengan abinya, jadinya pertengkaran itu bisa dihindari. Abidzar melangkahkan kakinya menyusuri rumah-rumah tetangga, ia berpapasan dengan seorang ibu-ibu yang tadi membicarakan Yasmine dengan ibu-ibu lainnya. Begitu melihat Abidzar, ibu-ibu itu langsung menghadang langkah Abidzar.

"Eh ada Abidzar," sapa ibu-ibu itu.

"Assalamu'alaikum, Bu." Abidzar balas menyapa ramah.

"Waalaikumsalam, oh iya apa istrimu itu enggak diajari cara berhijab sama umimu? Masa iya keluar rumah enggak pake hijab gitu. Pakaiannya juga cuma celana pendek sama kaus lengan pendek doang, apa abi kamu enggak malu punya menantu yang kayak gitu?" Sebenarnya Abidzar tak suka dengan apa yang ibu-ibu di hadapannya katakan, tetapi ia menahannya.

Ibu-ibu itu tentu tahu Yasmine pergi ke mana, mendengar apa yang ibu-ibu katakan kalau Yasmine memakai pakaian pendeknya. Itu berarti tadi Yasmine pasti berpapasan dengan ibu-ibu ini, mendadak Abidzar kasihan. Istrinya pasti jadi bahan olok-olokan oleh ibu-ibu di sini yang memang mulutnya pedas mengalahkan level sambal terpedas di dunia. Langsung mengatakan kejelekan terang-terangan dengan suara berbisik yang aslinya malah berteriak agar orang yang dibicarakan tahu.

"Tadi ibu lihat istri, Dzar? Tadi dia pergi ke mana, Bu?" tanya Abidzar sama sekali tak menanggapi apa yang ibu-ibu itu katakan.

"Eh? Dia tadi pergi ke sana," jawab ibu-ibu itu bingung sambil menunjuk arah timur.

"Makasih ya, Bu? Kalau gitu Dzar pergi dulu, assalamualaikum ...." Tanpa menunggu jawaban, Abidzar langsung pergi meninggalkan ibu-ibu itu.

"W-waalaikumsalam, aku ngomong apa dia balas apa?" gumam ibu-ibu itu bingung kemudian lebih memilih melanjutkan langkahnya.

Abidzar melangkahkan kakinya menuju arah timur, kini ia tahu Yasmine pergi ke mana. Tebakannya pasti tidak akan salah dan benar saja apa tebakannya itu, Yasmine memang benar-benar ada di sana. Di sebuah taman bermain anak-anak yang cukup ramai, mengingat bahwa ini adalah hari libur. Yasmine tak bermain dengan anak-anak itu, wanita itu hanya duduk termenung di atas ayunan yang terbuat dari besi itu dengan pandangan yang lurus ke depan. Setidaknya Abidzar merasa lega karena istrinya baik-baik saja, betapa ia mengkhawatirkan Yasmine.

Perlahan Abidzar berjalan mendekati Yasmine, begitu ia berdiri tepat di belakang Yasmine. Laki-laki itu menepuk bahu Yasmine, Yasmine yang sedari tadi melamun terkejut merasakan tepukan di bahunya. Ia semakin terkejut ketika melihat keberadaan Abidzar, kapan Abidzar datang? Mengapa ia tak menyadari kehadiran laki-laki itu?

"Kapan lo datang?" tanya Yasmine menatap Abidzar dengan tatapan masih terkejut.

"Baru aja, kamu terlalu serius melamun sampai aku datang aja kamu enggak sadar," jawab Abidzar. Laki-laki itu mengambil tempat di samping Yasmine, tepatnya di ayunan satunya. Pandangan Abidzar mengarah pada anak-anak yang tengah bermain pasir itu, pandangan Abidzar sendiri mengarah pada Yasmine.

Yasmine berdiri, hal itu membuat Abidzar bingung. Apalagi ketika wanita itu berjalan akan meninggalkannya, rupanya Abidzar salah sangka. Yasmine tak meninggalkannya, melainkan istrinya itu memilih duduk di sebuah bangku taman yang ada di sini. Abidzar pun ikut menyusul Yasmine, laki-laki itu duduk tepat di samping Yasmine. Abidzar tertegun ketika tiba-tiba saja Yasmine semakin mendekatkan tubuhnya dan ia merasakan sesuatu di bahunya, kepala Yasmine bersandar di bahunya.

"Dari dulu gue enggak pernah ngerasain enaknya main kayak anak-anak itu," ucap Yasmine tiba-tiba.

Entah mengapa melihat anak-anak itu, Yasmine tersenyum. Setidaknya anak-anak itu bisa merasakan enaknya bermain bersama, tak seperti dirinya yang sedari kecil selalu dikekang. Dan entah mengapa pula ia jadi ingin bercerita masa kecilnya pada Abidzar, suami berondongnya.

"Sedari kecil gue dikekang, gue enggak boleh ngelakuin ini itu. Gue enggak pernah dibolehin keluar dan main sama anak-anak lain, gue selalu disuruh di rumah. Teman main gue cuma boneka dan benda-benda mati, mungkin yang nemenin main gue cuma bibi. Itupun jarang karena bibi juga harus kerja beresin rumah. Hingga ketika ayah gue meninggal, gue semakin ngerasa kesepian. Apalagi mom ternyata nikah lagi. Di usia gue yang udah delapan belas tahun, gue milih kabur dari rumah. Gue enggak mau tinggal sama mereka yang enggak sayang sama gue. Hingga gue ketemu sama Aira, Aira baik banget sama gue. Dia anggap gue sebagai teman dan keluarga, ayahnya Aira juga baik banget sama gue." Yasmine menghela napas, ia memejamkan matanya sejenak. Rasanya mengapa nyaman sekali bersandar di bahu Abidzar? Apakah bahu Abidzar memang tercipta untuk menjadi sandaran baginya?

"Gue enggak bisa ninggalin karir model gue gitu aja, menjadi seorang model adalah cita-cita gue. Sebenernya bukan disebut cita-cita karena itu bisa disebut keterpaksaan, cuma jadi model gue bisa dapetin uang. Menghidupi diri gue sendiri tanpa meminta bantuan sama orang lain, semua uang yang gue miliki itu berasal dari pekerjaan gue yang seorang model. Gue bukannya enggak mau berhijab, gue masih belum siap aja. Percaya atau enggak tiap liat Aira yang memang pakai hijab, hati gue adem banget. Kadang juga gue pingin banget coba-coba, cuma gue takut kalau gue ketagihan berhijab dan mantapin hati buat nutup aurat. Karir gue akan hancur," ucap Yasmine mengakhiri ceritanya.

Abidzar membiarkan Yasmine bersandar di bahunya, ia mendengarkan semua cerita Yasmine.  Tanpa kata, tangan Abidzar mengusap lembut rambut Yasmine. Laki-laki itu tak mengucapkan apapun selain menggerakkan tangannya mengusap kepala Yasmine, akan ada saatnya ia memberikan pengertian pada Yasmine. Namun, bukan ini waktunya. 

***

Alhamdulillah bisa up lagi, kalo kalian komennya rame author bisa up cepat lagi. Yuk komen ... Komen ....

Btw author lupa kasih tahu ya kalau judul cerita ini diubah, dari Zasmine jadi Menikah dengan Berondong. Gimana ya? Menurut author judul yang kedua lebih nge-feel gitu, gimana kalo menurut kalian? Moga sama ya pendapatnya💞

Zasmine (Abidzar-Yasmine)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang