Aira tidak bisa berlama-lama menjenguk Abidzar karena Faisya sakit dan membutuhkan istirahat, setelah ia berbincang-bincang bersama Yasmine dan Abidzar. Aira memutuskan pamit pulang karena kebetulan ia juga mendapatkan telepon dari Fahri kalau suaminya itu pulang cepat dari biasanya karena ingin ikut menemani Faisya. Fahri memang begitu, di balik sikap cueknya pad keluarganya, aslinya ia begitu penyayang. Bertepatan dengan Aira yang pulang, kedua orangtua Abidzar datang. Yasmine yang melihat kedatangan mertuanya pun langsung berdiri dan menyalami tangan kedua mertuanya itu, nampak jelas di wajah keduanya kalau mereka tengah khawatir. Abi Nazar dan Umi Syifa langsung menghampiri Abidzar yang tengah berbaring, mereka menatap putra mereka khawatir.
Abidzar yang baru saja memejamkan matanya setelah kepergian Aira dan berniat beristirahat pun kembali membuka kedua matanya ketika menyadari kehadiran kedua orangtuaku, laki-laki itu berusaha untuk duduk. Namun, Abi Nazar melarang dan meminta agar Abidzar tetap berbaring saja, akhirnya Abidzar menurut ia kembali berbaring sambil menatap raut panik kedua orangtuanya. Jujur, hal ini tidak diinginkan Abidzar, ia tidak ingin membuat kedua orangtuanya khawatir seperti ini. Tadi, ia sudah meminta agar Yasmine tidak menghubungi kedua orangtuanya, nyatanya istrinya itu tetap keukeuh menghubungi kedua orangtuanya bahkan tanpa ia tahu. Kalau sudah begitu, ia tidak bisa lagi menghindar. Siap-siap Abi Nazar akan memberikan ceramah panjang lebar untuknya.
"Kamu enggak apa-apa kan, Nak?" tanya Umi Syifa dengan khawatir, wanita paruh baya itu mengecek seluruh wajah Abidzar yang terdapat luka lebam.
"Dzar enggak apa-apa kok, Mi. Cuma luka kecil aja," jawab Abidzar berusaha tersenyum, walau itu susah karena sudut bibirnya robek.
"Luka kecil apanya kalo kamu sampai rumah sakit begini? Kamu tahu? Abi dan Umi begitu khawatir ketika mendapat telepon dari istri kamu itu, kami sudah memikirkan hal yang tidak-tidak. Alhamdulillah ternyata kamu tidak apa-apa, tapi tetap saja kami sebagai orangtua merasa khawatir. Mengapa akhir-akhir ini kamu selalu terkena musibah, ada yang bisa menjelaskan pada Abi apa yang terjadi pada Abidzar?" tanya Abi Nazar menatap Abidzar dan Yasmine bergantian.
"Enggak ada yang perlu dijelasin, Abi. Dzar enggak apa-apa, ini cuma kecelakaan doang. Enggak ada yang perlu diceritain," ucap Abidzar. Hal itu malah membuat Abi Nazar menatap putranya curiga, apalagi Abidzar mengatakan itu dengan sedikit gugup. Selama ini Abidzar tak pernah berbohong, ia tak pernah berbohong pada kedua orangtuanya dan baru kali ini ia berbohong. Abi Nazar jelas tahu kalau putranya itu berbohong, pria paruh baya itu beralih menatap menantu dadakannya itu.
Yasmine yang merasa diperhatikan pun merasa agak gugup, ia memilin telunjuknya sendiri berusaha menahan rasa gugup yang melanda. Astaga, demi apapun ia tak pernah merasa segugup ini sebelumnya, tetapi ketika diperhatikan dengan tatapan penuh intimidasi oleh Abi Nazar jelas saja hal itu membuat Yasmine gugup.
"Kamu pasti tahu apa yang terjadi pada putra saya, kan? Apa yang terjadi padanya?" Tanpa perlu berbasa-basi pada Yasmine, Abi Nazar langsung menanyakan inti dari permalasahan mengapa putranya bisa masuk rumah sakit.
"Abi ...." Abi Nazar mengangkat tangannya pertanda kalau Abidzar tak boleh ikut bicara.
"Abi bertanya pada istrimu, selagi dia menjelaskan kamu jangan ikut campur." Abidzar menghela napas, kalau abinya sudah berkata begitu Abidzar bisa apa-apa.
"Jadi begini, Abi ...." Yasmine pun akhirnya menjelaskan semua yang terjadi tadi tanpa ada yang ditutup-tutupi.
"Ini semua salahmu!" Yasmine tersentak ketika Abi Nazar berkata demikian dengan suara yang begitu lantang.
"Abi ...." Abidzar menegur abinya yang sepertinya marah tengah besar.
"Kamu jangan ikut campur, Abi ingin bicara pada istrimu yang sama sekali tidak bisa kamu atur ini!" ujar Abi Nazar tegas.
"Saya sudah peringatkan pada kamu sebelumnya kalau kamu membawa Abidzar ikut serta bersamamu maka kamu juga akan menjamin keselamatannya, saya setuju kamu membawanya pergi bukan untuk membuat putra saya selalu dilukai oleh mantan kamu itu. Abidzar itu anak kami satu-satunya, putra kami, sebuah kebanggaan untuk kami. Kami begitu menyayanginya melebihi rasa sayang kami pada diri kami sendiri, sangat sulit sekali mendapatkan Abidzar waktu itu. Kamu tidak akan pernah tahu, saya bukannya tidak terima akan takdir dari Allah. Tapi saya menyesal karena mengapa saya diam saja ketika kamu ternyata membawa Abidzar dari kami, dan ternyata apa? Kini putra saya terluka. Saya bukannya menganggap kalau Abidzar itu anak yang lemah sehingga apa-apa harus melibatkan orangtua, Abidzar itu tidak bisa bela diri maka dari itu saya terlalu overprotektif padanya." Abi Nazar menghela napasnya, Umi Syifa menggelengkan kepalanya pertanda kalau ia meminta agar Abi Nazar tak melanjutkan kata-katanya. Namun, Abi Nazar seakan tak mengindahkan kode dari Umi Syifa.
"Sebenarnya Abidzar ini sudah ingin kami jodohkan dengan seorang gadis anak sahabat saya, sayangnya kalian menikah dengan tiba-tiba. Saya itu tidak pernah setuju kamu menikah dengan Abidzar, apalagi itu karena kesalahpahaman. Saya tidak perlu mengatakan kata-kata yang manis ya pada kamu, langsung saja saya akan mengatakannya. Saya tidak pernah suka kamu menjadi menantu saya, kamu itu bukan tipe menantu idaman untuk saya. Lebih baik kalian segera sudahi saja pernikahan yang diawali dengan kesalahpahaman ini, pernikahan ini hanya akan membuat Abidzar celaka saja. Tadi saja karena ingin membelamu dia sampai berniat berbohong pada kami, asal kamu tahu saja Abidzar selama ini tidak pernah berbohong pada kami. Dan tiba-tiba saja karena dirimu, di hari ini ia berani berbohong. Kamu benar-benar membawa dampak buruk untuk putra kami!" Yasmine memejamkan matanya ketika mendengar rentetan kata-kata dari Abi Nazar yang seakan menyayat hatinya, entah mengapa hatinya yang biasanya kuat menjadi sakit ketika mendengar perkataan panjang yang keluar dari mulut mertuanya.
"Abi!" teriak Abidzar ketika Abi Nazar berkata seakan membentak istrinya.
"Nah, karena kamu juga dia sekarang berani membentak abinya sendiri, orangtua yang sudah membesarkannya!" Abi Nazar tak dapat menahan emosinya, selama ini ia diam saja. Namun, setelah melihat putranya yang selalu terluka karena Yasmine ia sama sekali tidak bisa diam saja.
"Putra saya terlalu lugu dan polos untuk mengerti siapa kamu sebenarnya, dunia kalian jelas berbeda. Selain usia kalian yang berbeda, ada banyak perbedaan lainnya juga. Kalian tidak pernah cocok untuk bersama." Pandangan Abi Nazar kali ini mengarah pada Abidzar.
"Dzar, kamu sayang 'kan pada Abi dan Umi? Maka turutilah perkataan Abi sekali ini saja." Abidzar menunduk seakan ia tahu apa yang akan Abi Nazar katakan nantinya.
Ia menggelengkan kepalanya seakan-akan tak mau mendengarkan apa yang abinya katakan, Abi Nazar jelas saja tak akan mau melihat penolakan Abidzar. Pria paruh baya itu tetap melanjutkan perkataannya, suka atau tidak suka Abidzar harus mendengarkan dan mungkin harus menuruti apa yang dia minta.
"Bercerai memang hal yang dibenci oleh Allah, tetapi bercerai demi kebaikan tentu saja diperbolehkan. Abi minta kamu ceraikan saja wanita ini, Abi bisa mencarikan gadis terbaik yang bisa kamu nikahi dan tentunya berkelakuan sopan dan menutup auratnya." Bagai disambar petir di siang bolong ketika kata-kata cerai itu terlontar dari mulut Abi Nazar, baik Yasmine maupun Abidzar membeku mendengar permintaan Abi Nazar.
***
Kira-kira akankah Abidzar dan Yasmine bercerai? Ada yang tau jawabannya?
Alhamdulillah bisa up lagi, owh iya minal aidzin wal faidzin ya semuanya, mohon maaf lahir batin ya semuanya. Maaf ngucapinnya telat soalnya baru bisa up sekarang hehehe, semoga masih semangat ya bacanya 🤗
KAMU SEDANG MEMBACA
Zasmine (Abidzar-Yasmine)
EspiritualAbidzar dan Yasmine, dua orang manusia yang terjebak dalam hubungan pernikahan karena kesalahpahaman yang terjadi atas apa yang masyarakat lihat. Mereka dinikahkan secara paksa di rumah Pak RT karena dianggap akan mencemarkan desa mereka bila dua or...