Untuk pertama kalinya setelah masalah yang dilalui oleh Yasmine, Abidzar dan Yasmine baru berani menginjakkan kakinya kembali menuju rumah Abi Nazar dan Umi Syifa. Mereka akan bersilahturahmi sekaligus memberitahu kalau semua masalah yang mereka alami kini sudah terselesaikan, bahkan orang-orang yang terlibat pun sudah mendapatkan hukuman yang setimpal. Mereka berharap, terutama Yasmine. Semoga saja Abi Nazar berkenan menerimanya sebagai seorang menantu, sungguh Yasmine sama sekali tidak ingin berpisah dari Abidzar. Hatinya sudah tertambat pada laki-laki yang usianya jauh lebih muda darinya yang merupakan suaminya sendiri, semoga saja Allah bisa menggerakkan hati Abi Nazar agar bisa menerima pernikahan mereka.
Mengenai Umi Syifa, wanita paruh baya itu sama sekali tak marah pada Yasmine. Justru Umi Syifa adalah orang yang paling pertama mendukung Abidzar dan Yasmine, Umi Syifa juga sudah mengetahui kabar kehamilan Yasmine. Dan Umi Syifa senang mendengar itu, mereka juga sudah sering berbalas pesan atau berbicara melalui telepon jika Abi Nazar tidak ada di rumah. Jika ada di rumah, Umi Syifa tentu akan dilarang oleh abinya Abidzar tersebut. Umi Syifa berkali-kali membujuk suaminya agar mau memaafkan Abidzar dan Yasmine serta menerima Yasmine menjadi menantu mereka, tetapi setiap kali Umi Syifa membahas masalah itu. Abi Nazar selalu menghindar, ia sama sekali tak mau mendengarkan apa yang ingin Umi Syifa sampaikan.
"Masih takut?" tanya Abidzar pada Yasmine ketika istrinya itu tiba-tiba saja menghentikan langkahnya.
"I-iya, aku takut abi marah-marah terus ngusir kita lagi," jawab Yasmine. Ia masih trauma akan kejadian di mana ia dihina oleh beberapa tetangga serta mertuanya sendiri yang kemudian mengusirnya, ia takut kejadian itu akan terulang lagi.
"Enggak akan, percaya sama aku." Abidzar menggenggam tangan Yasmine, berusaha meyakinkan pada sang istri kalau hal itu tidak akan terjadi.
"Jadi, mau masuk?" Yasmine mengangguk, genggaman tangan Abidzar berhasil memberikan kekuatan di saat ia tengah takut seperti tadi.
"Assalamu'alaikum ...." Abidzar mengucap salam setelah mereka berada tepat di depan pintu rumah keluarganya yang terbuka.
"Waalaikumsalam ... akhirnya kalian datang juga, Umi senang sekali." Umi Syifa langsung memeluk Abidzar kemudian beralih memeluk Yasmine.
"Bumil yang satu inu gimana? Baik-baik aja 'kan? Dzar jaga kamu dengan baik kan, Nak?" tanya Umi Syifa begitu perhatian.
"Alhamdulillah, Yas baik, Umi. Dzar menjaga Yas dengan sangat baik," jawab Yasmine membuat Umi Syifa tersenyum kemudian mengusap kepala Yasmine yang kali ini tertutup hijab berwarna navy.
"Ayo kalian masuk, silakan duduk anak-anak Umi." Abidzar dan Yasmine pun duduk.
"Siapa tamu yang datang pagi-pagi sekali, Umi? Apa ...." Abi Nazar menghentikan kata-katanya ketika melihat keberadaan Yasmine dan Abidzar.
Sejenak pria paruh baya itu mematung, Abidzar dan Abi Nazar saling menatap hingga akhirnya Abi Nazar yang memutuskan kontak mata mereka dengan memalingkan wajahnya.
"Ada perlu apa kalian datang ke sini?" tanya Abi Nazar setelah berhasil menetralkan suaranya.
"Abi, mereka itu anak-anak kita. Tentu saja mereka datang untuk mengunjungi kita. Masalah sudah selesai, Yasmine sama sekali tidak bersalah. Semua orang juga tentunya sudah tahu hal itu, tak seharusnya Abi memperpanjang masalah ini lagi. Apalagi kini Yasmine sedang hamil, tak baik membebani pikirannya," ucap Umi Syifa.
"Abi sedang tidak ingin mendengar perkataan Umi, Abi hanya ingin bertanya pada mereka apa maksud kedatangan mereka ke sini," ucap Abi Nazar yang sama sekali tidak menanggapi perkataan istrinya.
"Umi selama ini diam bukan berarti Umi tidak ingin ikut campur, Ini diam karena Umi menghormati Abi sebagai kepala keluarga di rumah ini. Tapi Umi tidak bisa diam lagi kalau Abi masih saja bersikap keras kepala dengan mengusir anak serta menantu kita yang tidak bersalah ini. Umi ingin agar kita kembali damai lagi," ujar Umi Syifa sama sekali tidak menuruti kata-kata suaminya yang menginginkan agar ia diam.
"Memangnya siapa yang ingin mengusir mereka, Umi?" Umi Syifa mengerjapkan matanya ketika mendengar perkataan suaminya.
"Maksudnya, Abi ...."
"Abi sama sekali tidak mengusir mereka, Abi hanya bertanya apa maksud dan tujuan mereka ke sini. Bukankah pertanyaan Abi tidak ada kata-kata mengusir?" tanya Abi Nazar.
"K-kami datang ke sini karena ingin meminta maaf pada Abi, maaf sudah lama tidak mengunjungi kalian. Waktu itu kami harus bersembunyi agar tidak ada media yang meliput kami, maaf juga sudah bertengkar dengan Abi. Dzar sama sekali enggak ada niatan buat ngelawan Abi, di satu sisi Abi adalah ayah Dzar yang harus Dzar hormati. Dan di lain sisi Yasmine adalah istri Dzar yang harus Dzar jaga dan bahagiakan. Membuat Yasmine menangis sama sekali tidak Dzar inginkan, begitu juga dengan membuat Abi kecewa, Dzar sama sekali tidak menginginkan itu." Abidzar menatap abinya yang masih diam, Abidzar memilih kembali melanjutkan kata-katanya.
"Masalah kami alhamdulillah sudah terselesaikan dengan baik, nama baik Yasmine ataupun keluarga kita sudah bersih. Ini semua berkat Allah yang sudah memberikan petunjuk itu. Dzar berharap, Abi bisa menerima Yasmine menjadi menantu Abi serta putri yang seharusnya bisa kalian sayangi. Yasmine juga sudah memantapkan hatinya untuk berhijrah, hal itu bukan karena Dzar ataupun siapa-siapa. Yasmine sendiri yang berniat beristiqomah menutup auratnya. Yasmine sekarang sedang mengandung anak Dzar, Bi. Dzar berharap semoga saja Abi bisa menerima anak kami menjadi cucu Abi," ucap Abidzar yang kini sudah menyudahi kata-katanya.
"Kemarilah ...." Abidzar menatap abinya bingung.
Ia melihat Umi Syifa dan Yasmine yang mengangguk seakan memberitahunya kalau ia harus mendekati Abi Nazar. Ragu-ragu, Abidzar berdiri kemudian mendekati abinya yang memang sedari tadi hanya berdiri mendengarkan penjelasannya. Tanpa Abidzar dan yang lainnya duga, tiba-tiba saja Abi Nazar memeluk Abidzar erat sambil mengusap punggung putranya.
"Ternyata anak Abi semakin hari semakin dewasa, Abi mengira kalau kamu hanya anak-anak yang harus selalu Abi jaga. Sekarang kamu bukan anak-anak lagi, kamu punya istri dan calon anak yang harus kamu jaga. Abi bangga padamu, Nak." Abi Nazar melepaskan pelukannya sambil menatap Abidzar yang masih melongo.
"A-apa itu berarti Abi memaafkan kami? Abi menerima pernikahan kami?" tanya Abidzar yang dibalas anggukan oleh abinya.
"Seharusnya Abi yang meminta maaf pada kalian, Abi terlalu keras dan egois. Hari itu, Abi hanya takut dan panik karena reputasi Abi tiba-tiba memburuk karena berita itu. Kalian jelas tahu 'kan? Seberapa pentingnya pekerjaan itu untuk Abi?"
"M-maaf, karena saya Anda harus mendengar banyak cemoohan dari orang lain," ucap Yasmine penuh sesal sambil menunduk.
"Seharusnya saya yang minta maaf, maaf saya terlalu keras pada kamu. Mulai hari ini panggil saya abi dan jangan bicara bahasa formal dengan saya, paham?" Yasmine mendongak, ia menatap Abi Nazar yang tersenyum padanya.
Ini pertama kalinya bagi Yasmine melihat senyum tulus dari ayah mertuanya, Yasmine merasa sangat senang sekali. Karena akhirnya, mertuanya menerimanya dengan sepenuh hati.***
Akhirnya mereka saling memaafkan 🥳
Masih ada yang butuh ekstra part?
KAMU SEDANG MEMBACA
Zasmine (Abidzar-Yasmine)
SpiritualAbidzar dan Yasmine, dua orang manusia yang terjebak dalam hubungan pernikahan karena kesalahpahaman yang terjadi atas apa yang masyarakat lihat. Mereka dinikahkan secara paksa di rumah Pak RT karena dianggap akan mencemarkan desa mereka bila dua or...