Bab 2 | Kamar Abidzar

22.2K 1.8K 21
                                    

Rasanya Yasmine masih belum percaya bahwa kelajangannya hanya bertahan di usianya yang ke dua puluh lima tahun, masih segar diingatannya insiden beberapa jam lalu yang membuat statusnya yang dulu sendiri kini berubah menjadi seorang istri. Kini dia sedang duduk ditepi ranjang milik Abidzar dengan memakai pakaian dari laki-laki itu karena dia memang tidak membawa baju ganti, dia kembali melamunkan hal yang tak pernah terbayangkan akan begitu cepat menghampirinya. Dia merasa apa ya? Sangat-sangat tidak percaya bahwa ini adalah takdirnya, karena setahunya bukankah takdir memang Allah yang menentukan tetapi manusialah yang berusaha. Bukankah benar begitu? Lantas dari mana usahanya kini? Jawabannya tak ada sama sekali, yang ada adalah usaha para warga setempat yang menikahkannya secara paksa dengan Abidzar.

Wanita itu membalikkan tubuhnya ketika mendengar suara pintu kamar mandi terbuka, di sana dia melihat Abidzar keluar dari kamar mandi dengan rambut basahnya. Sepertinya laki-laki itu habis keramas, beruntunglah Abidzar sudah memakai pakaian lengkapnya yaitu berupa celana sebatas lutut dengan kaus putih polos. Wajah laki-laki itu terlihat sangat cute sekali, wajar saja karena menurut Yasmine laki-laki yang beberapa jam lalu sudah resmi secara agama menjadi suaminya itu masih SMA. Ah kembali mengingat status laki-laki itu yang masih pelajar membuat Yasmine rasanya ingin membenturkan kepalanya ke tembok agar dia hilang ingatan sekalian, siapa tahu dengan hal itu dia bisa melupakan segalanya.

"Mau ke mana?" Bibir Yasmine langsung menutup ketika suaranya tiba-tiba keluar saat melihat Abidzar yang akan pergi.

"Aku mau keluar ambil makanan buat kamu, kamu belum makan kan?" Suara laki-laki itu terdengar lembut membuat Yasmine terkesiap seperkian detik.

"Ya udah gue tunggu di sini." Nadanya kembali ketus seperti awal membuat Abidzar tersenyum tipis kemudian keluar dari kamar.

Yasmine menghela napasnya, dia benar-benar seperti terkurung di dalam sini. Sebenarnya dia sudah akan pulang ke apartemennya, namun tiba-tiba saja Nazar–Abinya Abidzar pulang ke rumah dan tentu saja pria paruh baya itu sangat kaget melihat keberadaannya. Umi Syifa pun menjelaskan semuanya, yang tak dia sangka adalah wajah ramah yang pria paruh baya itu berikan padanya berubah menjadi tak bersahabat. Pria yang sudah menjadi mertuanya itu seperti tak menyukainya, tentu saja mengingat Yasmine yang pada hari itu memakai pakaian yang cukup seksi hingga mempertontonkan auratnya.

Wanita itu jelas paham sealim apa keluarga ini, dan sialnya kini dia harus terjebak dengan keluarga ini. Astaga rasa-rasanya kepalanya mau pecah memikirkan hal-hal aneh yang mungkin akan terjadi padanya beberapa saat lagi, lamunannya terhenti ketika Abidzar kembali membuka pintu kamar dan berjalan perlahan menghampiri Yasmine dengan sebuah nampan berisi makanan dikedua sisi tangannya.

"Kamu tadi kenapa enggak mau ikut makan aja di bawah?" tanya Abidzar sambil meletakkan nampan itu di atas nakas.

Mendengar pertanyaan itu, Yasmine menatap sengit laki-laki di hadapannya. Apakah laki-laki itu tidak sadar, segarang apa Abi Nazar ketika melihatnya? Bahkan pria paruh baya itu dengan terang-terangan mengomentari caranya berpakaian dan hal itu benar-benar membuat Yasmine geram. Dia sadar kalau dirinya memang jauh dari kata wanita shalihah, tetapi dia memang benar-benar belum siap untuk berubah.

"Jangan berlagak sok enggak tau deh lo, bukannya lo juga lihat seenggak suka apa Bokap lo sama gue?" ujarnya ketus kemudian mengambil nampan berisi piring itu. Baru saja dia akan menyuapkan makanan ke mulutnya, namun terhenti ketika Abidzar menahannya.

"Apa sih? Gue laper tau!" sentak Yasmine kesal.

"Baca doa dulu sebelum makan," peringat Abidzar.

"Oh iya gue lupa." Akhirnya setelah membaca doa, Yasmine memakan makanan sederhana itu dengan lahap. Entah karena dia yang sangat kelaparan, atau memang rasa masakannya enak.

"Lo tahu enggak? Gue hampir aja mati kelaparan, ah coba aja gue dibolehin keluar udah dari tadi gue kabur. Bokap lo tuh ya, kayak gue anaknya aja pake ngelarang-larang segala." Yasmine terus saja berbicara disela makannya.

"Makan dulu, bicaranya nanti aja. Nanti keselek loh-...." Uhuk...

Belum sempat Abidzar menyelesaikan perkataannya, Yasmine sudah keselek beneran. Dengan sigap laki-laki itu memberikan segelas air putih kepada Yasmine yang langsung diminum oleh wanita itu, setelah meminum air putih itu Yasmine kembali melanjutkan makannya. Sesekali dia melirik sekilas ke arah Abidzar yang kadang curi-curi pandang padanya, dan ketika tatapan mereka bertemu Abidzar langsung memalingkan wajahnya karena malu. Hal itu membuat Yasmine tersenyum jahil, dipikirkannya Abidzar ini adalah tipe laki-laki polos. Hmm sepertinya enak mengerjai bocah ini, batin Yasmine.

"Tuh kan apa yang aku bilang." Yasmine menatap kesal Abidzar yang menurutnya sangat cerewet, perasaan tadi laki-laki ini sangat pendiam sekali tetapi mengapa jadi berubah cerewet seperti ini?

"Perasaan gue dari tadi lo pendiem deh, kenapa sekarang jadi cerewet gini?" tanya Yasmine sambil mengusap mulutnya dengan tisu yang selalu dia bawa di dalam tas.

"Aku enggak cerewet kok, aku cuma kasih tau hal yang benar aja. Memangnya salah?" tanya Abidzar polos dan hal itu membuat Yasmine memberengut kesal. 

"Enggak usah sok polos deh, muak gue lihatnya." Dahi Abidzar berkerut ketika mendengar perkataan Yasmine.

"Sok polos gimana?" Yasmine bersedekap, dia menatap Abidzar dengan intens dan hal itu membuat laki-laki itu sedikit salah tingkah.

"Gue yakin lo enggak sepolos apa yang gue lihat, buktinya aja lo habis diserang para preman kan? Ngaku lo! Lo pasti cari masalah kan sama mereka?" tuding Yasmine dengan mata memicing.

"Sebenarnya aku enggak ganggu mereka, cuma waktu itu aku pernah bantuin pedagang yang mau dipalak sama preman itu. Mungkin mereka mau balas dendam sama aku," jelas Abidzar sambil mengedikkan bahunya acuh.

Tentu saja Yasmine tidak akan pernah percaya dengan apa yang Abidzar katakan, bisa jadi laki-laki itu membual. Dia sangat tahu sekali pergaulan anak remaja zaman sekarang, jadi tidak mungkin jika Abidzar masih begitu polos. Sebaik-baiknya anak SMA, dia pasti pernah melakukan kejahatan. Dan dia menebak kalau Abidzar pun pernah melakukan, namun ketika pikiran Yasmine kembali mengingat keluarga Abidzar membuat wanita itu kembali berpikir. Kedua orang tua Abidzar sama-sama ahli agama, mana mungkin putra mereka jadi anak yang badung?

"Kamu melamun?" Yasmine terkejut ketika Abidzar melambaikan tangannya tepat di depan wajahnya, benarkah dia melamun?

"E-enggak gue enggak melamun," elak Yasmine sambil memalingkan wajahnya.

"Ah iya lo tidur di sofa aja ya? Gue risih kalau tidur bareng lo, enggak masalah kan? Atau gue aja yang tidur di sofa?" Ketika Yasmine akan beranjak, Abidzar menahan pergelangan tangan wanita itu.

"Enggak perlu, kamu tidur aja di ranjang. Biar aku yang di sofa," ucap Abidzar sambil tersenyum.

"Oke deh, tapi beneran enggak masalah kan? Gue agak enggak enak sebenarnya. Lo yang punya kamar tapi gue yang ngatur." Sadar diri juga ternyata lo Yas, batin Yasmine.

"Enggak apa-apa, kamu kan istri aku. Sudah seharusnya suami membuat istrinya merasa nyaman kan? Kamar ini juga kan sudah menjadi kamarmu." Yasmine tertegun mendengar perkataan Abidzar yang terdengar dewasa, astaga jantungnya kini berdetak lebih kencang dari biasanya. Yasmine menepisnya dan lebih memilih membaringkan tubuhnya di atas ranjang dengan selimut yang menutupi seluruh tubuhnya.




Zasmine (Abidzar-Yasmine)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang