Bab 21 | Debaran Aneh

9.7K 874 11
                                    

Selama beberapa hari dirawat di rumah kedua orangtua Abidzar, laki-laki itu kondisinya semakin hari semakin membaik. Hingga akhirnya Yasmine memutuskan ingin mengajak Abidzar pulang ke apartemennya, karena jujur ia sama sekali tidak nyaman terlalu lama berada di sini. Bukan ingin memisahkan Abidzar dengan kedua orangtua laki-laki itu, hanya saja sikap Abi Nazar masih tak terlalu baik padanya. Dan Yasmine sama sekali tak merasa nyaman akan hal itu. Namun, ia masih membisu, tak berani berkata pada Abidzar mengenai kegundahan hatinya. Ada yang berbeda dengan apa yang Yasmine rasakan, sehingga kerap kali ia lebih memilih mengindari Abidzar jika itu bisa ia lakukan.

Jika biasanya Yasmine akan blak-blakkan mengatakan apa yang mengganjal di hatinya, kali ini tak lagi. Seakan ada sesuatu yang menahan bibirnya agar tak terlalu berkata begitu kasar pada Abidzar, entah apa yang terjadi padanya. Debaran aneh selalu Yasmine rasakan ketika ia berdekatan dengan Abidzar. Maka dari itu ia sering sekali lebih memilih mengindar, ketimbang harus dekat-dekat pada Abidzar. Sepertinya perubahan sikap Yasmine itu disadari oleh Abidzar. Abidzar merasa heran mengapa istrinya yang biasanya galak padanya, kalau bicara seringnya blak-blakan. Kini tiba-tiba berubah menjadi sosok yang pendiam dan seringkali menghindarinya, apakah dirinya menularkan virus? Sehingga Yasmine tak mau dekat-dekat dengannya.

"Ada apa?" tanya Abidzar pelan.

"Hah?" Yasmine menimpali dengan bingung.

"Apanya yang ada apa?" tanya Yasmine sambil duduk di sebuah kursi yang tersedia di dalam kamar Abidzar.

"Apa aku menularkan virus?" Yasmine semakin tak mengerti dengan apa yang Abidzar tanyakan.

"Lo ngomong apa sih?" tanya Yasmine merasa heran.

"Itu, aku merasa kalau kamu agak sedikit ngejauh dari aku. Apa aku nularin virus?" Mata Yasmine membola, mengapa Abidzar bisa sadar ya?

'Kok dia bisa sadar sih kalo gue lagi ngehindar? Jangan sampai dia tahu alasan gue,' batin Yasmine menghindari tatapan mata Abidzar yang menatapnya begitu intens.

"G-gue enggak apa-apa kok, perasaan lo aja kali." Yasmine memalingkan wajahnya.

"Apa kamu enggak nyaman tinggal di sini karena abi masih suka sinis sama kamu?" Yasmine langsung menatap Abidzar, wanita itu tersenyum singkat.

Mengapa mengetahui kadar kepekaan Abidzar yang cukup tinggi itu membuat Yasmine merasa senang ya? Ia tak perlu lagi bersusah payah menjelaskan hal yang membuat hatinya gundah karena Abidzar sudah mengetahuinya lebih dulu.

"Sini, kita bahas sama-sama." Abidzar meminta Yasmine mendekat padanya.

"Kenapa gue harus dekat-dekat? Dari sini aja bisa 'kan kita ngomongnya?" protes Yasmine.

Bukan tanpa alasan Yasmine protes seperti itu, ia hanya ingin menghindari Abidzar agar detak jantungnya yang bertalu cukup kencang tak didengar oleh laki-laki itu. Kalau Abidzar mendengar bisa-bisa laki-laki itu akan mempertanyakan hal itu padanya, tidak ... ia sangat malu sekali. Sejak kapan lo punya rasa malu, Yasmine? Apalagi sama seorang bocah yang sialnya suami lo sendiri? Biasanya juga lo masa bodo. Yasmine membatin dalam hati.

"Soalnya ada yang mau aku omongin juga sama kamu," ucap Abidzar sambil tersenyum. Laki-laki itu meminta sekali lagi agar Yasmine mau duduk di tepi ranjang bersamanya.

Yasmine menghela napas, akhirnya wanita itu mendekati Abidzar. Ia duduk di samping laki-laki itu yang sedari tadi begitu lekat menatapnya, ia jadi salah tingkah. Karena perasannya, tak seperti biasanya Abidzar menatapnya selekat ini. Laki-laki itu begitu pemalu dan penakut kalau sudah ia gertak, sekarang mengapa posisi mereka menjadi terbalik begini? Bukan lagi Abidzar yang merasa malu, tetapi Yasmine sendiri yang merasa sangat malu.

Dag ... Dig ... Dug ....

Debaran di dadanya terasa semakin kencang, Yasmine meneguk ludahnya susah payah. Jika diperhatikan sekali lagi, wajah Abidzar ini memang cukup tampan. Meskipun terkesan polos, tetapi ia yakin pasti ada banyak gadis-gadis seusia laki-laki itu yang menyukainya. 

"L-lo mau ngomong apa?" tanya Yasmine begitu gugup.

"Kamu kok kelihatannya gugup gitu?" Sekarang Yasmine tak bisa mensyukuri memiliki suami yang peka, nyatanya kepekaan Abidzar kali ini membuatnya semakin malu. Tahu saja laki-laki itu kalau ia sedang gugup.

"Enggak usah nanyain yang enggak penting, bilang aja langsung apa yang mau lo omongin ke gue." Menutupi kegugupannya, Yasmine berusaha kembali bersikap seperti biasanya. Ia berkata begitu ketus pada Abidzar, laki-laki itu malah mengulum senyumnya. Seakan-akan tak peduli dengan sikap ketus sang istri.

"Kalo kamu ngerasa enggak nyaman, kita bisa pindah lagi ke apartemen kamu. Setidaknya untuk sementara waktu, selama aku belum nemuin rumah yang layak buat kita." Yasmine tak mengerti dengan apa yang Abidzar katakan di ujung kalimat tadi.

"Maksudnya apa?" tanya Yasmine.

Yasmine tersentak ketika Abidzar tiba-tiba meraih tangannya untuk digenggam, Yasmine seperti membeku tak dapat berbuat apa-apa. Ia membiarkan saja Abidzar meraih tangannya dan menggenggamnya, entah mengapa hati Yasmine menghangat. Genggaman tangan Abidzar terasa begitu hangat bahkan seperti menghantarkan aliran listrik yang begitu dahsyat di seluruh tubuhnya, hatinya pun seakan ikut menghangat dengan perlakuan Abidzar.

"Aku udah mikirin mateng-mateng tentang ini, aku juga udah rundingin ini sama abi dan umi. Awalnya abi enggak ngizinin, tapi lama kelamaan abi setuju. Kalo umi memang selalu setuju sama keputusan aku," ucap Abidzar. Yasmine terdiam, ia ingin mendengar kelanjutan ucapan Abidzar.

"Aku sadar kalau aku udah seharusnya berpikir dewasa, aku sekarang udah punya istri dan enggak seharusnya ngerepotin orangtuaku dan kamu terus. Aku tau aku cuma bocah kemarin sore yang seharusnya enggak pantes jadi pendamping hidup kamu, tapi aku serius menjalani pernikahan ini. Aku ingin kita menjalani pernikahan ini layaknya seperti suami-istri kebanyakan, aku ingin menjalani pernikahan ini sesuai dengan ajaran Allah. Tapi sebelum itu, aku mau nanya dulu sama kamu. Apa kamu mau sama anak ingusan ini? Apa kamu mau selamanya tinggal sama aku? Kalo kamu menolak, kamu bisa pergi kapan aja. Aku enggak akan melarang kamu pergi," ucap Abidzar, matanya masih menatap lekat Yasmine yang masih membisu.

Debaran aneh di dadanya semakin dahsyat, Yasmine benar-benar tak menyangka kalau kata-kata seperti ini akan keluar dari mulut Abidzar. Bagaimana bisa laki-laki yang umurnya jauh lebih muda dari dirinya menawarkan hal yang biasanya banyak dilakukan oleh orang dewasa kebanyakan? Ia tahu, kalau mereka menikah karena keterpaksaan. Namun, Yasmine tak menyangka kalau Abidzar yang polos akan menawarkan menjadi pasangan sehidup semati. Hati kecil Yasmine merasa senang dengan hal itu, tetapi logikanya menolak karena tak seharusnya mereka berada di posisi seperti ini.

"Yasmine?" Abidzar memanggil Yasmine, ia menuntut jawaban istrinya itu.

"A-aku ...."

***

Kira-kira apa ya jawaban Yasmine? Ada yang tahu?

Ayo dong vote comentnya, author seneng kalo banyak yang komen dan vote cerita ini. Padahal komen itu gratis dan ga bayar, tapi tetep aja susah ya mintanya 🙃

Setidaknya kalo ga mau komen, di vote dong sayang-sayangnya author. Masa iya yang baca kadang bisa sampe 300an vote ga sampe 50. Itu yang jadi siders apa ga malu? Baca gratis ga mau vote🥺

Zasmine (Abidzar-Yasmine)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang