Yasmine membawa Abidzar ke rumah sakit terdekat, ia begitu panik ketika Abidzar terus saja meringis kesakitan. Sepertinya rasa sakit itu tak tertahankan sehingga Abidzar yang biasanya suka menahan rasa sakitnya agar tak membuat Yasmine khawatir pun kini tak lagi dapat menahan sakitnya. Yasmine memanggil beberapa suster yang lewat sehingga beberapa suster itu pun langsung menolong Yasmine membawa Abidzar ke ruang pemeriksaan. Awalnya Yasmine akan ikut masuk, tetapi suster mencegah. Akhirnya mau tak mau Yasmine menunggu di luar, ia tidak dapat tenang saja ketika Abidzar masih berada di dalam sana. Bahkan ia tidak berniat duduk, ia terus saja bolak-balik sambil menggigiti ujung kukunya.
Seakan teringat sesuatu, Yasmine langsung mengambil ponselnya untuk menghubungi keluarga Abidzar. Biar bagaimanapun juga, orangtua Abidzar harus tahu keadaan Abidzar. Yasmine tidak ingin kalau mertuanya itu tahu dari orang lain tentang Abidzar, bisa-bisa dirinya di cap sebagai menantu yang jahat karena kabar tentang anaknya tidak ia beritahu. Setelah dering ke lima barulah panggilannya di angkat, Yasmine mengucap salam kemudian langsung mengatakan kabar yang terjadi. Suara Umi Syifa di seberang sana nampak panik, ia berterima kasih pada Yasmine kemudian Yasmine menutup panggilannya. Dalam hati Yasmine berdoa semoga saja hanya Umi Syifa yang datang, bisa bahaya kalau Abi Nazar pun juga datang.
"Bagaimana keadaannya, Dok?" tanya Yasmine ketika seorang dokter keluar dari ruang pemeriksaan itu.
"Kondisi pasien sudah membaik, beruntung pasien dibawa tepat waktu. Karena luka yang ada di dalam perut pasien tadi agak cukup serius, saya menyarankan agar pasien dirawat beberapa hari di sini untuk pemeriksaan lebih lanjut. Pasien nanti akan dipindahkan ke ruang inap," ujar dokter itu.
"Terima kasih, Dok."
"Sama-sama, kalau begitu saya permisi dulu." Yasmine mengangguk, ia membiarkan dokter itu pergi.
"Loh? Yasmine? Kamu kenapa di sini?" tanya Aira pada Yasmine.
"Loh, Ai? Lo di sini juga? Siapa yang sakit?" tanya Yasmine balik ketika mendapati keberadaan Aira.
"Si Faisya, Ai. Badannya tadi demam, gue khawatir makanya gue langsung bawa ke rumah sakit." Perhatian Yasmine langsung beralih pada Faisya yang berada dalam gendongan Aira.
"Ya Allah, ponakan Aunty Yas sakit, ya? Semoga cepat sembuh ya, Sayang?" Yasmine mengecup puncak kepala Faisya kemudian mengusap kepalanya dengan sayang.
"Aamiin, eh kamu tadi belum jawab aku. Kamu ke sini kenapa? Ada yang sakit? Apa kamu yang sakit?" tanya Aira.
"Abidzar, Ai. Dia habis dipukul sama teman-temannya Putra, gue enggak tega liat dia kesakitan. Akhirnya gue bawa dia ke sini" jawab Yasmine.
"Terus kata dokter gimana? Suami kamu baik-baik aja 'kan?" Yasmine mengangguk, melihat itu Aira berucap hamdalah.
"Alhamdulillah, ya udah kalo gitu gue sekalian jenguk Abidzar ya?"
"Enggak apa-apa ini? Tapi, Faisya 'kan lagi sakit. Gue enggak enak ngerepotin lo, Ai." Yasmine berucap tak enak hati.
"Enggak apa-apa, Yas. Kamu kayak sama siapa aja sih? Eh tapi, aku enggak bisa lama-lama ya, soalnya Faisya disuruh istirahat sama dokternya." Yasmine mengangguk, Aira mau menjenguk Abidzar saja ia sudah merasa bersyukur. Tidak mungkin ia dengan tidak tahu diri menahan Aira lebih lama du sini, apalagi Faisya sedang sakit.
"Iya, Ai. Gue ngerti kok, sekali lagi makasih ya? Yuk kita ke ruangan inap Abidzar." Mereka berdua akhirnya berjalan memasuki ruangan inap Abidzar, di sana ada Abidzar yang tengah berbaring di atas brankar rumah sakit dengan mata terpejam.
"Gimana keadaan lo? Masih ada yang sakit?" Yasmine menghampiri Abidzar kemudian bertanya demikian, Abidzar yang mendengar suara istrinya pun membuka kedua matanya.
Abidzar tersenyum ketika melihat raut khawatir dari Yasmine, mengapa hatinya bahagia ya melihat itu?
"Alhamdulillah aku baik-baik aja, udah mendingan kok. Eh ada Mbak Aira, makasih udah datang ke sini ya, Mbak?" Abidzar menyapa Aira.
"Iya sama-sama, semoga cepat sembuh, ya?" Abidzar mengaminkan doa itu.
"Kok lo manggil Aira dengan sebutan mbak sedangkan lo ke gue manggilnya kamu-kamuan, kan umur gue sama Aira sama. Harusnya lo manggil gue Mbak juga dong," protes Yasmine.
"Kamu 'kan istri aku, masa aku panggil istri aku sendiri dengan sebutan kakak? Nanti yang ada orang-orang ngiranya kamu kakak aku," ujar Abidzar polos. Yasmine langsung bungkam mendengarnya, sedangkan Aira yang melihat dan mendengar pemandangan yang tersaji di hadapannya hanya tersenyum geli.
"Iya, Yas. Kamu 'kan istrinya Abidzar, masa kamu mau suami kamu manggil istrinya dengan sebutan mbak atau kakak? Itu malah kedengaran aneh," timpal Aira
"Udah-udah, enggak usah dibahas." Yasmine yang merasa malu dan gugup pun menutupi rasa malu serta gugupnya itu dengan suara ketusnya.
"Gini nih, Yas. Nasibnya kalo kamu nikah sama berondong, ikhlasin aja dia manggil aku mbak. Nanti manggil kamu lebih manis lagi, semisal manggil sayang gitu. Ya 'kan, Abidzar?" Kali ini giliran Abidzar yang merasa malu, pipinya bahkan kini sudah memerah. Mana mungkin ia berani memanggil Yasmine dengan sebutan sayang, bisa-bisa Yasmine memarahinya habis-habisan nantinya.
"Duh, kalian ini lucu banget sih. Enggak salah dulu kalian menikah, gemas aku liat kalian. Semoga langgeng terus, ya?" doa Aira begitu tulus dari dalam hatinya.
"Aamiin ...." Sontak, mereka berdua saling pandang ketika berkata aamiin dengan berbarengan.
"Cieee, suami istri kompakan." Lagi, Aira meledek pasangan itu.
"Ai, a-apaan sih lo?" Yasmine memukul pelan lengan Aira karena malu.
"Ada yang udah mulai falling in love kayaknya ya?" tanya Aira pura-pura tak tahu.
"Aira, gue marah ya sama lo." Yasmine mendelik sebal, apalagi tadi ketika ia sempat melirik Abidzar kalau laki-laki itu tersenyum geli.
"Sejak kapan Yasmine yang biasanya tenang sekarang jadi salting gini? Ya sejak jatuh cinta sama Abidzar lah kayaknya ya." Aira bukannya berhenti malah semakin menjadi, Yasmine malu bukan kepalang. Meskipun Abidzar itu hanya seorang bocah, ya 'kan tetap saja Abidzar itu seorang laki-laki yang pastinya sudah baligh dan beranjak dewasa. Apalagi laki-laki itu merupakan suaminya, hmm menyebut kata suami mengapa hatinya jadi agak-agak gimana gitu gini ya?
"Abidzar, kamu jagain sahabatku ya? Pertahanin dia di samping kamu. Meskipun kamu usianya lebih muda dari Yasmine, aku tau kamu bisa dewasa seiring berjalannya waktu. Menjadi imam dan panutan yang baik untuk Yasmine, bimbing Yasmine menjadi wanita yang baik ya? Selalu nasihati dia kalau dia melakukan kesalahan dan jangan pernah menyakiti dia dengan tangan kamu ataupun perkataan kamu. Meskipun Yasmine terkadang galak, tapi kamu harus tahu kalau dia aslinya baik kok. Itu tinggal kamu yang sabar menghadapi Yasmine saja." Perkataan yang seharusnya dilontarkan oleh ibu Yasmine, malah Aisyah yang melontarkan kata-kata seperti itu. Yasmine meras terharu, ia langsung memeluk sahabatnya ini yang memang benar-benar sudah ia anggap sebagai keluarga atau kakak baginya.
"Aku enggak bisa janji, tapi aku akan berusaha." Abidzar mengulas senyum tulus, hal itu membuat Aira tenang.
"Baik-baik ya sama suami kamu, Yas. Aku yakin dia jodoh terbaik yang Allah kirimkan untuk kamu," ujar Aira sambil menepuk punggung Yasmine yang masih memeluknya dari samping karena ada Faisya di dalam gendongannya Aira.
"Makasih banyak, Ai. Gue terharu banget sama kata-kata lo yang seperti ibu bagi gue, lo enggak hanya sahabat. Tapi keluarga dan kakak terbaik yang gue punya," ucap Yasmine menitikkan air mata. Betapa beruntungnya ia memiliki sahabat luar biasa baik seperti Aira.
***
Alhamdulillah sudah up lagi Abidzar-Yasmine nya, maaf ya up-nya suka ngaret. Author up di sini ga tentu ya, tapi diusahakan insyaallah cerita ini akan tamat di sini. Doakan semoga lancar-lancar terus ya, dan terima kasih karena kalian udah antusias mengikuti kisah ini bahkan sampai di bab ini💞
KAMU SEDANG MEMBACA
Zasmine (Abidzar-Yasmine)
SpiritualAbidzar dan Yasmine, dua orang manusia yang terjebak dalam hubungan pernikahan karena kesalahpahaman yang terjadi atas apa yang masyarakat lihat. Mereka dinikahkan secara paksa di rumah Pak RT karena dianggap akan mencemarkan desa mereka bila dua or...