Usia kandungan Yasmine kini sudah menginjak bulan ketujuh, perutnya semakin lama semakin membesar. Abidzar selaku suami Yasmine pun menjadi sedikit overprotektif pada sang istri karena kondisi Yasmine saat hamil anak pertama dan kedua itu sangat berbeda. Jika saat hamil Ayisha maka mual dan muntah tak terlalu sering Yasmine alami, maka saat hamil anak kedua ini Yasmine sangat sering mengalami itu. Bahkan saat usia kandungannya masuk bulan ketujuh, mual dan muntah itu tetap dialaminya. Meskipun tak separah saat masih berada di awal-awal bulan kehamilannya. Karena kondisi Yasmine yang mudah lelah jika melakukan pekerjaan berat, maka dari itu Abidzar akhirnya menyewa jasa pembantu di rumahnya agar bisa membantu Yasmine dan Ayisha saat ia tidak ada di rumah.
Sengaja Abidzar menyewa pembantu yang sudah berumur untuk menghindari rasa cemburu istrinya yang terkadang berlebihan itu. Bukankah lebih baik menghindari ketimbang bertengkar dulu? Lagipula, Abidzar juga ingin menjaga perasaan istrinya. Ia ingin agar Yasmine merasa aman dan nyaman, apalagi istrinya itu saat ini tengah hamil buah hatinya. Tentunya sudah menjadi kewajiban bagi Abidzar untuk menyenangkan hati istrinya. Apa yang membuat Yasmine senang maka akan Abidzar lakukan dan apa yang membuat Yasmine tidak suka maka akan ia hindari. Memang secinta itu Abidzar pada istrinya, biarlah dikata bucin karena pada kenyataannya ia memang seperti itu. Bucin dengan istri sendiri tidak masalah, asal jangan bucin pada istri orang.
"Sayang, bangun, yuk! Ini aku bawain sarapan buat kamu," ujar Abidzar sambil memasuki kamar mereka. Kedua tangan Abidzar membawa sebuah nampan yang berisikan sepiring nasi goreng dengan telur mata sapi di atasnya, segelas susu ibu hamil dan juga segelas air putih hangat.
"Eumm, mager." Dengan mata yang masih tertutup, Yasmine menjawab.
Semenjak hamil anak kedua mereka, Yasmine menjadi sangat pemalas. Kerjaannya ingin terus rebahan dan tidur, tadi ia hanya bangun di saat waktu shalat subuh datang, setelah melaksanakan kewajibannya, maka ia akan kembali terlelap. Abidzar membiarkan saja karena mungkin istrinya merasa kelelahan karena sedang hamil ditambah mengasuh putri pertama mereka yang kelewat aktif.
"Bangun, sarapan dulu. Nanti kalau udah sarapan, boleh tidur lagi." Abidzar menarik selimut Yasmine dengan pelan hingga membuat mata istrinya itu perlahan-lahan mulai terbuka.
"Ayo, bangun!" Karena Yasmine yang tak kunjung bangun, Abidzar menarik tangan istrinya hingga akhirnya Yasmine terduduk di atas ranjang.
"Suapin!" pinta Yasmine manja.
Abidzar terkekeh geli dengan rengekan istrinya, selain menjadi pemalas, akhir-akhir ini juga Yasmine semakin manja. Abidzar jelas saja tidak mempermasalahkan itu, justru ia merasa sangat senang karena dengan seperti ini ia jadi terlihat berguna untuk istrinya.
"Buka mulutnya lebar-lebar, aaa! Jangan lupa baca doa." Yasmine menurut, wanita itu membaca doa kemudian membuka mulutnya lebar-lebar menerima suapan dari sang suami.
"Enak," ujar Yasmine setelah selesai mengunyah suapan pertama nasi goreng itu.
"Iya, pastinya enak karena aku yang masak." Sengaja Abidzar berlagak sombong, ia ingin melihat ekspresi Yasmine saat ia mengatakan itu.
"Iya tahu, yang pandai masak emang beda," cibir Yasmine dengan tatapan sinisnya." Abidzar hanya terkekeh pelan, laki-laki itu kembali menyuapi Yasmine yang langsung diterima suka cita oleh sang istri.
"Hari ini aku ada banyak kerjaan, kemungkinan pulangnya agak terlambat," ujar Abidzar tiba-tiba setelah Yasmine menyelesaikan makannya dan kini tengah meminum air putih hangat.
"Jam berapa pulangnya?" tanya Yasmine.
"Enggak tentu, kemungkinan sih malam. Jadi, nanti kalau kamu lapar, langsung makan aja ya sama Ayi. Jangan nungguin aku pulang, langsung istirahat aja." Mata Yasmine memicing curiga mendengar perkataan Abidzar, entah mengapa akhir-akhir ini pikirannya selalu saja negatif. Mungkin karena terlalu takut kehilangan Abidzar atau karena bawaan dari sang calon anak kedua?
"Kamu seriusan lembur? Bukannya mau pergi ke rumah selingkuhan kamu 'kan?" tanya Yasmine dengan tatapan menuding.
"Astaghfirullah, kok jadi mikir yang enggak-enggak gini? Kalau kamu enggak percaya, kamu bisa hubungin bos aku. Mau kita telepon beliau sekarang?" Abidzar berniat mengeluarkan ponselnya, tetapi Yasmine menahan tangan Abidzar hingga membuat pergerakan laki-laki itu terhenti.
"Enggak usah, aku percaya sama kamu. Cuma entah mengapa, akhir-akhir ini bawaannya pikiran aku selalu negatif. Aku juga enggak tahu itu," ujar Yasmine.
Abidzar tersenyum lembur, hingga membuat Yasmine terlena saat melihat senyuman Abidzar. Laki-laki itu mengulurkan tangannya untuk mengusap lembut kepala sang istri.
"Kamu harus tahu kalau bertemu dengan kamu merupakan anugerah terbesar bagi aku. Aku enggak pernah menyesal bertemu dengan kamu sehingga akhirnya kita berdua menikah, ya walaupun pada akhirnya pernikahan itu atas dasar terpaksa. Aku juga enggak pernah menyesal mempertahankan pernikahan kita karena aku sadar kalau kebahagiaanku itu ada di kamu. Memiliki Ayi, kamu dan sekarang calon anak kedua kita membuat aku merasa senang, aku beruntung menjadi laki-laki yang menjadi suami kamu. Aku enggak pernah berpikir untuk mencari yang lain karena kamu dan keluarga kecil kita itu sudah lebih dari cukup untuk aku. Kebahagiaan aku ada di kalian, tanpa kalian mungkin aja aku enggak akan pernah bisa sebahagia sekarang. Yang harus kamu ingat selalu, apapun yang terjadi aku akan selalu cinta kamu. Aku enggak bisa menjanjikan kalau aku akan membuat kamu selalu bahagia saat bersamaku, tetapi akan aku pastikan kalau aku akan berusaha membuat senyum bahagia di wajah kamu bertahan selamanya. Terima kasih karena sudah menerima bocah seperti aku untuk menjadi suami kamu, aku cinta kamu, Yasmine." Sudah cukup! Yasmine tidak tahan lagi! Wanita itu langsung menubrukkan tubuhnya ke Abidzar, memeluk laki-laki muda yang menjadi suaminya itu dengan erat.
Kecemasan dan ketakutannya selama ini hilang seketika saat mendengar perkataan panjang lebar dari Abidzar. Hatinya begitu tersentuh mendengar perkataan suaminya, ia tidak butuh laki-laki yang banyak berucap, tetapi minim bukti. Yang ia butuhkan adalah laki-laki bertanggungjawab yang setiap perbuatannya membuat dirinya merasa kalau ia adalah wanita terberuntung sedunia dan Abidzar selalu memberikan kebahagiaan yang sedari dulu tak pernah ia dapatkan.
"Aku percaya sama kamu, maaf kalau aku sempat berpikiran buruk. Aku hanya takut kehilanganmu, aku terlanjur cinta sama kamu. Aku enggak mau kalau sampai kamu pergi karena aku enggak bisa bayangin, apa yang akan terjadi sama aku nantinya." Abidzar melonggarkan pelukannya, laki-laki itu mengusap lembut pipi Yasmine yang basah karena air mata.
"Jangan nangis, aku enggak suka kamu nangis. Hanya boleh ada senyum di sini, enggak boleh ada air mata lagi." Yasmine tersenyum saat kedua ibu jari Abidzar mengusap lembut pipinya.
Cup
"Makasih suami berondong aku!" ujar Yasmine setelah mengecup lembut pipi Abidzar hingga membuat laki-laki itu terkejut.
"Kok di pipi? Biasanya 'kan di bi—"
"Udah ah, aku mau minum susu!" potong Yasmine cepat saat Abidzar akan protes. Wanita itu meminum susu ibu hamil buatan suaminya dengan perasaan senang, baginya melihat Abidzar yang saat ini berada di depannya itu sudah lebih cukup membuat hatinya menghangat. Selamanya, hanya Abidzar yang akan menjadi pelabuhan cinta terakhirnya. Ia begitu bahagia menikah dengan berondong seperti Abidzar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Zasmine (Abidzar-Yasmine)
EspiritualAbidzar dan Yasmine, dua orang manusia yang terjebak dalam hubungan pernikahan karena kesalahpahaman yang terjadi atas apa yang masyarakat lihat. Mereka dinikahkan secara paksa di rumah Pak RT karena dianggap akan mencemarkan desa mereka bila dua or...