Setelah selesai mendekorasi rumah, dan dibantu oleh beberapa suruhan lainnya akhirnya Gracia bisa bernafas lega karena pekerjaannya lumayan memuaskan.
Gracia pergi ke dapur hendak mengambil minum namun tak sengaja matanya menatap wajah Mama nya di sana.
Seketika Gracia segera menundukkan kepalanya.
"Kamu sudah tau kan besok harus apa?" tanya Laura--ibu kandung Gracia.
"I-iya Ma Gracia paham, dan Grac juga tidak akan merusak suasana besok." Gracia menjawab dengan suara kecil, nyaris seperti bisikan tapi masih terdengar oleh Laura.
"Bagus. Saya harap kamu tidak akan membuat saya seperti orang gila dihadapan orang banyak nanti."
Setelah mengucapkan itu Laura meninggalkan Gracia sendiri di sana.
"Do not cry Gracia ini bukan apa-apa." ujarnya menyemangati diri sendiri.
•••••
"GRACIA BUKA PINTUNYA!!"
Gadis yang sedang bergelut dengan buku itu terkejut dengan suara ferra yang menggedor-gedor pintu kamarnya.
"Iya ka sebentar." Takut dirinya membuat kesalahan Gracia segera membuka pintu dan menemukan ferra dan Mama nya yang telah menatapnya tajam.
"Ada apa Ka? Apa ada yang salah dengan dekorasinya?" tanya Gracia dengan kepala yang terus menunduk.
Berharap, Laura tidak melihat wajahnya.
"Dekorasinya ga salah, yang salah itu lo Gracia."
"Loh Kenapa ka? Aku ga ngelakuin kesalahan kan?"
"Sekarang udah jam 10:00." Ferra melihat jam di pergelangan tangan kirinya. "Dan sebentar lagi temen-temen gue bakalan dateng, dan supaya gue yakin bahwa lo ga bakalan ngerusak acara ultah gue, sekarang ayo ikut gue."
Ferra menarik pergelangan tangan Gracia. Menyeretnya menuju gudang belakang rumah.
"Aku ngga mau!! Kaka boleh kunci aku di kamar asalkan jangan di gudang ka, aku mohon." Gracia meronta minta di lepaskan, namun suara Laura menghentikan pergerakan Gracia.
"Jangan ngelawan!!"
Seketika badan Gracia sedikit gemetar. Jujur saja Gracia takut kejadian dulu waktu Gracia dikunci di dalam gudang selama tiga hari dan tidak di beri makan dan minum terulang lagi, sampai Gracia harus masuk ke rumah sakit. Dan penyakitnya semakin parah.
Gracia hanya sedikit.
Trauma.
"Kamu tenang aja, selama kamu nurut dan tidak membuat saya marah. Kamu aman, saya hanya mengurung kamu sampai besok pagi. Bukan tiga hari." Laura mengucapkannya dengan santai, seolah itu bukan masalah besar.
Gracia hanya terus menunduk, dan sesekali melirik wajah Laura yang tidak pernah mempunyai rasa kasihan kepada nya.
"Masuk."
Setelah sampai di depan gudang ferra mendorong Gracia ke dalam gudang yang terlihat sangat kotor dan gelap itu, bahkan sarang laba-laba yang ada di sana menjadi bukti betapa tidak terurusnya ruangan itu, ditambah satu satunya pencahayaan hanya cahaya lampu dari luar yang masuk pada celah-celah pentilasi.
Dan cahaya besar saat pintu itu di buka, barulah Gracia bisa melihat semua barang yang ada di dalam gudang itu dengan jelas.
Tanpa sengaja mata coklat terang milik Gracia melihat sepotong lilin dengan korek api di pojokan ruangan.
Baru saja Gracia hendak mengambilnya pintu terbuka yang menjadi satu-satunya sumber cahaya terbesar itu di tutup dari luar, dan memantulkan bunyi yang sangat keras.
Gracia yakin pintu itu sudah di kunci.
Sekarang, bagaimana dia bisa mengambil lilin itu? jika semuanya terlihat berwarna hitam?
Tidak, Gracia tidak boleh mengeluh. Dia beranjak dari tempatnya dan berjalan kearah pojok ruangan tempat dimana lilin tadi terlihat. Walaupun Gracia berjalan seperti orang buta dan sesekali menyenggol dan menabrak barang yang ada di sana sampai badannya terasa sakit akhirnya Gracia menyentuh pojok dinding dan menemukan saklar lampu di sana. Dalam hati Gracia bersorak gembira tetapi hanya sesaat, karena setelah di tekan lampunya tidak menyala.
Tidak mau banyak mengeluh Gracia memapari sebuah meja yang berada di pojokan sana, tak menyangka tangannya memegang sebuah lilin,dan ada korek api di sana Gracia yakin itu karena tadi walaupun samar dia melihatnya.
•••••
"Gue ucapin terima kasih banyak kepada kalian semua yang udah dateng ke acara ultah gue malam ini." Gadis yang terlihat sangat cantik dan elegan dengan gaun berwarna maroon itu menyambut kedatangan para tamu undangan nya, dia terlihat sangat bahagia.
"Dan sebentar lagi jam menunjukkan pukul 12: 00. Yang artinya usia gue sebentar lagi 18 tahun."
"Happy birthday sahabat gue yang paling cantik." Dera -- sahabat Ferra memeluknya di tengah kerumunan.
"Makasih Dera." Ferra balas memeluk.
"Happy birthday Ferra, semoga makin cantik." Oliv ikut memeluk ferra.
"Ah dasar cewek, lebay," ujar Jovin pelan tapi masih terdengar oleh Alfa yang berbeda disebelahnya, dan di sebelah Alfa ada Albern.
Albern datang ke acara seperti ini sejujurnya karena paksaan dari Jovin dan Alfa. Mereka katanya mau cari gebetan baru, lalu apa hubungannya dengan Albern?
Ntahlah.
"Ck bosen gue pulang yu, ga ada yang menarik." Alfa mengeluh dan di beri anggukan kepala oleh Albern.
"Gue kebelakang dulu."
"Kemana Al?" tanya Jovin pada Albern.
"Toilet."
Sebenarnya Albern bukan hanya ingin ke toilet, hanya saja dia risih dari tadi menjadi pusat perhatian para cewek.
"Al jangan lama, 5 menit lagi acaranya di mulai." Alfa memberi tau, tapi apa? Albern tidak peduli.
Sudah hampir lima menit Albern mencari toilet, tapi tak ketemu dimana tempatnya, rumah ini terlalu luas, kalo saja tadi Albern bertanya mungkin sekarang dia tidak pusing seperti ini.
"Happy birthday to me, hiks.. happy birthday to me, happy birthday happy birthday, happy birthday to me."
Bertepatan dengan hari ulang tahun Ferra, ternyata Gracia juga berulang tahun di hari yang sama, mereka hanya terpaut satu tahun, dan bedanya ulang tahunnya tidak pernah dirayangkan. Bahkan diberikan ucapan selamat ulang tahun oleh orang tuanya pun tidak pernah.
Hanya dirinya yang mengucapkan selamat ulang tahun untuknya. Tidak ada kue ulang tahun, yang ada hanya sepotong lilin yang sudah mencair karena terbakar oleh api. Jika Ferra meniup lilin diaras kue ulang tahun, maka Gracia meniup lilin tanpa kue ulang tahun.
"Happy birthday to you."
Deg.
•••••
KAMU SEDANG MEMBACA
Game Of Destiny [END✓]
Teen Fictionselamat datang di kehidupan Gracia, dimana dunianya hanya seperti 'permainan' hari-harinya yang selalu di penuhi dengan harapan, sedangkan kebahagiaannya hanya seperti khayalan. __________________________ "Pah, Gracia sakit. Papa mau kan peluk Graci...