32|- Gracia demam

27 2 0
                                    

"Gracia mohon, hiks... maaf. Maafin Gracia."

"Maaf."

"Tunggu, hiks... Gracia pulang."

"Grac!"Albern membuka pintu kamar apartemen nya saat mendengar suara tangisan di dalam.

Gracia sedang tertidur, namun gadis itu terus saja mengigau.

Albern menyeka keringat yang bercucuran dari dahinya.

"Sstt ngga papa." Cowok itu mengusap-usap rambut Gracia lembut. Menenangkan.

"Mah."

Mah? Apakah Gracia sedang memimpikan ibunya?

Namun, kenapa dia terlihat sangat ketakutan seperti ini?

Albern menempelkan tangannya pada dahi Gracia, tak lama raut wajah nya langsung berubah panik.

Panas.

Sepertinya Gracia demam. Baju yang di kenakan Gracia juga menjadi sangat basah oleh keringat.

Teringat saat kecil jika Albern demam, ibunya selalu mengompresnya. Tak tunggu lama iya segera mengambil air hangat dan handuk kecil untuk mengompres Gracia.

Sudah cukup lama namun demam Gracia bukannya turun malah semakin naik.

Albern harus mengganti baju Gracia yang semakin basah kalau tidak cewek itu akan semakin demam.

Ah! Tidak mungkin kan Albern yang membukanya?

Di saat seperti ini, nama penyelamat langsung terlintas di kepala Albern.

Laki-laki itu mengambil handphone nya dan segera menghubungi orang itu.

"Halo, bunda."

Tak lama terdengar suara di seberang sana. "Iya Al, kamu nginep di apartemen?"

"Iya Bun, Emm Albern butuh bantuan bunda nih, t-tapi bunda jangan marah apalagi salah paham yah."

"Bantuin apa? Bunda pasti bantu mana  mungkin marah."

"I-itu Bun, anu." Albern ragu sebenarnya buat berbicara pada orang tuanya, pasti nanti bundanya itu akan mengomel saat tau Albern membawa seorang gadis ke apartemennya.

Apalagi kondisi Gracia dalam keadaan seperti itu.

Namun, Albern tidak punya pilihan lain!

"Bunda ke apartemen Albern yah sekarang. Ayah lagi di luar kota kan Bun?"

"Iya, ayah lagi di luar kota, tapi buat apa Bunda ke apartemennya kamu?"

"Bantuin, Albern Bun."

"Kenapa sih? Bunda harus bantuin apa?"

"Demam Bun."

"Kamu demam? Ya Allah Bunda ke sana sekarang."

"Buk--" Belum sempat Albern menjelaskan panggilan sudah lebih dulu di matikan oleh bundanya.

"Kan. Ah bodo lah yang penting bunda ke sini."

Cukup lama Albern menunggu kedatangan bundanya, akhirnya wanita paruh baya itu sekarang berada di hadapannya.

"Al. Kamu demam?" Bunda datang dan langsung memegang dahi putranya, jangan tanyakan raut khawatir dari muka nya yang tidak bisa di sembunyikan.

"Ngga panas." Dahi bunda berkerut.

"Bukan Al yang demam Bun." Albern menggaruk belakang lehernya yang sedikit gatal.

"Siapa?"

"I-itu apa."

"Hiks.. di-dingin."

Merasa ada yang tidak beres saat mendengar suara perempuan di dalam kamar anaknya, bunda segera mengecek ke dalam.

"Astagfirullah, Gracia. Kamu kenapa nak?" Badan Gracia bergetar kedinginan namun suhu tubuhnya sangat panas.

"Al pinjem baju kamu. Bunda harus ganti bajunya."

Albern mengangguk dan segera mengambil baju nya di lemari.

"Ini Bun." Bunda menoleh, sembari mengambil baju itu bunda berkata. "Kamu hutang penjelasan sama bunda, Sekarang keluar."

"K-kenapa Bun?" Mendadak cowok itu menjadi linglung.

"Kamu mau lihat anak gadis ganti baju?! Ya Allah Albern bunda ngga pernah ajarin kamu jadi cowok mesum."

Sepontan mata cowok jangkung itu membulat apa- apaan bundanya ini berbicara sembarangan.

"NGGA BUNDA!" Tak ingin kena omel lagi Albern segera berlalu dari kamar nya dan menutup pintu itu cepat.

"Shit! Kenapa gue jadi bego."

••••

"Sekarang jelasin." Gina, selaku Bunda nya Albern ingin mengetahui alasan putra semata wayangnya itu mengapa bisa membawa seorang gadis tidur di apartemennya dengan keadaan mabuk seperti itu.

Tak ingin memperumit keadaan akhirnya Albern menjelaskan semuanya, mengapa dia membawa Gracia dan untungnya, bundanya itu tidak berpikiran yang negatif.

"Maafin Al Bun."

Tangan wanita itu mengelus lembut rambut hitam milik Albern.

"Lain kali jangan buat bunda khawatir."

"Iya Bun."Albern tersenyum. "Keadaan Gracia gimana?"

"Udah mendingan. Demam nya juga udah turun."

Albern menghembuskan nafasnya, lega.

"Jangan khawatir gadis kamu udah baik-baik aja."

"Ih, bunda apaan." Pipi Albern memerah mendengar penuturan bundanya.

"Bunda harus pulang, tadi ayah nelpon katanya mau pulang malam ini, kamu jagain Gracia tapi ingat jangan macam-macam."

"Iya Al ngga macem-macem."

"Bunda percaya, jangan rusak kepercayaan bunda."

Setelahnya, Gina pamit dan langsung pergi dari apartemen itu menyisakan Albern dan Gracia yang berada di sana.

___Game of destiny___

Game Of Destiny [END✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang