Sial! Albern salah faham, rupanya cowok yang sedang bersama Gracia itu adalah pedagang telur gulung yang saat ini dagangannya di beli oleh Gracia.
Pertanyaan nya, mengapa pedagang itu masih sangat muda? Mungkin masih tiga tahun di atas umur mereka.
Huh, Kalau saja Albern tidak berusaha mendekati keduanya mungkin saat ini Albern sudah pulang dengan asumsi buruknya lagi. Tapi memang dilihat dari jarak yang cukup jauh tidak terlihat tanda-tanda ada gerobak di sana. Ah! Pantas saja tidak terlihat rupanya terhalang oleh mobil yang terparkir di pinggir jalan.
'Kadang yang kita lihat belum tentu itu kebenarannya' Itulah yang bisa Albern simpulkan saat ini! Kalau begitu, cowok yang sekarang sedang bersembunyi di balik pohon itu pun kembali berpikir, apa jangan-jangan kejadian saat Gracia sedang pelukan dengan seorang cowok di kafe itu pun belum tentu kebenarannya?
Masalahnya, kebenaran apa yang Albern tidak tau saat ini?
Kehidupan Gracia begitu rumit, sangat sulit untuk iya pahami. Dan begitu banyak rahasia yang tidak Albern ketahui.
Albern tidak pernah kepo dengan kehidupan orang lain, tapi mengapa dengan kehidupan gadis itu, dia merasa sangat penasaran?
Di satu sisi, dia bahagia saat ini karena bisa melihat gadis yang dia cari-cari kini berada di depan pandangannya dengan kondisi yang sudah baik-baik saja. Tapi di sisi lain, Albern bingung antara harus menghampirinya atau tetap hanya memantau dari kejauhan.
Albern, hanya merasa malu untuk bertemu dengan Gracia.
"Aduh! Aw! Sakit anjing!" Tanpa di duga, Albern yang sedang anteng berbunyi di balik pohon itu malah menjadi mangsa semut yang bersarang di pohon, mungkin merasa terganggu dengan kehadiran tamu tak di undang seperti Albern.
Tanpa sadar ternyata umpatan yang keluar dari mulutnya mengalihkan perhatian Gracia ke arahnya.
Cowok itu terlalu pokus menggaruk-garuk badannya yang gatal akibat gigitan semut, hingga tanpa iya sadari sekarang Gracia sedang berada tepat di hadapannya.
"Sialan! ngapain gigitin badan gue sih anjing."
"Kamu lupa? Itu namanya semut, bukan anjing."
Suara itu....
Glek.
Albern menelan saliva nya sudah payah.
Tepat saat cowok itu mengangkat kepalanya benar saja, di hadapan nya Gracia sedang memandangi dirinya dengan membawa dua buah kantong plastik berwarna hitam yang Albern yakin isinya adalah telur gulung pembeliannya tadi.
"L-lo kenapa di sini?"
"Ada juga aku yang harus nanya, kamu ngapain di sini? Di bawah pohon lagi. kamu ga lihat pohon ini banyak semutnya?"
Ditanya seperti itu, Albern gelapakan. Dia bingung harus menjawab apa?
"Emm i-itu anu a-apa emm apa sih ah." Albern mengusap wajahnya kasar. "G-gue ada tugas sekolah penelitian tentang pohon."
Gracia memicingkan matanya curiga. Perasaan pohon banyak, kenapa harus daerah sini?
"Lo bisa bantuin gue?" tanya Albern.
"Pohon ini?"
"Bukan, ini mah cuman contoh gue maunya pohon yang istimewa, bisa ikut gue."
Gracia menganggukan kepalanya ragu.
Setelah mendapat respon positif. Albern berjalan ke arah motornya di parkiran dan langsung menyuruh Gracia naik. Tanpa banyak bicara lagi Albern segera melajukan motornya.
Albern pikir, saat dia akan bertemu kembali dengan Gracia cewek ini akan menghindar dan marah padanya. Namun ternyata Gracia malah mau membantunya.
Ya walaupun perihal tugas sekolah tentang penelitian pohon itu bohong! Tetapi tentang pohon istimewa yang Albern katakan tadi dia tidak berbohong. Sungguh!
Tiga minggu belakangan ini, disaat kesetresan nya mencari Gracia, Albern selalu menyempatkan waktu, pikiran, dan tenaganya untuk menghias pohon itu. Pohon yang selalu Albern datangin disaat dia butuh waktu untuk sendiri. Menenangkan pikiran dan jiwanya.
Setelah hampir satu jam Albern mengendarai motor. Akhirnya sampailah dia di tempat tujuan.
Di sinilah mereka sekarang, di sebuah bukit tak terlalu tinggi yang tak jauh dari kota. Bahkan dari sini pun Gracia bisa melihat bangunan-bangunan tinggi dan rumah penduduk di bawah sana.
Ini pertama kalinya Gracia ke tempat ini.
"Kamu sering kesini?"
"Banget, di sini villa bokap gue."
Yaampun Gracia baru sadar! Pantas saja tadi Albern di beri jalan dengan leluasa oleh petugas keamanan.
Tapi, mengapa Albern membawa Gracia jauh dari villa? Tidak, jangan berpikiran yang tidak-iya. Maksudnya Albern mau mengajak Gracia kemana? Bukankah ini sudah mau menjelang malam?
Saat Gracia ingin bertanya, lagi. Cahaya jingga yang di pancarkan oleh langit membuatnya bungkam. Gracia terpana dengan pemandangan di atas sana sampai tak sadar saat tangannya sudah di genggaman oleh cowok yang berada di sampingnya.
Albern membawa Gracia berlari kecil di bawah keindahan langit sore yang menampakkan sunset serta tiupan angin yang cukup kencang ditambah dengan pemandangan alam di sekitarnya.
Sampai saat cowok itu menghentikan langkahnya, tepat di bawah pohon besar yang cukup rindang, di situlah saat-saat sepenuhnya matahari terbenam. Sungguh momen yang sangat indah.
Hening, keduanya diam sama-sama menikmati momen itu. Namun, tak lama Albern berucap.
"Sorry."
"K-kenapa kamu minta maaf?"
"Gue penyebab lo kecelakaan, kalau waktu itu gue anterin lo pulang sampe rumah semuanya ngga akan terjadi."
"Kamu tau dari mana aku kecelakaan?"
Albern memejamkan matanya sesaat dan mengalihkan pandangan ke arah Gracia.
"Orang bego mana yang mau diem aja saat tau, cewek yang semalam sama gue tiba-tiba ngilang beberapa Minggu? Gue nyari lo di mana-mana Grac, gue ngga tau lo ada di mana! Dan gue ngga tau rumah lo di mana!"
"G-gue.... Gue khawatir sama lo, Puas?"
___Game of destiny___
KAMU SEDANG MEMBACA
Game Of Destiny [END✓]
Teen Fictionselamat datang di kehidupan Gracia, dimana dunianya hanya seperti 'permainan' hari-harinya yang selalu di penuhi dengan harapan, sedangkan kebahagiaannya hanya seperti khayalan. __________________________ "Pah, Gracia sakit. Papa mau kan peluk Graci...