14|- Diusir?

34 4 13
                                    

Perlahan, pemilik iris mata coklat terang itu membuka matanya dengan menyesuaikan cahaya yang masuk menyilaukan mata.

Pandangan pertama yang Gracia lihat adalah ruangan bercat abu-abu yang di campur dengan warna putih. Jelas ini bukan kamarnya!

"Kamu udah sadar, syukurlah."

"Aku di mana?" Gracia bingung saat melihat wanita paruh baya yang duduk di sebelah dirinya, jelas sekali terlihat dari wajah nya jika wanita ini sangat cantik.

"Kamu temennya Albern? Semalam Albern pulang dan membawa kamu ke sini karena kamu pingsan. Sekarang kamu berada di rumahnya Al."

Kini Gracia tau kalo wanita paruh baya ini ibu kandungnya Albern!

"I-iya Tante aku temen nya Albern." Temen? Gracia ragu saat mengungkapkan kata itu, bukannya mereka hanya orang asing yang dengan tiba-tiba Albern meminta berkenalan dengan gracia?

"Cantik, baru kali ini loh Albern membawa temen perempuan nya ke rumah. Oh iya kenalin nama Tante Gina nesvact, kamu bisa panggil Tante Gina atau mau sama kaya Albern juga boleh." Gina tersenyum. Jelas sekali senyum itu adalah senyuman paling tulus yang pernah Gracia lihat.

"Emang, Albern manggilnya gimana?" tanya Gracia, kenapa ini? Gracia mendadak ingin tau.

"Bunda!!"

"Nah! itu suara, Albern." Baru juga Gina hendak memberitahu Gracia, suara Albern sudah lebih dulu terdengar.

Albern masuk ke dalam kamarnya dan mendapati Bundanya yang sedang mengobrol dengan Gracia, mereka seperti orang yang sudah akrab.

"Al nyariin ternyata di sini."

"Sini! Ini temen kamu udah sadar." Gina menyuruh Albern untuk duduk di sampingnya.

"Gimana keadaan lo?" Albern bertanya pada Gracia.

"Baik, cuman aga sakit di punggung doang." ujar Gracia dengan sedikit meringis saat punggungnya terbentur penyangga kasur.

"Ya pasti lah orang di pukul balok kayu, untung aja tulang punggung lo ga patah. Lagian ngapain sih pake nyelamatin gue segala! Gue kan kuat kalo di pukul sama begituan ga mempan." Albern menggerutu kepada Gracia.

"Albern marahin kamu, itu tandanya dia lagi hawatir Grac." Gina berbisik kepada Gracia,

Namun, Sayang nya masih terdengar oleh Albern.

"Ck! Apa sih Bun!" Cowok itu berdecak kesal.

"Ngga ada yang lebih tau sifat kamu selain bunda Al." Gina semakin menggoda Albern.

Momen seperti ini lah yang Gracia inginkan sedari dulu. Bercanda, bersama keluarga, kehangatan Mamanya dan tertawa bersama.

Gracia benar-benar beruntung bisa kenal dengan wanita se- tulus bundanya Albern.

Ngomong-ngomong soal bunda, Gracia jadi kepikiran Mama nya.

"Eh Jam berapa sekarang?" tanya gracia panik.

"Kenapa Gracia? Sekarang baru jam 7 pagi ini kan hari Sabtu sekolah kalian libur kan?" ujar Gina menenangkan.

Yaampun Gracia sampai lupa jika semalam dia pasti menginap di sini dan tidak pulang. Bagaimana ini? Gracia takut Mamanya akan mengamuk lagi!

"Tante gracia harus pulang sekarang, takutnya nanti Mama khawatir." Khawatir? Sungguh Gracia mengutuk dirinya karena terlah berbohong.

Sebagai seorang ibu, Gina mengerti dengan perasaan khawatir itu, apalagi mendapati anak perempuan nya yang tak pulang semalam. Namun sayangnya Gina tak mempunyai anak perempuan. Padahal dari dulu dia ingin sekali anak perempuan.

"Yaudahh, Al anterin Gracia pulang yah. Jangan lupa nanti kapan-kapan main ke sini lagi yah. Tante tunggu pokonya!" ujar Gina dengan tersenyum hangat.

"Aku bisa pulang sendiri ko, Tan."

"Ck! Ayo buruan gue tunggu di depan." Sepertinya Albern tau Gracia akan menolak nya untuk di antarkan pulang."

"Udah cepetan Al udah nungguin tu di depan."

Sepertinya Gracia harus membuang jauh-jauh rasa sungkan saat dekat dengan Bundanya Albern.

••••••

"Dari mana saja kamu? anak sialan!!"

Selepas Albern yang mengantarkannya hanya sampai depan komplek perumahan nya, karena takut ketahuan kalo rumahnya sama dengan Ferra, maka sekarang di sinilah Gracia. Di rumah dengan sejuta penderitaan bagi Gracia.

Tetapi Gracia tau dia di sini masih sangat beruntung jika di bandingkan dengan orang lain di luaran sana yang tidak mempunyai keluarga secara nyata. Mereka hidup sendiri!

"Jawab! Apa kamu bisu?" Lidah Gracia seperti tak bisa berucap saat ini, yang Gracia lakukan hanya menundukkan kepalanya dengan rasa takut yang semakin menjadi.

"Ferra lihat tadi dia di antarkan oleh laki-laki deh mah, tapi Ferra ngga tau jelas." Ucapan Ferra yang seperti itu semakin menambah amarah Laura.

"Oh jadi sekarang kamu menjadi jalang?!"

"Ngga Mah. Sumpah Gracia bukan perempuan seperti itu." Gadis itu terjatuh di hadapan kaki Laura.

"Dasar anak tak berguna! Bikin malu keluarga!"

"Maafin Gracia. Tolong!" Gadis itu semakin bersimpuh di hadapan Laura. Berharap ibunya itu akan percaya padanya.

Walaupun harapan gracia 0,1%.

"Sepertinya kamu sudah tidak betah di rumah saya, kenapa tidak pergi saja?"

Gracia tak sebodoh itu untuk memahami ucapan yang di lontarkan Mama nya adalah menyuruhnya pergi dari rumah!

Tuhan, Kalo Gracia pergi, dia akan tinggal di mana?

___Game of destiny___

Game Of Destiny [END✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang