"Kenapa aku ngerasa kalo kamu adalah orang yang ada dalam cerita aku Al?"
Albern menggelengkan kepalanya pelan.
"Mana ada, gue waktu kecil tinggal di Singapura sama bunda." Albern berpikir sejenak."kata lo orang itu jatoh ke sungai dan ga tertolong 'kan? Kalo orang itu gue, mungkin sekarang gue udah mati."
Jawaban Albern kemarin berhasil membuat harapan Gracia hancur.
Benar juga sih. Jelas-jelas Gracia sendiri yang menyaksikan anak laki-laki itu terjatuh, namun Gracia juga tidak tau kelanjutannya seperti apa? saat itu karena terlalu syok dia sempat pingsan dan terbangun sudah berada di rumah sakit.
Namun, apakah salah, Gracia berharap, lagi kalau orang itu masih hidup?
Harapan yang tumbuh pada ilusi.
Lagi-lagi Gracia berharap pada sesuatu yang sangat kecil kemungkinannya untuk tercapai.
Kring....
Terlalu pokus pada pikirannya, Gracia sampai tak sadar jika bel sudah berbunyi, tandanya istirahat Pertama.
"Grac, gue ada sesuatu buat lo." Gemi mengambil sebuah undangan dari dalam tas nya.
"Undangan ulang tahun gue. Lo pokonya harus dateng gue ngga mau tau."
Gracia merasa ragu harus datang atau tidak, karena dia belum pernah menghadiri acara seperti itu. Ulang tahunnya saja belum pernah di rayakan apalagi menghadiri pesta ulang tahun orang?
"Aku ngga tau, bisa atau ngga." Gracia menunduk.
"Loh, kenapa?"
Mendapat raut kecewa dalam muka Gemi, Gracia menjadi tidak tega untuk menolaknya.
"Masa lo ga ngehargain gue sih Grac."
"Huh, iya deh aku bakal datang." Gadis itu tersenyum mengambil kembali undangan yang berada di tanggan Gemi.
"Nah gitu dong." Gemi tersenyum. Tampak wajah kelegaan di balik itu.
••••
"Saran gue mendingan lo jangan dateng deh Grac, gue ga yakin temen lo itu benar-bener baik."
"Kenapa, kamu ngelarang aku ke sana?" Gracia memicingkan matanya saat mendengar respon dari Albern tentang undangan yang di berikan Gemi.
"Gue bukan ngelarang, Grac! Gue takutnya lo nanti di bully sama mereka."
"Aku yakin, Gemi orangnya baik." Jeda sejenak." Kamu juga pasti di undang kan?"
"Gue ga tertarik acara gituan."
Gracia menarik nafasnya lelah. Jujur saja sebenarnya Gracia sangat ingin bisa merasakan hal-hal seperti itu, punya teman, di undang ke acara ultahnya dan merasakan kehadirannya di pertanyaan. Namun, Gracia juga tau diri. Sangat sulit baginya untuk bisa berbaur dengan orang lain.
"Sebentar lagi bel masuk. Aku ke kelas duluan Al." Tak ingin membahas lebih lanjut, akhirnya Gracia memilih balik ke kelasnya.
"Gue harap, nanti malam lo ga datang Grac." Albern memejamkan mata dan mengusap wajahnya kasar. Sepertinya cowok itu terlihat cemas.
••••
Berkali-kali Gracia memastikan bahwa alamat yang dia tuju tidak salah. Memang benar alamatnya di sini.
Gracia tidak tau, kalau ternyata Gemi mengadakan acara ultahnya di dalam club' malam seperti ini.
Dengan modal nekatnya Gracia pergi ke sini di temani oleh tukang ojek yang mengantarkan nya. Gracia menjadi ragu, antara harus masuk atau tidak.
"Gracia." Gadis itu menoleh saat namanya di sebut. "Akhirnya lo dateng juga. Eh tapi kenapa di luar ayo masuk."
Gracia sungguh ragu dengan ajakan Gemi sekarang.
"Kenapa acaranya di sini, Gem?"
"Lebih seru Grac. Ayo ah buruan di dalam udah banyakan." Gemi menggandeng tangan, Gracia ke dalam.
Suasana ramai, musik yang sangat keras dan gemerlap lampu yang membuat sakit kepala adalah suasana pertama yang menyambut Gracia. Sungguh demi apapun, ini pertama kalinya dia menginjakkan kakinya di tempat ini.
"Alex." Gemi memanggil, melalui ekor matanya dia seperti mengisyaratkan kedatangan Gracia.
Seketika yang di panggil menoleh.
"Wah, kenapa malam ini lo terlihat lebih cantik Gracia." Alex menatap Gracia dari ujung kaki sampai kepala. Dia seperti sedang menilai.
Mendapat tatapan seperti itu membuat Gracia sedikit risih.
Antara sadar atau tidak, Alex memuji Gracia.
"Grac, gue harus nyapa banyak tamu. Gue tinggal sebentar yah." Gracia ingin menolak! Namun, Gemi sudah pergi dari sana.
Alex menarik tangan Gracia menuju salah satu bar dan duduk di sana.
Entah perasaan Gracia atau memang benar adanya, Gracia merasa tatapan mata orang-orang di sana seperti memandang lapar dirinya. Gracia ingin pergi dari tempat ini!
Kenapa Gracia tidak mendengarkan perkataan Albern?
Albern benar, seharusnya Gracia tidak ikut.
Dimana cowok itu sekarang?
Melihat ke arah pintu masuk, Gracia terkejut saat mendapati seorang yang sedang dia pikirkan nya saat ini berada di sana. Yang membuat Gracia lebih terkejut adalah Albern tidak datang sendiri. Melainkan dengan seorang perempuan cantik yang berada di sebelahnya.
Albern menggandeng tangan nya mesra, seperti takut perempuan itu hilang darinya.
Gracia tidak mengenal gadis itu siapa.
Apakah ini alasan Albern melarangnya datang?
Tapi kenapa?
___Game of destiny___
KAMU SEDANG MEMBACA
Game Of Destiny [END✓]
Teen Fictionselamat datang di kehidupan Gracia, dimana dunianya hanya seperti 'permainan' hari-harinya yang selalu di penuhi dengan harapan, sedangkan kebahagiaannya hanya seperti khayalan. __________________________ "Pah, Gracia sakit. Papa mau kan peluk Graci...