Sinar matahari yang semula masih belum menyinar kan cahayanya, kini perlahan terlihat. menembus celah-celah jendela ruangan bernuansa abu-abu dengan sedikit warna hitam di pojokan nya.
Merasa terganggu dengan cahaya itu, saat ini, sang pemilik iris coklat terang yang semalam demam serta banyak mengigau itu terbuka perlahan.
Tangannya langsung saja memegang dahi nya sendiri saat merasakan sedikit masih terasa pusing.
"Sshh, kenapa kepala aku sakit yah?"
Saat kesadaran Gracia sudah sepenuhnya pulih, sontak saja kejadian sewaktu dirinya berada di club' terlintas di otaknya.
Beberapa pikiran negatif terlintas di pikirannya, saat menyadari kini dia sedang bangunan tidur dengan pakaian yang sudah berganti.
Gracia ingat betul, semalam waktu dia pergi ke pesta Gemi, Gracia mengenakan dress hitam selutut, bukan Hoodie hitam kebesaran seperti ini!
"Aaaaaaaa."
Mendengar teriakkan dari dalam kamarnya, Albern yang semula masih tidur di atas sofa nya sontak saja langsung beterbangan.
Takut terjadi apa-apa dengan Gracia, Albern segera menghampiri ruangan itu.
"ADA APA?" ucap Albern dengan teriakan paniknya.
Dapat Albern lihat mata coklat itu membulat sempurna dengan mulut sedikit terbuka, Albern simpulkan Gracia seperti syok melihat Albern. what a cute expression in Albern's eyes.
"Hiks...hiks..."
Tak lama gadis itu menangis di sana. Sungguh! hal yang lebih membuat Albern bingung bukan main.
"Masih sakit?"
Pertanyaan ambigu Albern semakin membuat tangisan Gracia semakin keras, apa-apan cowok itu.
"Kamu jahat, Al! Aku benci benci benci benci banget sama kamu!"
"Gue udah bilang, gue ngga suka lo ngomong gitu, Grac. Mau gue cium lagi?"
Lagi? Tuh kan! Albern semalam menciumnya? Sungguh perkataan cowok itu sangat memperkuat asumsi Gracia sekarang.
"Huaaa hiks... Hikss... Kamu cowok brengsek yang udah ambil mahkota aku Al!"
Deg.
Albern menegang di tempatnya, sejak kapan Alber melakukan itu dengan Gracia?
Sungguh, semalam Albern tidak melakukan apa-apa! Dia ingat pesan dari bundanya dan mana mungkin Albern meruntuhkan kepercayaan wanita kesayangannya itu.
"Yaampun, Grac lo ngomong apa? Ah! salah paham kan." Albern maju mendekati Gracia.
"Kenapa aku bisa tidur di sini Al?"
"Kenapa lo datang ke acaranya Gemi?"Albern melontarkan pertanyaan saat Gracia mengajukan pertanyaan padanya.
"Gemi temen aku, salah kalo aku datang ke sana?"
"Heh! Temen macam apa yang ngejual temennya sendiri."
Mendengar perkataan Albern, Gracia di buat mati kutu.
"Alex temen sekelas aku, ngga mungkin Gemi jual aku ke dia. Kamu kira aku benda!" Gracia masih berusaha nyangkal.
"Ya, intinya temen lo itu udah nyerahin lo ke temen cowok kelas lo tadi, siapa namanya? Elex?"
"Alex."
"Ah, iya itu."
Gracia menghembuskan nafasnya kasar."Kenapa aku bisa ada di sini?"
"Lo mabuk."
"HAH?!"
"Heh! Berisik!"
"Kenapa aku bisa mabuk?"
"Pake nanya lagi."
Tidak, Gracia tau penyebabnya mabuk adalah karena alkohol, tapi yang Gracia heran adalah: Gracia tidak tau kapan dia meminum minuman haram itu!
Gadis itu mengalihkan pandangan dari yang semula melihat wajah Albern sekarang beralih pada pakaian yang di kenalannya.
"Kenapa baju aku ganti?"
"Bunda yang gantiin, lo semalam demam jadi gue minta bunda buat rawat lo." Mungkin, untuk sekarang Albern tidak akan dulu bertanya banyak hal tentang kejadian semalam, saat Gracia mengigau menyebutkan orang tuanya dan ucapan putus asa yang keluar dari mulutnya. Albern tidak akan bertanya, apa yang terjadi? Karena cowok itu sudah dapat menyimpulkan dari beberapa cerita Gracia sewaktu di puncak waktu itu, dan semua kejadian sensitif yang Gracia rahasiakan tentang keluarganya.
Sementara saat ini, Gracia tertegun setelah mengetahui fakta yang di katakan Albern.
"Bunda kamu yang ngerawat aku saat demam Al?" tanya Gracia.
"Iya, kenapa?"
Mata gadis itu berkaca-kaca. Sungguh Gracia ingin sekali sadar sewaktu bundanya Albern merawatnya, dia ingin merasakan betapa perhatiannya sosok itu.
"Makasih, tolong sampaikan ucapan terima kasih aku buat bunda kamu."
"Iya, pasti." Albern jelas dapat melihat raut bahagia sekaligus sendu dari pancaran mata itu, namun kembali lagi. Albern tidak akan bertanya banyak hal untuk sekarang keadaan gadis itu saat ini saja masih terlihat lelah dan belum sepenuhnya pulih, Albern tidak ingin menambah beban pikirannya.
Setelahnya, kedua orang itu sama-sama diam. Tak dapat di pungki bahwa saat ini, sebenarnya, Gracia sedang menunggu Albern menjelaskan tentang siapa perempuan yang di bawanya ke acara semalam? Ada hubungan apa mereka? Namun ternyata, ekspektasi tak semanis realita. Albern masih saja diam dan sepertinya tidak ada niatan untuk menjelaskan tentang itu.
Huh! Pikiran dari mana itu Gracia? Memangnya apa yang dia harapkan dari Albern? Mereka berdua bukannya sepasang kekasih kan? Jadi tidak ada salahnya jika Albern bersama wanita lain.
"Aku mau pulang Al."
Albern mengangguk. "Gue anter."
"N-ngga usah."
"Gue merintah bukan minta persetujuan."
___Game of destiny___
KAMU SEDANG MEMBACA
Game Of Destiny [END✓]
Teen Fictionselamat datang di kehidupan Gracia, dimana dunianya hanya seperti 'permainan' hari-harinya yang selalu di penuhi dengan harapan, sedangkan kebahagiaannya hanya seperti khayalan. __________________________ "Pah, Gracia sakit. Papa mau kan peluk Graci...