_Game of destiny_
"Anak-anak hari ini pelajaran hanya sampai di sini, dan jangan lupa tugas kelompok Kalian kerjakan secara kompak, Minggu depan harus sudah kumpul semua." Bu Delia memberikan instruksi dengan sesekali membereskan buku-bukunya di atas meja.
"Iya Bu."
"Baik kalo begitu ibu permisi."
Setelah kepergian guru biologi itu meja Gracia langsung di datangi oleh Gemi.
"Grac kerja kelompok nya sekarang aja ya, di kafe saudara aku nanti aku kirim alamatnya."
"hari ini kayanya aku ngga bisa deh Gem, soalnya aku harus--"
"Yaampun Grac sebentar doang ko."
Gemi memotong perkataan Gracia.
"Pokonya kamu harus dateng. Titik, aku
tunggu ." Setelah mengucapkan kalimat pemaksaan itu Gemi melengos pergi dari hadapan Gracia.Sebenarnya hari ini setelah pulang sekolah Gracia harus ke rumah sakit buat mengontrol kondisinya sekalian membeli obat. Gracia rasa obatnya sudah habis.
Tapi tak apa lah, semoga saja penyakitnya tidak kambuh.
Gracia menderita penyakit gagal jantung sejak kecil, hanya saja tidak ada yang tau. Sudah Gracia beri tau pun ...
tidak ada yang peduli.
Setelah dirasa sekolahan sudah mulai sepi Gracia segera keluar kelas. Memang Gracia sengaja menunggu agar tidak banyak orang melihatnya, bukan apa Gracia hanya risih menjadi pusat perhatian.
Kakinya terus melangkah menyusuri koridor yang sudah mulai sepi,
"Mau pulang bareng?"
Langkah Gracia seketika berhenti saat mendengar suara bariton yang terasa asing di telinganya.
Segera Gracia membalikkan badannya untuk melihat wajah orang yang telah berbicara padanya.
Gracia yakin orang itu berbicara padanya karena sudah tidak ada orang lain lagi di sana selain diri nya.
"K-kamu siapa?"
"Lo ga tau sama gue?" Davian bertanya dengan tak percaya. Sementara Gracia hanya mengangguk.
"Ga salah pilih gue."
Gracia semakin heran. Maksudnya apa?
"Maksudnya? ga salah pilih apa?"
"Ga salah pilih calon pacar." Davian tertawa setelah mengucapkan itu sementara Gracia menganggapnya. Aneh.
"Nama gue Davian. Lo jangan sebutin nama. Gue udah tau nama lo."
"Hah?" Gracia semakin dibuat heran dengan orang yang ada di hadapannya kini.
"Pulang bareng gue Gracia."
"Maaf ngga bisa aku ada janji sama temen." Tanpa basa -basi lagi Gracia segera pergi dari hadapan Davian.
Sepeninggalnya Gracia Davian bergumam pelan."Cantik, dan. Menarik."
•••••
Sudah lebih dari satu jam Gracia menunggu Gema di kafe itu dan tugas kelompok yang harusnya dikerjakan oleh dua orang itu sudah hampir selesai sekarang. Sebenarnya Gracia bisa saja meyelesaikan nya sekarang, namun Gracia takut Gema tidak akan paham dengan materinya jika semua dikerjakan oleh Gracia.
"Aduh maaf ya Gracia aku telat dateng. Gimana udah beres belum?"
"Sedikit lagi beres Gem. Ini tinggal bagian kamu lagi yang kerjain." Gracia menyerahkan buku biologi itu kepada Gemi.
"Kenapa ngga sekalian aja kamu selesain Grac, yang kaya gini aja ribet banget sih." Gemi mendengus kasar.
"Nanti pas persentase kamu ngga bisa gimana?" Gracia mencoba menjelaskan.
"Kan ada kamu Grac," ujar Gemi santai.
"Kamu jangan selalu ngandelin aku Gem."
"Selagi lo masih bisa di andelin kenapa ngga?"
"Ko kamu ngomongnya gitu sih?" Semakin kesini Gracia rasa sikap Gemi semakin keterlaluan, dia semakin semena-mena terhadap Gracia.
"Lo kalo mau kerja kelompok harusnya pilih orang, masa patung kaya dia lo ajak kerjasama, yang ada lo kan yang cape."
Ntah datang dari mana Albern. Tiba-tiba sudah berada di samping Gracia.
"A-Albern yaampun." Gemini terperangah melihat Albern berada di samping Gracia.
"Loh kamu ngapain di sini?" Gracia juga tak bisa menyembunyikan keterkejutannya.
"Ikuti gue. Dan lo." Albern menunjuk gema. " Kerjain tugas kelompok bagian lo."
Gemi hanya mengangguk kaku setelah melihat Albern menarik tangan Gracia secara lembut.
"Naik." Albern menyuruh Gracia untuk segera menaiki motornya.
"Ngga bisa Al aku pake Rok." Gracia salah tingkah saat Albern menatapnya curiga.
"Lo lagi kode gue buat lepasin jaket supaya bisa nutupin paha lo, gitu?" Seketika mata Gracia melotot mendengar penuturan Albern.
"Ngga, aku juga punya tas." Gracia langsung menaiki motor besar Albern dan meletakan tas di pangkuannya.
"Ngomong aja kali ga usah pake kode-kode segala." Albern semakin gencar menggodanya.
Sementara Gracia tak menggubris perkataan Albern dan pokus melihat ke samping, lebih tepatnya mengalihkan pandangan.
Setelah menempuh perjalanan selama lima belas menit akhirnya mereka sampai di tujuan. Parahnya Gracia tidak tau Albern membawanya kemana.
"Lo ga mau nanya gue bawa lo kemana gitu?" Albern menarik turunkan alisnya.
"Emangnya kemana?"
"Nanti juga lo tau." Kenapa Gracia selalu emosi jika berdekatan dengan Albern?
Apakah Albern selalu mengundang emosi?
"Ikutin gue." Albern berjalan di depan sementara Gracia di belakangnya.
"Albern. Kenapa kamu bawa aku ke apartemen kamu?" Gracia bertanya Curiga.
"Apalagi, kalo cowo sama cewe berduaan di apartemen, mau ngapain?" Albern menunjukkan smirk nya.
Karena mendapat tanda- tanda sinyal bahaya Gracia menelan saliva nya kasar, dengan mundur satu langkah saat Albern mendekatinya.
"J-jangan macem-macem ya kamu." Sebisa mungkin Gracia menyembunyikan ketakutannya tetapi ntah kenapa Albern masih bisa melihat itu.
"Ngga macem-macem, cuman satu macem untuk hari ini, tapi lain hari gue mau banyak-banyak macem." Albern semakin mendekati Gracia yang terlihat sedang gugup,
Tangan Albern melepas satu persatu kancing seragam sekolah yang membalut tubuh atletis nya hingga pada kancing ke tiga Gracia bersuara.
"Al-kamu m-mau apa?" Gracia semakin gelisah.
"Mmfftt-- haha." Albern tidak bisa menahan tawanya setelah melihat gerak gerik Gracia yang seperti itu, sungguh sangat menggemaskan dimata Albern.
"Lo mikir apaan?!" Albern semakin keras tertawa saat melihat wajah Gracia yang terlihat bingung.
"Gue mau mandi Grac, dan gue mau minta tolong bikinin gue nasi goreng, gue rasa nasi goreng buatan lo ,sama rasanya kaya buatan bunda gue. Dapurnya di sana dan bahannya udah ada di kulkas." Setelah mengucapkan itu Albern melengos pergi ke kamar mandi.
Saat dirasa ada yang perlu di omongkan lagi Albern berbalik dan menghadap Gracia.
"Setelah gue selesai mandi, kita makan bareng."
makan bareng?
Mungkin bagi sebagian besar orang, kata-kata itu sudah bosan di dengar, tapi tidak untuk Gracia. Ucapan seperti itu termasuk salah satu ucapan yang sangat ingin dia dengar dari mulut orang tuanya.
Tetapi itu hanya mimpi, bahkan sampai Gracia mati pun, belum tentu dia akan mendengarnya.
_Game of destiny_
KAMU SEDANG MEMBACA
Game Of Destiny [END✓]
Fiksi Remajaselamat datang di kehidupan Gracia, dimana dunianya hanya seperti 'permainan' hari-harinya yang selalu di penuhi dengan harapan, sedangkan kebahagiaannya hanya seperti khayalan. __________________________ "Pah, Gracia sakit. Papa mau kan peluk Graci...