22|- kecelakaan

18 3 0
                                    

Setelah kejadian di meja makan tadi sehingga menimbulkan suasana yang sangat awkward, Gracia kini di hadapkan kembali dengan pertanyaan-pertanyaan yang sungguh membuatnya bingung harus menjawab dan berekspresi seperti apa.

"Grac anak Tante ganteng kan?"

Gracia hanya merespon dengan deheman atau tawa garing sebagai respon nya dengan sesekali menggaruk tengkuk, walaupun tidak gatal.

Masalahnya Gracia ini bingung harus menjawab apa! Mana orangnya sedang berada di sana.

Ya! Albern dari tadi hanya menyimak.

"Tan ini udah malem, Gracia pamit pulang dulu yah."

Lebih baik Gracia segera pulang daripada di serang pertanyaan yang pasti sudah tau jawabannya itu.

"Eh! Ya ampun, maaf Tante lupa waktu kalo udah ngobrol."

"Ngga papa ko. Gracia seneng, tapi Gracia harus pulang takut di cariin." Gadis itu meringgis karena ucapannya sendiri.

"Yaudah, Al anterin Gracia pulang yah."

"Ng-ngga usah Tan, Gracia bisa pulang sendiri."

"Gue tunggu di depan." tanpa menatap Gracia Albern segera beranjak dan menunggu di depan rumahnya.

"Ngga baik anak gadis pulang malam sendiri." Gina selaku bundanya Albern memberikan perhatian. "Maaf Tante udah ngerepotin."

"Eh, ngga. Gracia udah bilang kan Gracia seneng." Gadis itu tersenyum ramah. "Grac pulang dulu yah, Tan."

"Hati-hati di jalan yah."

"Iya, Tan."

Setelah berpamitan, Gracia segera menyusul Albern di depan rumah nya.

"Maaf lama." Gracia sebenarnya tidak enak karena harus merepotkan Albern. Lagi.

"Ga papa, ayo naik."

Setelah Gracia naik, barulah motor besar berwarna hitam itu melesat meninggalkan pekarangan halaman rumah.

Terjadi keheningan kembali. Di antara mereka berdua tidak ada yang berani membuka suara.

Albern masih pokus dengan pikirannya sendiri, mungkin dia masih sedikit kesal saat mengingat kejadian beberapa hari yang lalu saat Gracia jalan dengan cowok lain.

Tapi kenapa juga Albern harus kesal mengingat itu? Bukankah mereka tidak mempunyai hubungan?

Suara bising dari kendaraan kini menjadi seperti lagu pengiring perjalanan mereka.

Hingga beberapa saat lama, akhirnya ada yang membuka suara.

"Grac, kemarin-kemarin lo jalan sama cowok, dia siapa?" Albern bodoh! Kenapa bicara seperti itu?!

Ah! bagaimana jika Gracia berpikir kemana-mana tentang pertanyaan nya?

Apalagi sampai Gracia berpikir bahwa Albern cemburu!

"Apa? Maaf Al bisa di ulangi kamu ngomong apa? Aku ngga dengar."

Huh, untunglah Gracia tidak mendengar.

Sepertinya Albern sedikit berterima kasih pada pengendara motor yang suaranya bising.

"Ngga ada. Lupain."

"Emm, ok."

Terjadi keheningan kembali sampai akhirnya motor yang di kendarai Albern berhenti di pinggir jalan.

"Kenapa berhenti?" tanya Gracia.

"Sebentar." Albern mengambil ponselnya yang dari tadi bergetar. Mungkin ada pesan masuk.

Selang beberapa detik setelah cowok itu memegang ponsel. Ekspresi wajahnya berubah menjadi terlihat. khawatir?

"Grac kalo gue turunin lo di sini. Lo ga papa?" tanya Albern. Namun ekspresi wajahnya masih sama. Gracia menjadi penasaran sebenarnya ada apa? Namun Gracia urungkan niat untuk bertanya karena dia tau mungkin itu privasi. Makannya Albern tidak memberi tahunya.

"Ng-ngga papa. Kamu punya urusan lain kan?" tanya Gracia hati-hati.

"Iya." Albern menganggukan kepalanya sedikit. Ragu?

"Yaudah aku turun di sini." Gracia menuruni motor besar itu. " Semoga urusannya cepat selesai. Pasti penting banget kan?"

"Iya." Albern menarik nafasnya dalam. "Gue duluan."

Sedetik setelah Albern meninggalkan Gracia sendiri di pinggir jalan yang untungnya masih banyak orang yang lewat itu, Gracia merasakan dadanya sesak.

Jangan sekarang! Tolong.

Rasanya untuk berjalan pun Gracia sangat lelah, kakinya terasa lemas.

"Woy itu kan cewek yang waktu itu!"

Apa lagi ini?!

Di kejauhan, Gracia melihat sekumpulan pereman yang pernah berniat melecehkan nya.

Badan gadis itu semakin bergetar hebat. Gracia harus lari! Persetan dengan kondisi jantungnya saat ini.

"Kejar!" Sepertinya pemingpin dari mereka memberi komando.

Sesak! Sakit seperti di himpit batu besar! Nafas Gracia tak beraturan, bahkan mungkin detak jantungnya sudah berdetak empat kali lebih cepat. Sungguh Gracia merasa jantungnya akan hancur sebentar lagi.

Gracia tak punya pilihan lain! Daripada dia mati dengan keadaan kotor di tangan preman gila itu lebih baik dia mati dengan keadaan raganya yang hancur, sekalipun! itu jauh lebih baik!

Tidak ada cara lain! Gracia sudah tidak kuat berlari.

Dengan sengaja Gracia menyeret badannya sendiri ke tengah jalanan.

Ciiittt.

BRUUK.

Suara decitan dari ban mobil dan tabrakan yang sangat memekakan telinga itu tidak bisa di hindari.

•••
__Game of destiny__

Game Of Destiny [END✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang