39|- Pengakuan Gracia

26 3 0
                                    

Jika kalian bertanya, apakah saat ini Gracia baik-baik saja, maka jawabannya tidak, kondisinya saat ini sedang tidak baik. Mentalnya kembali terganggu mengakibatkan fisiknya yang harus menerima semua pelampiasan amarah yang ada dalam diri Gracia.

Gadis itu kembali melukai dirinya, menyalurkan rasa sakit di hatinya kepada semua fisiknya. Menyayat, membenturkan, menjambak, dan memukuli badannya sendiri tanpa rasa ampun seolah itulah cara satu-satunya mencapai kepuasan.

Gracia kecewa! Kecewa pada semua orang yang hanya ingin memanfaatkannya.

Terutama pada orang yang sudah seenaknya membuat Gracia berani menaruh harapan lebih.

Gracia kecewa pada Albern!

Namun dia lebih kecewa pada dirinya sendiri yang tidak bisa menahan rasa itu.

Apakah hidupnya memang hanya sebuah permainan?

Fisiknya sudah teramat lelah jika terus menanggung beban pelampiasan mentalnya.

Saat pelajaran telah berlangsung selama itu pula Gracia hanya memandang kosong ke depan, bukan memperhatikan guru yang sedang menerangkan pelajaran, melainkan sedang melamun.

Bahkan hingga saat guru itu sudah keluar dan hanya menyisakan dirinya seorang pun di dalam kelas ini Gracia masih belum menyadarinya.

Tidak ada yang menemani Gracia di sana, Gemi sudah dua hari ini tidak sekolah entah ke mana gadis itu.

Hingga suara seorang laki-laki yang sangat Gracia kenali mengambil alih pikirannya, membuat Gracia langsung tersadar akan keberadaan orang itu.

"Grac."

Gracia ingin pergi, tetapi tangannya sudah lebih dulu di tahan oleh Albern.

Gracia meringis saat tak sengaja Albern menekan sayatan pada tangannya yang belum kering di dalam blazer yang dia kenakan saat ini untuk menutupi luka-lukanya.

"Gue mohon kali ini dengerin penjelasan gue dulu Grac." Albern mati-matian menahan diri untuk tidak memeluk Gracia. Sungguh mengapa melihat mata yang rapuh itu membuat Albern terbayang akan kejadian masa kecilnya.

Albern hanya takut mental Gracia semakin terganggu.

Namun tanpa Albern sadari ternyata dia lah yang sudah memperparah keadaan.

Iya akui awalnya dirinya memang bodoh telah mempermainkan hati seorang gadis hanya untuk keuntungannya.

Tapi sungguh semakin mengenal Gracia niat hanya ingin bermain-main itu sudah hilang.

Albern tidak menganggap Gracia sebagai mainan nya lagi.

"Gue mau minta maaf buk--"

Rasanya tak ingin lagi Gracia berlama-lama di didekat Albern. Melihat cowok itu Gracia merasa dirinya akan semakin sulit melupakan nya.

Mencoba tenang dan bersikap biasa saja, Gracia memotong ucapan Albern yang ingin meminta maaf dan mungkin di Sertai alasan mengapa dia melakukan itu,

Tapi jujur. Sekarang Gracia tidak ingin tau itu!

Dari awal saja niatnya sudah tidak baik akhirnya pun akan tetap sama bukan?

Kali ini, Gracia akan berterus terang tentang hatinya.

"Kamu ngga salah, Albern. Di sini aku yang telah menyalah artikan semua sikap kamu, aku yang terlalu berekspektasi tinggi dan aku yang terlalu berharap lebih maka sekarang kalaupun aku kecewa itu sudah konsekuensinya bukan?"

"Satu lagi, maaf aku udah lancang punya perasaan lebih sama kamu Al, aku ngga tau sikap baik dan perhatian kamu ke aku itu karena apa? Apapun alasannya di balik itu, aku ngga lagi peduli."

"Aku juga mau ucapin terima kasih, kamu orang pertama yang aku percaya sekaligus orang terakhir yang udah buat aku kecewa."

Albern masih tak bergeming dari tempatnya.

"Mungkin jika di ceritakan, masalah kamu cuman jadikan aku target taruhan dengan Davian itu bukan masalah besar dan seharusnya, aku juga tidak perlu terlalu membesarkan masalah kecil seperti ini, tapi bagi sebagian orang yang mentalnya terganggu masalah sekecil apa pun itu akan berdampak besar pada kondisinya."

Gracia tersenyum tulus saat telah berhasil menyampaikan semua keluh kesahnya pada Albern.

"Aku ngga akan nyesel karena telah ngasih tau perasaan aku yang sebenarnya, selagi masih ada waktu buat aku ungkapin kenapa ngga? Aku hanya takut ngga ada kesempatan lagi buat bicara sama kamu Al."

Ada rasa bahagia saat mengetahui bahwa Gracia ternyata mempunyai perasaan lebih padanya, namun Albern juga kecewa saat mendengar penuturan kata terakhir dari mulut gadis itu.

"Mungkin ini yang terakhir kalinya."

"Aku ngga perlu tanggapan kamu tentang perasaan aku, dan aku juga ngga mau dengar alasan kamu jadiin aku target tapi yang jelas aku udah terima semuanya."

"Maaf Albern, aku pamit entah kenapa aku ngerasa bahwa ini terakhir kalinya kita bisa berbicara kaya gini."

Setelahnya Gracia pergi dari hadapan Albern dengan dengan tangan yang meremas dadanya, sesak! Kenapa akhir-akhir ini penyakitnya sering sekali kambuh?

Tapi tak apa ini lebih baik dari pada sesak di hatinya, dan Gracia pun tak ada niatan buat meminum obat-obatan itu lagi.

___Game of destiny____

Game Of Destiny [END✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang