Hari ini untuk yang pertama kalinya Gracia datang terlambat ke sekolah, jika mengingat kejadian semalam, kalau saja Bi Asih tidak menasihatinya dan memberikan semangat untuknya mungkin gracce sekarang tidak tau masih hidup atau sudah melanggar janjinya untuk melakukan hal yang bakal menghilangkan nyawanya.
"Hidup itu memang sulit Non, tapi Non harus tau semakin banyak cobaan yang di berikan tuhan, maka semakin sayang Tuhan pada hambanya. Percaya sama Bibi, suatu saat nanti kebahagiaan pasti akan berpihak kepada non Gracia. Sebuah kebahagiaan yang selalu Non harapkan, karena rencana Tuhan lebih indah dari yang kita bayangkan."
Kata-kata Bi Asih seperti kaset yang terus berputar di benaknya Gracia. Jujur saja dia bingung! Apa benar kebahagiaan akan berpihak padanya? Atau malah seumur hidup pun Gracia tidak akan mendapatkan itu?
Saat ini Gadis yang memakai cardigan berwarna abu-abu itu sedang berlari mengelilingi lapangan, dengan kondisi matahari yang sudah mulai panas, ditambah kondisi badannya yang terlihat tidak baik -baik saja. Mata yang membengkak karena kelamaan menangis, dengan lingkaran hitam di bawah matanya yang terlihat jelas, serta bibir yang sungguh pucat.
Kakinya terus berlari memutari lapangan yang luas sampai-sampai Gracia rasanya badannya seperti tidak mempunyai kekuatan lagi untuk melakukan hukuman itu, kalo saja Gracia tidak takut akan mamanya yang mengamuk lagi, mungkin saat ini Gracia tidak akan berangkat sekolah! ditambah dengan perutnya yang belum di isi apa-apa dari semalam.
Sekarang, Gracia sungguh tidak kuat lagi berlari.
Kepalanya terasa berat, dan badannya seperti menggigil.
Bruk!
Saat penglihatannya memburam Gracia merasakan ada tangan kekar yang menahannya, setelah itu semuanya terlihat gelap.
"Yaampun nih cewek kalo ga kuat lari kenapa di paksain?!"
"Bawa ke UKS aja Al." Itu instruksi dari Jovin.
"Masa orang pingsan mau lo bahwa kekantin." Alfa menoyor kepala Jovin.
"Berisik lo berdua!" Albern mengangkat Gracia dan menggendongnya ala bridal style membawa nya ke UKS!
"Untung kita sekolah ya bos, kalo ngga mungkin ni cewek pingsan di lapangan."
"He'em." Alfa membenarkan.
Memang Albern datang terlambat ke sekolah, tadinya dia hendak bolos saja tetapi ntah kenapa perasaan nya mengatakan ingin masuk sekolah! Namun saat berada di lapangan matanya melihat Gracia yang sedang berlari mengeliling lapangan dengan jalan yang sudah sempoyongan, tanpa basa-basi Albern langsung menghampiri nya.
Setelah datang di UKS Albern membaringkan Gracia di brankar dengan hati-hati.
"Al ini kan, cewek yang waktu itu yah?" Jovin meneliti wajah Gracia dengan intens.
"Lo ada hubungan apa sama Gracia?" tanya Alfa sedikit penasaran.
Inget Alfa? Memang dia sudah kenalan dengan Gracia. Sementara Jovin belum.
" jadi namanya Gracia." Jovin manggut-manggut.
"Emang lo ga liat name tag di baju nya?" ujar Alfa.
"Itu ketutup rambut M-masa iya gue harus singkirin, nanti dikira gue mesum lagi."
"Iya, yah." Alfa cengengesan.
"Ni cewe pucat banget. Mana lagi dokter yang jaga UKS?" ujar Jovin sedikit khawatir dengan keadaan Gracia.
"Ga usah so khawatir! Modus lo udah ketebak. Udah sana pergi biar gue yang jagain." Albern mengusir Alfa dan Jovin.
"Gue juga mau kalo di suruh jagain cewek doang mah Al." Alfa mendesah lesu karena disuruh keluar.
"Gue aja Al yang jagain. Lo pergi aja cari dokter nya gimana?" Jovin menaik- turunkan alisnya, berniat menggoda.
"Oh iya silahkan! Itu pintu keluarnya ada di sana." Albern menunjukkan pintu keluar dari ruangan bercat putih itu.
"Sialan lo Al! Aku tidak tersesat dan tak tau arah jalan pulang." Jovin mendramatis dengan sedikit bersenandung di beberapa kalimat nya.
"Mau dengan cara halus kesalipun, yang namanya ngusir tetap aja. SAKIT!" Alfa tak kalah dramatisnya dengan Jovin, mereka berdua memang bisa di juluki 'drama king' ingin sekali Albern menampol mukanya dengan sepatu.
"Lo berdua pernah ngerasain kepala di pukul sama botol kecap ga sih?" ucapan Albern seperti mengandung makna yang tersirat!
Selepas mendengar ucapan Albern mereka berdua meneguk saliva nya kasar.
Ucapan itu seperti ultimatum! Peringatan bahaya dari Albern.
Sudahlah daripada kena amuk Albern lebih baik Alfa Mendur perlahan. Dia tau kalo Albern sudah ngamuk, garangnya ngalahin harimau!
"Aduh, aduh kenapa ini? Woy! Tolong, perut gue sakit!" ujar Alfa dengan memegangi kepalanya. "Gue ke toilet dulu yah!" Alfa segera lari dari sana.
Selamat!
Kata itu yang diucapkannya setelah berada di luar ruangan.
Sentra Jovin di sana seperti mati kutu. Alfa sialan! Kabur tidak mengajaknya. Lihat saja nanti akan dia masih pelajaran! Tetapi untuk sekarang, mau tak mau Jovin harus menyelamatkan dirinya dengan mengeluarkan bakat aktingnya.
"Tolong! Aduh kenapa ini woy? Kepala gue melilit!" Jovin memegangi kepalanya dengan sesekali berputar seperti orang yang sedang sakit kepala sungguhan.
"Al g-gue permisi ke toilet yah. Ga kuat gue." Alfa berbalik dari hadapan Albern menuju pintu keluar."Aduh! cenat-cenut!"
Sepertinya dalam memainkan drama, akting keduanya perlu di berikan apresiasi!
Contohnya seperti hujatan, cibiran, dan tampolan dari Albern jangan lupa!
"Edan!"
Albern mengusap wajah nya setelah itu duduk di sebelah Gracia yang masih memejamkan matanya.
Percaya atau tidak Albern merasa seperti .... Dia sudah kenal lama dengan cewek ini! Mukanya seperti familiar bagi Albern,
Tetapi, siapa?
"Gue salah ga ya? Ngelakuin ini sama lo?"
___Game of destiny___
KAMU SEDANG MEMBACA
Game Of Destiny [END✓]
Teen Fictionselamat datang di kehidupan Gracia, dimana dunianya hanya seperti 'permainan' hari-harinya yang selalu di penuhi dengan harapan, sedangkan kebahagiaannya hanya seperti khayalan. __________________________ "Pah, Gracia sakit. Papa mau kan peluk Graci...