Bagian 38

1.7K 239 2
                                    

38. GECOL DEPRESI

"Kenapa hm? Lo masih mikirin darah yang ada di jidat seksi gue tadi?"

"Gue tempramental di kehidupan nyata, tapi setelah gue ada di sini, temprament gue hilang, dan di gantikan oleh sesuatu yang buat gue lebih puas."

"Iya, tapi gue ragu. Bener itu darah nyamuk?"

"Oke gue jujur sama lo. Itu darah manusia."

Sudah tiga hari Gecol dalam kondisi bak mayat hidup. Mogok makan, tidur, dan hanya duduk bersandar di ranjang. Wajahnya pucat pasi, matanya di kelilingi lingkaran hitam. Tubuhnya juga sedikit kurus karena tidak makan selama tiga hari, tidak terisi makanan atau air sedikitpun.

Pandanganya lurus ke depan tanpa berkedip maupun mengalihkan pandanganya. Kondisi Gecol benar-benar sangat mengkhawatirkan.

Yang ada di kepala Gecol hanyalah bayang-bayang mayat yang di bunuh Arthur dan bagaimana cara Arthur membunuh orang itu. Jika mengingat itu, maka detak jantungnya akan berdetak lebih cepat dan gelisah mulai merasukinya.

Tidak ada yang bisa menenangkanya, bahkan Nando sekalipun.

Disana terdapat sekujur mayat seorang wanita dengan kepala yang terpisah sebab putus dan sekujur tubuhnya di penuhi luka sayatan yang masih berdarah-darah.

Sekarang ingatanya kembali pada mayat wanita yang ia lihat di balik semak-semak saat ia berada di hutan bersama Nando.

"Arthur, dia pembunuhnya?"

"KYAAAAAAAA!!!!" Gecol menjerit histeris mengingat semua yang bersangkutan dengan Arthur. Ia menjerit-jerit seraya menutup telinga dan sesekali menjambak rambutnya frustasi.

****

Hari ini Nando mengajak Arthur untuk bertemu di sebuah caffe. Nando sangat tidak mengerti pada apa yang terjadi pada Gecol. Aneh, baginya yang terjadi pada Gecol adalah sebuah keanehan. Pulang dari apartemen nya, lalu pada malam yang sama Arthur menelponya bahwa Gecol pingsan.

Di malam yang sama setelah megantar Gecol pulang bersama Arthur. Sebenarnya Nando juga sudah bertanya apa yang terjadi pada Gecol. Dan malam itu Arthur menceritakan bahwa Gecol hampir di lecehkan preman.

Masuk akal, hanya saja setelah melihat keadaan Gecol hingga saat ini sangat tidak masuk akal jika hanya karena di jahili preman, Gecol sampai mogok makan dan mogok segalanya. Kecuali Gecol sudah di lecehkan, pikir Nando.

"Jadi sebenarnya apa yang terjadi sama Jessica?" Tanya Nando to the point.

Arthur terdiam dengan sedikit menundukan kepala, matanya bergerling tak nyaman. Melihat ekspresi Arthur, Nando semakin yakin, apa yang terjadi pada Gecol ada sangkut pautnya dengan Arthur.

"Kenapa lo gak jenguk dia?" Nando menatap Arthur dengan tatapan mengintrogasi. Arthur masih diam.

"Lo cuma nanya-nanya kondisi Jessica lewat chatting sama tante Zoya dan gue, kenapa lo gak jenguk langsung aja ke rumahnya. Dan liat kondisi Jessica secara langsung, dan lo pasti prihatin liatnya," tutur Nando tak megalihkan tatapan nya pada Arthur.

Senyap. Arthur benar-benar hanya diam tak menjawab satupun pertanyaan yang di lontarkan Nando.

Nando menghela napas kasar, "Kenapa lo diem aja!"

"Karena gue yang membuat keadaan Jessica seperti sekarang," ucap Arthur akhirnya.

"Udah gue duga. Apa yang lo lakuin sama dia?!"

"Gue gak ngelakuin apa-apa ke dia." Arthur mengatakan yang sejujurnya.

"Terus kenapa lo bilang kalo kondisi Jessica saat ini itu karena lo? Tapi lo bilang kalau lo gak ngelakuin apa-apa? Maksud lo gimana sih?!" Suara Nando meninggi.

"Gue emang gak ngelakuin apa-apa sama Jessica. Tapi gue berbuat sesuatu sama preman yang berani buat nyentuh Jessica!"

Nando mengerenyit, "Maksud lo?"

"Gue bunuh preman bastard itu, dan Jessica liat!"

Pernyataan Arthur membuat Nando tersenyum hambar, "Jangan bercanda gila!"

Arthur terbahak, "Gue gak bercanda Nando! Gue serius!"

"Gue bilang jangan bercanda! Sekarang ceritain yang sebenarnya, ini bukan waktunya bercanda Arthur."

Arthur terkekeh aneh, "Gue udah kasih tau lo yang sebenarnya Nando. Tapi lo gak percaya, lo mau bukti? Lo mau liat gue bunuh orang di hadapan lo secara langsung?"

Arthur mencondongkan tubuhnya pada Nando, ia berbisik, "Gue psikopat."

Nando sontak mendorong bahu Arthur.

"Tapi lo jangan takut, gue gak akan bunuh lo," ucap Arthur santai seraya menyeruput minuman di hadapanya.

Mata Nando menatap tajam pada Arthur, kenapa bisa seperti ini ceritanya?

"Lo inget gak, lo liat mayat di hutan pas sama Jessica? Mayat perempuan tanpa kepala? Itu hasil karya gue. Dan lo gak beruntung liat karya gue itu, karena karya gue dark," kata Arthur kemudian tertawa, benar-benar terlihat sisi ke-psikopatan Arthur disini.

"Lo jangan macem-macem sama Jessica, Arthur!"

"Woih, tentu gak akan. Mana mungkin gue bunuh atau sekedar sayat cewek yang gue suka," ucap Arthur.

Sepertinya perasaan kecil yang ada di hati Nando untuk Gecol benar harus di musnahkan. Selain Gecol banyak yang menyukai, dirinya juga punya seseorang di kehidupan nyata yang musti ia jaga.

"Bukan gaya gue," tambahnya.

"Dan malam itu lo sama Jessica ke hutan di belakang sekolah, lo mau liat lorong dimensi buat pulang ke kehidupan nyata ya?" Tanya Arthur yang di angguki oleh Nando.

"Lo suka sama Jessica? Cinta? Sayang?" Pertanyaan itu begitu sengaja Nando keluarkan untuk memancing Arthur.

Arthur tersenyum, "Iya."

"Kalo lo emang beneran sayang sama dia, bantu dia buat keluar dari pengaruh mesin waktu," ujar Nando membuat ekspresi Arthur berubah.

"Kalo dia mau ketemu gue, mungkin gue mau buat keluar dari sini barengan sama lo dan Jessica. Yang gue pikirin adalah, apa Jessica masih mau ketemu sama gue?" Kata Arthur mengingat kemungkinan besar Gecol akan parno melihatnya.

Nando mengangguk samar, jalan pikirnya juga sama dengan Arthur.

"Besok lo ikut gue liat Jessica," ucap Nando.

"Tapi, gue takut kalo keadaan nya malah tambah parah kalo liat gue Nan," balas Arthur khawatir.

"Maka dari itu, kita lihat semuanya besok."

****

Setelah ia melihat bagaimana kondisi Gecol di layar dimensi beberapa hari lalu, hari dimana ia berdebat hebat dengan Kakaknya, Galih. Hampir 24 jam jika ia tidak di paksa sekolah, Bagas sepanjang hari aktivitasnya hanyalah memantau kondisi Gecol.

Setelah perdebatan hari itu pula, dirinya dan Galih perang dingin. Tidak ada yang bertegur sapa dahulu, baik Galih atau Bagas sendiri.

"Andai gue bisa berbuat sesuatu buat lo Jess." Bagas berucap.

Ia benar-benar tidak tega melihat keadaan Gecol di bawah pengaruh mesin waktu sana. Apalagi sejak tragedi Gecol melihat Arthur membunuh. Melihat Gecol yang bisa di samakan dengan orang depresi berat, bahasa kasarnya mungkin hampir gila membuat Bagas sangat mengkhawatirkan Gecol.

"Gue gak bisa berbuat apa-apa. Gue gak mau bertindak gegabah, karena takut memperkeruh keadaan, gue cuma bisa berdo'a semoga lo baik-baik aja, dan sesegera mungkin lo kembalu ke kehidupan nyata," tutur Bagas melihat ke arah layar dimensi yang menampakan Gecol yang bak manekin hidup terduduk di ranjang.

****

JANGAN LUPA VOTE, COMMENT, DAN SHARE CERITA INI YUHUU! FOLLOW JUGA YA AKUN AUTHOR HEHE^_^

See you next part!

****

GECOL ▪SelesaiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang