Jadi sebenernya sih, ini udah aku buat lama, bimbang antara di post atau nggak, karena bagaimana pun juga ending BEM U sudah ada. Intinya sih aku mikir aku nggak perlu post ini, tapi pas aku baca-baca lagi komenan yang baper sama Jeno-Yello yang dikit banget momentnya, aku kek mikir, haruskah aku post ini? Untuk mengobati lukanya Jeno wkwk. Tapi serius deh aku buat partnya Jeno udah lama bangettt, tapi suka ragu buat publishnya, ya karena udah ending. Tapi setelah dipikir-pikir lagi, aku harus publish ini. Mungkin ceritanya nggak ada sangkut pautnya sama BEM U, karena ini bener-bener fokus ke Jeno dan perasaanya hehe. Cielahh, aku aja yang nulis nih cerita belum sanggup move on wkwk.
Lets reading. Enjoyed.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
📅📅📅📅
"Nama aslinya?"
"Jeno Dirgantara, Kak."
"Tahu kan kesalahannya apa?"
Jeno kontan melihat dirinya sendiri dari ujung kaki, kaos kaki hitam di kanan dan putih dikiri, lalu nametag bertuliskan 'cupang ungu' serta caping yang merupakan aksesoris MOS pun dirasa sudah lengkap, tapi kenapa dirinya harus dipanggil KOMDIS sewaktu mau ikut upacara.
"Tahu nggak apa kesalahan lo?"
"Anu, kayanya saya sudah lengkap memakai atribut untuk mos sesuai ketentuannya deh Kak."
"Salah, ini!" sang Komdis lantas menarik pita yang menjadi tali tautan nametag seukuran HVS yang melingkari lehernya. "Lo anak Teknik kan? Bisa bedain warna merah sama maroon nggak sih? Fakultas teknik tuh maroon! Bukan merah!"
Barulah Jeno sadar dengan melihat pitanya, padahal ia sudah benar-benar bilang ke penjaga toko beli pita warna maroon, namanya juga lelaki, susah lah ngapalin nama-nama warna yang kalau dipikir sewarna.
"Habis MOS, lo cari gue! Ada hukuman buat lo, jadi sana ikut upacara pembukaan."
"Iya Kak."
"Awas kalau nggak nyariin gue, lo bakalan tahu konsekuensinya."
"Iya Kak."
Jeno pun melesat ke lapangan bergabung dengan ribuan mahasiswa baru satu angkatannya di hari pertama MOS, terlebih Jeno itu anak rantau, ke Yogjakarta tanpa ada kenalan, makanya dia sendirian, setelah dapat kos-an pun, Jeno justru paham penghuninya para kakak tingkat, walaupun ada mabanya tapi belum kenal.
